Ada Larangan Terbang, KPK Boyong 2 Tersangka Muara Enim Lewat Darat

Salah satu tersangka merupakan Ketua DPRD Muara Enim

Jakarta, IDN Times - Usai melakukan penangkapan pada Minggu (26/4), penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung memboyong dua tersangka dugaan perkara korupsi di Kabupaten Muara Enim ke Jakarta. Lantaran terdapat larangan terbang menuju ke Bandara Soekarno-Hatta untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19, alhasil dua tersangka diboyong ke ibu kota melalui jalur darat. 

Periode larangan terbang diberlakukan oleh pemerintah menuju dan dari zona merah COVID-19 pada (25/4) hingga (31/5). 

"(Tersangka dibawa) melalui jalur darat," ungkap Plt juru bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan pendek kepada IDN Times

Ia juga menjelaskan kedua tersangka kasus dugaan korupsi atas nama Enim Aries HB (AHB) dan Ramlan Suryadi (RS) sudah tiba di gedung Merah Putih KPK sejak pukul 08:30 WIB tadi. Tidak diketahui dengan jelas apa alasan mereka ditangkap, lantaran keduanya dicokok bulan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT). 

"Keduanya tiba di gedung KPK, Senin sekitar pukul 08:30 WIB dan saat ini penyidik sedang melakukan pemeriksaan. Perkembangannya akan kami sampaikan lebih lanjut," tutur Ali. 

Penangkapan Ketua DPRD Muara Enim dan eks Kepala Dinas PUPR itu diapresiasi oleh politikus di parlemen. Mereka memuji kepemimpinan Firli karena dianggap tetap bisa melakukan penangkapan terhadap koruptor tanpa perlu membuat kegaduhan. Apa benar begitu?

1. Ketua MPR menilai KPK yang sekarang tangkap orang dulu baru diumumkan ke publik

Ada Larangan Terbang, KPK Boyong 2 Tersangka Muara Enim Lewat DaratKetua MPR Bambang Soesatyo (IDN Times/Santi Dewi)

Sikap yang ditempuh oleh pimpinan KPK jilid V, Komjen (Pol) Firli Bahuri dalam penangkapan terhadap dua tersangka turut dipuji oleh Ketua MPR, Bambang Soesatyo. Ia menilai cara kerja KPK di bawah kepemimpinan Firli sangat berbeda. 

"Dulu, KPK biasanya mengumumkan terlebih dahulu jika akan menangkap tersangka dalam sebuah kasus. Kali ini berbeda, ditangkap dulu baru kemudian diumumkan ke publik," kata Bambang melalui keterangan tertulis pada Senin (27/4). 

Padahal, sejak dulu, komisi antirasuah sudah menerapkan metode kerja begitu selama Operasi Tangkap Tangan (OTT). Usai tim di lapangan dinilai aman dan berhasil mencokok tersangka tangkap tangan, maka baru disampaikan ke publik. 

Tetapi, langkah yang dilakukan oleh Firli menurutnya tetap berbeda, sebab tanpa menimbulkan kegaduhan. 

"Sejatinya langkah itu sangat tepat, karena selain tidak gaduh, tersangka tidak tidak akan sempat melenyapkan barang bukti, apalagi sampai melarikan diri," ungkap politikus Partai Golkar tersebut. 

Baca Juga: KPK Gelar 2 OTT di Awal 2020, Firli: Itu Memprihatinkan Bukan Gebrakan

2. Firli Bahuri ingin membuktikan KPK tetap bekerja di tengah pandemik COVID-19

Ada Larangan Terbang, KPK Boyong 2 Tersangka Muara Enim Lewat Darat(Ketua KPK Komjen Firli Bahuri) ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat

Sementara, di tempat terpisah, Ketua KPK Komjen (Pol) Firli Bahuri ingin menyampaikan ke publik institusi yang ia pimpin tetap bisa bekerja kendati di bawah bayangan pandemik COVID-19. Semula, kedua orang itu sempat diisukan ditangkap karena tertangkap tangan melalui operasi senyap. Tetapi, hingga kini tak ada informasi dari Dewas mengenai pemberian izin penyadapan. 

"Kami terus selesaikan perkara-perkara korupsi walau kita menghadapi bahaya COVID-19," kata dia lagi. 

Menurut Firli, penangkapan terjadi pada Minggu (26/4) sekitar pukul 07:00 WIB dan 08:30 WIB di masing-masing rumah mereka di Palembang. Penangkapan ini menimbulkan tanda tanya, karena komisi antirasuah tidak pernah menyampaikan ke publik dua orang tersebut pernah diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi. Selain itu, alasan penangkapan juga tidak diketahui dengan jelas. 

Sesuai dengan KUHAP, seseorang baru boleh ditangkap bila ia mangkir dua kali berturut-turut dengan alasan tidak patut dan tak wajar. Ada bukti permulaan yang cukup untuk mengaitkan tersangka kepada tindak kejahatan korupsi. 

Selain itu, ia juga bisa ditangkap karena hendak melarikan diri dan dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya, akan mempersulit proses penyidikan, dan diduga akan menghilangkan barang bukti. 

"Tersangka RS dan AHB ditangkap pada Minggu pagi tanggal (26/4) pukul 07:00 dan 08:30 di rumah tersangka di Palembang," tutur Firli melalui keterangan tertulis. 

3. Dugaan korupsi di Muara Enim merupakan pengembangan dari perkara 16 proyek infrastruktur

Ada Larangan Terbang, KPK Boyong 2 Tersangka Muara Enim Lewat DaratKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menyatroni kantor pengacara Rahmat Santoso and Partner, Selasa (25/2). IDN Times/ Dok Istimewa

Penangkapan Ketua DPRD dan eks Kepala Dinas PUPR merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya yang sudah disidangkan yakni 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim. Dalam konstruksi perkara terungkap pada awal 2019, Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019.

Dalam proyek itu, diduga terdapat syarat pemberian "commitment fee" sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan. Eks Bupati Muara Enim, Ahmad Yani ikut terseret dalam kasus korupsi ini. Sebab, permintaan komitmen fee juga dilakukan Ahmad. 

Eks Bupati diduga meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muchtar. Salah satu kontraktor di sana bernama Robi, merupakan pemilik PT Enra Sari akhirnya bersedia memberikan komitmen fee 10 persen ke Pemkab. Alhasil dia lah yang berhasil mendapatkan 16 proyek dengan nilai total Rp130 miliar. 

Dalam sidang terhadap eks Bupati Ahmad, nama Firli Bahuri turut disebut. Rupanya Ahmad sempat menyediakan duit senilai US$35 ribu atau setara Rp500 juta untuk diberikan ke Firli pada September 2019. Ketika itu, Firli masih baru menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan. 

Baca Juga: Firli Bahuri Bantah Terima Tawaran Suap Saat Masih Jadi Kapolda Sumsel

Topik:

Berita Terkini Lainnya