Mahfud: Perppu Gugurkan Status Inkonstitusional UU Cipta Kerja

Ahli tata negara sebut langkah Jokowi culas dalam demokrasi

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022, menggugurkan status inkonstitusional atas UU nomor 11 tahun 2020 mengenai Cipta Kerja. Sebab, menurut Mahfud, dengan diterbitkannya Perppu maka sudah ada perbaikan di dalam UU Cipta Kerja. 

Sebelumnya, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 91/PUU-XVIII/2020, hakim menyatakan bahwa UU Cipta Kerja dianggap inkonstitusional bersyarat. Maka, undang-undang tersebut harus diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun dengan melibatkan partisipasi publik. 

"Begini, inkonstitusional bersyarat artinya suatu (undang-undang) dinyatakan inkonstitusional sampai dipenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu itu dipenuhi di dalam undang-undang. Tetapi, karena ada kebutuhan mendesak maka kita tidak bisa menunggu sampai ada undang-undang baru," ungkap Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat pada Jumat, (30/12/2022). 

Menurut Mahfud, Perppu bisa saja dikeluarkan bila ada alasan yang mendesak. Alasan mendesak tersebut sudah dipaparkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto. Ketua Umum Partai Golkar itu menyebut pengusaha membutuhkan kepastian hukum dan keberlanjutan UU Cipta Kerja. 

"Tetapi, hampir seluruh ahli hukum sependapat, menjadi hak subyektif presiden untuk mengeluarkan Perppu," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. 

Namun, benar kah Perppu bisa menggantikan UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK?

Baca Juga: Jokowi Ungkap Alasan Terbitkan Perppu Cipta Kerja di Akhir 2022

1. Ahli hukum tata negara menilai pernyataan Mahfud sangat keliru

Mahfud: Perppu Gugurkan Status Inkonstitusional UU Cipta KerjaAhli di bidang tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti (www.pshk.or.id)

Sementara, menurut ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti pernyataan Mahfud yang menyebut Perppu bisa menggugurkan status inkonstitusional dari UU Cipta Kerja sebelumnya sangat keliru. Bivitri menjelaskan seharusnya pembuat undang-undang yakni pemerintah dan DPR menjawab instruksi dari MK.

Pertama, mereka harus memperbaiki metode omnibus law, kedua, dalam proses perbaikan undang-undang harus melibatkan partisipasi publik. "Kalau pemerintah dan DPR bisa membuat undang-undang yang baru sebelum deadline, itu bagus. Tetapi, prosesnya harus sesuai dengan instruksi MK itu. Artinya, partisipasi bermaknanya harus ada. Sedangkan, Perppu ini tidak ada partisipasi bermakna," ungkap Bivitri kepada IDN Times melalui telepon pada Jumat, (30/12/2022). 

"Jadi, menurut saya, pendapat Pak Mahfud, ngaconya luar biasa! Dia keliru memahami dan patut disayangkan, dia yang pernah menjabat sebagai Ketua MK kok tidak paham makna dari putusan uji formil," tutur dia lagi. 

Ia menambahkan Perppu Cipta Kerja nomor 2 tahun 2022 mulai berlaku setelah resmi diundangkan. Proses selanjutnya, kata Bivitri, DPR wajib membahas Perppu tersebut. 

"DPR bisa menerima atau tidak menerima Perppu itu sebagai undang-undang," ujarnya. 

Menurut Bivitri, yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo adalah langkah culas dalam sistem demokrasi. 

Baca Juga: Terbitkan Perppu Cipta Kerja, Mahfud: Lama Bila Lewati Prosedur Normal

2. Bivitri menduga kuat pembahasan Perppu Cipta Kerja sudah lama dilakukan

Mahfud: Perppu Gugurkan Status Inkonstitusional UU Cipta KerjaPasal-Pasal Krusial Omnibus Law, UU CIpta Kerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, menurut Bivitri, pembahasan mengenai Perppu Cipta Kerja diduga kuat sudah lama dilakukan. Sehingga, tidak ada kepentingan apapun yang memaksa sehingga harus dibuat Perppu. Bahkan, salah satu skenarionya diduga kuat dimulai dari pemecatan Hakim MK, Aswanto dan digantikan oleh Guntur Hamzah. 

"Jadi, saya menduga semua langkah itu disiapkan untuk ini semua (mengesahkan Perppu Cipta Kerja)," kata Bivitri. 

Ia menambahkan meski sudah dibuat Perppu, tetapi saja poin-poin yang diminta oleh MK untuk diperbaiki harus dipenuhi. Salah satunya membahas poin di dalam aturan tersebut dengan melibatkan partisipasi publik. 

"Jadi, itu yang harusnya diulang prosesnya. Perppu itu kan jauh dari mencerminkan partisipasi bermakna karena mekanismenya harus sesuai di dalam pasal 22 di dalam UUD, bukan pasal 20 UUD," tutur dia. 

3. Perppu Cipta Kerja dibuat atas desakan pengusaha

Mahfud: Perppu Gugurkan Status Inkonstitusional UU Cipta KerjaSidang putusan gugatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Lebih lanjut, menurut Bivitri, keadaan mendesak bukan datang dari luar Indonesia. Desakan itu muncul dari pengusaha yang gamang lantaran tak ada kepastian terkait implementasi UU Cipta Kerja. 

"Karena bedakan antara desakan pengusaha, kegentingan pengusaha, dengan kegentingan yang diisyaratkan dalam pasal 22 UUD 1945. Aturan itu kan yang dijadikan dasar untuk mengeluarkan Perppu. Kalau dilacak pasal 22 UUD 1945 dibuat karena ada situasi yang dialami oleh Indonesia sendiri," tutur dia. 

Ia memberikan contoh negara terdekat Indonesia berperang sehingga dampaknya terasa hingga ke Tanah Air, maka DPR nya tidak bisa menggelar sidang. Sementara, bila tahun depan terjadi resesi ekonomi, parlemen tetap bisa menggelar sidang dan membahas undang-undang. 

"Jadi, kegentingan memaksa seperti yang dibayangkan oleh pembuat UUD dan para pendiri bangsa ini, situasi ini gak ada sebenarnya. Karena resesi ekonomi tidak tepat dijadikan alasan untuk mengeluarkan Perppu. Kan tidak tiba-tiba hari ini resesi lalu keesokan harinya negara ini akan bangkrut," ujarnya. 

Ia juga menduga kuat sejak awal pemerintah tidak memiliki itikad baik dengan menerbitkan Perppu di hari terakhir kerja tahun 2022. "Mungkin untuk meredam aksi protes yang mungkin terjadi itu makanya diumumkan di suasana sedang libur," katanya. 

Baca Juga: Hakim MK Nilai UU Ciptaker Bertentangan dengan UUD 1945 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya