Mahfud MD Klaim Kapal China di Laut Natuna Mundur Saat Jokowi Datang 

China klaim ZEE di Laut Natuna Utara masuk wilayah mereka

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengklaim kapal-kapal China yang wara-wiri pada awal 2020 lalu di Laut Natuna Utara mundur usai mengetahui adanya kedatangan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan dirinya ke area tersebut. Jokowi, kata Mahfud mengatakan bahwa wilayah Natuna Utara masuk dalam area kedaulatan Indonesia.

"Jadi, mengerikan bagi mereka bahwa kita ada. Maka mereka semua mundur, mundur," ujar Mahfud di atas KRI Semarang ketika melakukan kunjungan ke Kabupaten Natuna dan dikutip dari keterangan tertulis pada Kamis (25/11/2021). 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyadari bahwa gangguan pun masih tetap berdatangan meski tahun lalu area Natuna telah dikunjungi oleh Jokowi. Salah satunya yang kerap lalu lalang dan tertangkap satelit adalah kapal riset China, Hai Yang Di Zhi 10. 

Untuk meminimalisasi gangguan di Laut Natuna Utara, maka pemerintah akan melakukan penguatan, seperti memperkuat pertahanan di laut, darat dan udara. Selain itu, mengatur pemangku kepentingan kelautan dalam menangani gangguan yang muncul dari luar.

"Pemerintah telah mengidentifikasi gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Di belahan barat (gangguan yang teridentifikasi) yaitu di Natuna. Karena masuknya kapal- kapal dan perahu asing, baik itu  yang berbendera, maupun yang gelap," kata dia. 

Apakah hal itu membuat China dan negara asing lainnya gentar agar tidak bermain-main dengan kedaulatan Indonesia?

1. Pemerintah akan meningkatkan pembangunan multi dimensi bagi masyarakat perbatasan

Mahfud MD Klaim Kapal China di Laut Natuna Mundur Saat Jokowi Datang Personel Bakamla menangkap dua kapal penangkap ikan asal Malaysia pada Rabu, 24 Maret 2021 (Dokumentasi Bakamla)

Mahfud menjelaskan, memperkuat pertahanan dan keamanan, tidak hanya dilakukan dari luar tetapi juga dari dalam. Makanya, ke depan, pemerintah bakal meningkatkan pembangunan yang bersifat multi dimensi agar kehidupan sosial masyarakat di area perbatasan meningkat. 

Hal ini, kata Mahfud menjadi bukti bahwa negara berkomitmen untuk mengelola kawasan perbatasan, terutama wilayah pulau-pulau kecil luar (PPKT) di Indonesia. "Jadi, bukan hanya membangun kekuatan aparat penegak hukum pertahanan dan keamanan di laut, tapi lebih dari itu. Presiden mengatakan, misalnya, berapa pun yang kita sediakan baik senjata, tentara, hingga polisi di sana, namun kalau di bidang sosial ekonomi tidak dibangun, ya tidak akan efektif menjaga negara," kata Mahfud. 

Meski begitu, penjagaan di area perbatasan, kata dia, tidak akan dilonggarkan. Sesuai dengan pesan yang pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi, pengawasan dan patroli tetap rutin dilakukan. 

"Selain itu, pemerintah akan melakukan pembangunan di bidang ekonomi. Karena kalau kehidupan di Laut Natuna itu hidup, maka keutuhan kita akan terjaga," tuturnya lagi. 

Baca Juga: Bakamla Usul Kirim Komcad Nelayan ke Laut Natuna Utara 

2. China bolak-balik melintas di ZEE Laut Natuna Utara sebagai pesan mereka kuasai area itu

Mahfud MD Klaim Kapal China di Laut Natuna Mundur Saat Jokowi Datang Kapal Coast Guard China-5202 membayangi KRI Usman Harun-359 saat melaksanakan patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia, utara Pulau Natuna. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Sementara, dari sudut pandang Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, tidak ada masalah bila kapal perang Negeri Tirai Bambu wara-wiri di teritori ZEE Laut Natuna Utara. Selama, mereka tidak melakukan aktivitas militer. Sebab, ZEE adalah wilayah perairan internasional sehingga siapapun boleh melintas di sana. 

Namun, ia menggaris bawahi Indonesia berhak memanfaatkan sumber daya alam yang terbenam di ZEE Laut Natuna Utara. Maka, nelayan lokal sebaiknya tetap melaut di sana.

TNI Angkatan Laut pun dalam catatan Hikmahanto boleh memasuki ZEE di Laut Natuna Utara. Hal itu memungkinkan dilakukan bila ditemukan ada kapal asing yang melakukan pencurian ikan. 

"Mereka hadir dalam rangka menegakan hukum misalnya dengan menangkap ilegal fisher, itu dibolehkan di dalam undang-undang," kata Hikmahanto ketika dihubungi pada 17 September 2021 lalu. 

Namun, yang menjadi permasalahan, sikap China yang kerap bolak-balik di ZEE Laut Natuna Utara lantaran masih berkukuh area tersebut masuk ke dalam teritorinya. Hal itu sesuai dengan klaim sepihak China yang disebut "sembilan garis putus-putus."

"Sehingga, mereka ingin mengatakan bahwa kami menguasai area ini," tutur dia. 

Maka, tak heran bila menimbulkan tanda tanya kapal perang China melintasi ZEE Laut Natuna Utara dalam rangka apa. Hikmahanto menduga karena ingin mengirimkan pesan area tersebut masuk ke dalam teritorinya.

Di sisi lain, ia mengatakan agar para nelayan tidak perlu takut dan tetap melaut saja di Laut Natuna Utara. Lalu, di belakangnya dibantu diamankan dengan kehadiran kapal-kapal dari Badan Keamanan Laut (Bakamla). 

"Karena Indonesia kan bergantung kepada para nelayannya. Pemerintah kan gak mungkin memancing, yang memancing ikan pasti nelayan kita. Kalau kemudian mereka ditangkap (oleh China) atas dasar apa, kan Indonesia mengakui ZEE," ungkap pria yang kini menjadi rektor di Universitas Jenderal A. Yani. 

3. Indonesia kerap bingung bila hadapi kapal asing melintasi Laut Natuna Utara

Mahfud MD Klaim Kapal China di Laut Natuna Mundur Saat Jokowi Datang Bakamla RI mengusir kapal coast guard Tiongkok di Laut Natuna Utara (Dokumentasi Bakamla)

Sementara, dalam sudut pandang anggota komisi I dari fraksi Partai Golkar, Bobby Adhito Rizaldi, apa yang dilakukan oleh militer China sudah terjadi sejak 2016 lalu. Tetapi, pada praktiknya di lapangan Indonesia kerap gagap. 

Ia mengatakan idealnya dalam menghadapi kapal coast guard asing maka harus dihadapi juga oleh kapal coast guard. Sayangnya, kata Bobby, Bakamla belum sepenuhnya dijadikan nasional coast guard Indonesia.

Padahal, pada ketika melantik Aan Kurnia sebagai Kepala Bakamla pada Februari 2020 lalu, Jokowi sudah berjanji akan melakukan reformasi di instansi tersebut. Bakamla akan diperkuat dan dijadikan pasukan penjaga pantai nasional dan diakui otoritasnya oleh dunia internasional. 

"Nah, sekarang kalau Bakamla ingin dijadikan national coast guard ya harus diberikan payung hukum yang lebih kuat dan diperkuat lagi. Nah, ini dibutuhkan keinginan dari pemerintah. Bukan hanya satu sub bab di dalam undang-undang kelautan," ungkap Bobby kepada media di hari yang sama.

Saat ini, posisi Bakamla, kata Bobby serba salah. Ibarat polisi lalu lintas, Bakamla hanya bisa menangkap tetapi tidak bisa menilang pelanggar lalin. Selama ini, Bakamla cuma bisa menangkap kapal asing yang melakukan pelanggaran di laut, tetapi mereka tak punya kewenangan untuk melakukan penyelidikan. 

"Kalau gak bisa menilang, lalu penegakan hukumnya gimana? Ya, akhirnya TNI lagi yang dikirim. Lima KRI (Kapal Perang Indonesia) dikirim lagi. Tapi, kalau kapal TNI yang dikirim tidak bisa menghalau karena bisa dikatakan aneksasi militer," kata dia. 

Sehingga, menurut Bobby permasalahan ini kerap berulang karena tidak ada kekompakan di pemerintah siapa yang dijadikan sebagai pasukan penjaga perbatasan pantai (national coast guard). 

Baca Juga: Bakamla: Ribuan Kapal Asing Masuk ke Laut Natuna, Termasuk dari China

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya