Mahfud: Aset BLBI yang Diburu Satgas Nilainya Lebih dari Rp110 Triliun

Perkara BLBI disebut Mahfud 'limbah' di masa lalu

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, nilai aset yang diburu dari perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) bukan Rp108 triliun, melainkan lebih dari Rp110 triliun. 

Data itu diperoleh Mahfud usai memanggil Dirjen Kekayaan Negara dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara ke kantornya. Mahfud menjadi salah satu dari tujuh menteri yang masuk ke dalam anggota pengarah Satgas Pemburu Aset BLBI. Hal itu sesuai dengan Perpres Nomor 6 Tahun 2021 yang diteken oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada 6 April 2021. 

Pemerintah memilih untuk fokus mengejar aset-aset dari obligor BLBI, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memilih menyetop penyidikan terhadap dua tersangka kasus BLBI yaitu Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim, pada pada 1 April 2021 lalu. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, institusi tempatnya bekerja memilih mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) untuk memberikan kepastian hukum bagi dua tersangka. Hal itu lantaran kasusnya sudah bergulir sejak 1998 lalu. 

Kasus rasuah BLBI yang melibatkan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim ini menjadi yang pertama dihentikan penyidikannya oleh KPK. Padahal, kasus itu disebut oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merugikan keuangan negara mencapai Rp4,5 triliun. 

Namun, menurut Mahfud, pemberian SP3 oleh KPK merupakan konsekuensi vonis lepas eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung di tingkat kasasi. 

"Sjamsul Nursalim dan Itjih ikut lepas dari status tersangka karena perkaranya adalah satu paket dengan ST (disebut dilakukan bersama)," ungkap Mahfud melalui akun Twitternya, @mohmahfud, pada 8 April 2021 lalu. 

Lalu, kapan Satgas Pemburu Aset BLBI mulai efektif bekerja?

1. Pemerintah sudah berencana kejar aset BLBI sejak vonis lepas Syafruddin Temenggung di MA

Mahfud: Aset BLBI yang Diburu Satgas Nilainya Lebih dari Rp110 Triliun(Terdakwa kasus BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung) ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Meski komisi antirasuah baru mengumumkan SP3 untuk dua tersangka Sjamsul dan Itjih pada 1 April 2021 lalu, namun pemerintah sudah mulai ancang-ancang membidik aset BLBI sejak 2019. Ketika itu, MA menjatuhkan vonis lepas bagi terpidana Syafruddin Arsyad Temenggung. Hakim agung ketika itu menyatakan perbuatan Syafruddin yang menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) bagi Sjamsul Nursalim tak termasuk perbuatan pidana. 

"Sejak saat itu kami sudah mulai menginventarisir untuk menagih perbuatan perdatanya. (Kinerjanya) lebih konkrit pada Juli 2020 saat PK (Peninjauan Kembali) nya tidak diterima oleh MA. Berarti, kan sudah selesai gak ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan," kata Mahfud yang disampaikan melalui keterangan video, Senin (12/4/2021). 

Pada 2020, Kemenkopolhukam sudah mulai melakukan rapat. Ketika komisi antirasuah pada 1 April 2021 mengumumkan secara resmi SP3, Tim Satgas Pemburu Aset BLBI langsung dibentuk. 

Sementara, di dalam Perpres Nomor 6 Tahun 2021 tertulis, satgas itu mulai bekerja sejak Perpres ditetapkan hingga 31 Desember 2023. Satgas juga diwajibkan untuk melapor kepada anggota pengarah soal perkembangan tugas mereka setiap enam bulan sekali. 

"Atau mereka bisa sewaktu-waktu diminta melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya bila dibutuhkan," demikian isi Pasal 11. 

Baca Juga: Penyidikan Korupsi BLBI Disetop KPK, Mahfud: Pemerintah Kejar Asetnya

2. MA nyatakan kasus BLBI bukan perbuatan pidana melainkan perdata

Mahfud: Aset BLBI yang Diburu Satgas Nilainya Lebih dari Rp110 TriliunIlustrasi Syamsul Nursalim (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam keterangan video itu, Mahfud juga meluruskan persepsi yang menyebut aspek pelanggaran pidana di perkara BLBI dihilangkan. Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, bukan dihilangkan melainkan MA menyatakan kasus BLBI masuk ke ranah perdata. Konsekuensinya, para tersangka tak bisa diancam dengan hukuman fisik. 

"Nah, bila masyarakat masih memiliki data yang lain (mengenai kasus BLBI) silakan ke KPK. Itu kan ranahnya pidana. Bagi kami, negara harus selamatkan uang Rp109 triliun. Meskipun rugi (karena nominalnya sudah tak lagi sama), tetap saja kucuran dana yang diberikan tahun 1998 itu harus diselamatkan," kata Mahfud. 

Ia pun menyebut kasus korupsi BLBI merupakan 'limbah' di masa lalu dan masih harus diurus Pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo. Ketika itu, Indonesia sedang dilanda krisis moneter dan pemerintah memutuskan bank-bank harus diselamatkan. 

"Sesudah itu, pemerintah menyelamatkan bank dan diberi dana. Pada 2004 itu harus diselesaikan," ujarnya. 

Lantaran dianggap sudah selesai mengembalikan uang negara, maka BPPN ketika itu mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL). Belakangan, setelah ditelusuri masih ada tersisa Rp4,5 triliun dana yang belum dikembalikan ke negara oleh Sjamsul dan Itjih. 

3. Pemerintah bantah melindungi pihak tertentu dalam kasus BLBI

Mahfud: Aset BLBI yang Diburu Satgas Nilainya Lebih dari Rp110 TriliunMenkopolhukam Mahfud MD memberikan keterangan pers usai acara silaturahmi bersama para tokoh di Sumut, Kamis (3/7) malam. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Mahfud juga membantah bila ada yang menuding pemerintah tengah melindungi pihak tertentu dalam perkara BLBI. Tudingan itu sering terlontar lantaran kasus ini sempat menyeret nama Megawati Soekarnoputri. Namun, berdasarkan keterangan di persidangan, Mega yang ketika itu menjadi Presiden kelima RI tak terlibat dalam perkara BLBI. 

"Kami hanya bertugas untuk meneruskan (pengejaran aset) dan tidak ada sama sekali (niat) untuk melindungi orang atau memojokan orang. Tidak ada," tutur Mahfud. 

Daftar mengenai aset-aset milik Sjamsul dan Itjih, kata dia, sudah ada sejak 2004 lalu. Kini, pemerintah tinggal melakukan uji hukum dan memburunya agar bisa dikembalikan ke negara. 

Ia pun menjanjikan cara kerja satgas itu akan transparan. Masyarakat, kata Mahfud, berhak tahu perkembangan kinerja satgas tersebut.

"Nanti, kan akan ada pemanggilan-pemanggilan. Kemudian, akan diumumkan uangnya berapa yang bisa langsung dieksekusi," kata dia. 

Menurut Mahfud, setelah ditelusuri, tidak semua aset dalam perkara tersebut bisa langsung ditarik ke kas negara. Sebab, dari nilai aset yang mencapai lebih dari Rp110 triliun itu tidak semuanya berbentuk uang tunai. Ada pula berbentuk sertifikat bangunan. 

"Bisa jadi juga setelah ditelusuri ternyata bangunan yang tertulis tidak sesuai dengan data di sertifikat. Ada juga yang baru menyerahkan surat pernyataan tetapi dokumen pengalihan (aset) belum ditandatangani dan diserahkan ke negara," ungkapnya. 

Baca Juga: Susunan Anggota Satgas Pemburu Aset BLBI: Dari Mahfud hingga Luhut

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya