Luhut Akui Kurang Paham Soal Proses Imunisasi Massal Vaksin COVID-19

"Kami pikir sudah ada vaksin bisa langsung suntik November"

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengakui kurang paham soal proses vaksinasi massal COVID-19. Semula, ia berpikir begitu vaksin COVID-19 sudah dibeli oleh pemerintah, maka tahapan imunisasi sudah bisa dimulai pada November 2020.

Belakangan, ia sadar bahwa butuh izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum vaksin COVID-19 diedarkan di Indonesia. 

"Tadinya kami berpikir para pembantu presiden ini ya sudah ada barangnya (vaksin COVID-19), ya November kita suntik saja gitu (vaksinnya). Ternyata tidak sesederhana itu," ungkap Luhut ketika berbicara di program 1 Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin yang tayang di Stasiun TVRI pada Minggu (25/10/2020). 

"Tapi, kami juga tidak malu mengakui bahwa kami juga gak paham," lanjutnya. 

Namun, ia memastikan vaksin COVID-19 akan tetap dibeli oleh pemerintah. Bahkan, kata pria yang sempat menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) itu, pemerintah sudah menyiapkan dana senilai US$60 juta atau setara Rp883,4 miliar (1US$ = Rp14.724) untuk membeli vaksin COVID-19. Tetapi, Luhut tak menjelaskan vaksin dari mana yang hendak dibeli oleh pemerintah. 

Berdasarkan informasi yang sempat disampaikan oleh mantan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kementerian Kesehatan, dr. Achmad Yurianto, vaksin yang sudah dipastikan akan dibeli oleh pemerintah adalah vaksin jadi buatan Sinovac Biotech. 

Kapan tahapan vaksin COVID-19 ini bisa dimulai?

1. Imunisasi massal menunggu izin penggunaan darurat yang dikeluarkan BPOM

Luhut Akui Kurang Paham Soal Proses Imunisasi Massal Vaksin COVID-19Ilustrasi pemberian vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)

Luhut mengakui proses imunisasi massal kemungkinan tidak jadi dilakukan pada November 2020. Sebab, BPOM belum mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin COVID-19 di Indonesia. Saat ini, tim gabungan BPOM masih berada di Tiongkok untuk meninjau lokasi pabrik Sinovac Biotech. 

Menurut dr. Achmad Yurianto, mereka sudah berangkat pada 14 Oktober 2020 lalu, namun harus menunggu proses isolasi mandiri rampung selama dua pekan. Artinya, mereka baru bisa bekerja pada 29 Oktober 2020. 

Izin BPOM ini mutlak diperlukan sebagai bentuk jaminan bahwa vaksin yang dibeli aman, ampuh dan tidak memiliki efek samping. 

"Jadi, pemerintah itu betul-betul ingin (proses vaksinasi) aman. Kami tidak akan mengompromikan hal tersebut. Semua prosedur akan dilalui (agar bisa memperoleh izin penggunaan darurat)," ujar Luhut.

Baca Juga: Vaksin COVID-19 Cansino dan Sinopharm Tiba di Indonesia November 2020 

2. Luhut perkirakan proses vaksinasi baru bisa dilakukan pada akhir Desember atau awal Januari 2021

Luhut Akui Kurang Paham Soal Proses Imunisasi Massal Vaksin COVID-19Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)

Lantaran masih menunggu izin dari BPOM, maka proses vaksinasi diprediksi akan mundur hingga minggu ketiga di bulan Desember atau awal Januari 2021. Itu pun bila semua proses penelitian data-data uji klinis berlangsung lancar. 

"Tetapi, barang itu (vaksin) sudah ada. Ada (vaksin) Sinovac, Sinopharm, AstraZeneca," tutur Luhut. 

Sebelumnya, menurut dr. Achmad Yurianto, pembelian bakal vaksin AstraZeneca dinilai merugikan pemerintah. Kepada IDN Times, pria yang akrab disapa Yuri itu menyebut di dalam klausul kontrak tertulis pemerintah harus melakukan pembayaran uang muka di awal untuk mengamankan pasokan vaksin COVID-19. Namun, bila nantinya proses uji klinis gagal dan tidak berhasil memproduksi vaksin, AstraZeneca menolak untuk bertanggung jawab. 

Sehari setelah Yuri menyampaikan hal itu, ia dicopot oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Diduga ia melangkahi kewenangan atasannya lantaran belum ada keputusan soal pembelian vaksin buatan perusahaan farmasi asal Inggris tersebut. 

3. Ikatan Dokter Indonesia sempat mewanti-wanti pemerintah agar tidak terburu-buru melakukan imunisasi vaksin COVID-19

Luhut Akui Kurang Paham Soal Proses Imunisasi Massal Vaksin COVID-19Ilustrasi tenaga medis (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Sebelumnya, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 22 Oktober 2020 lalu sudah mewanti-wanti pemerintah agar tidak terburu-buru melakukan tahapan imunisasi massal vaksin COVID-19. Hal itu disampaikan oleh PB IDI dalam surat terbuka yang diunggah di akun media sosial mereka. Surat yang sama juga ditembuskan ke Dirjen P2P Kemenkes, Kepala BPOM dan Ketua Satgas Nasonal Penanganan COVID-19. 

"Namun, agar program vaksinasi ini dapat berjalan lancar dan memperoleh hasil yang optimal, maka PB IDI merekomendasikan perlu diadakan persiapan yang baik dalam hal pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan serta persiapan terkait pelaksanaannya," kata Ketua Umum IDI, Dr. Daeng M. Faqih. 

IDI juga mengingatkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) memang mengizinkan penyediaan obat atau vaksin melalui proses Emergency Use Authorization (EUA). Tetapi, izin itu harus dikeluarkan oleh lembaga yang mempunyai otorisasi. Di Indonesia, kata IDI, lembaga tersebut adalah BPOM. 

"PB IDI amat meyakini bahwa BPOM tentu juga akan memperhatikan keamanan, efektivitas dan imunogenitas suatu vaksin bila terpaksa menggunakan skema UEA," kata dia.

Baca Juga: Sepak Terjang Pengadaan Vaksin demi Gebuk COVID-19 di Akhir Tahun

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya