Mahfud: Polri Butuh Direformasi Tapi Jangan di Bawah Kemendagri

Ia bakal usulkan Kadiv Propam tak punya kuasa besar

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengakui bakal mengusulkan kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo agar dilakukan reformasi internal di tubuh Polri. Hal itu dilakukan agar tingkat kepercayaan publik ke Polri bisa kembali pulih usai carut marut akibat kasus Irjen (Pol) Ferdy Sambo. 

"Habis ini saya akan menyiapkan memorandum kepada presiden untuk penataan Polri dilakukan secara internal saja. Gak usah ada perubahan undang-undang, status Polri di bawah kementerian. Kalau itu yang terjadi bakal gaduh. Saya tahu ini pasti bakal gaduh," ungkap Mahfud secara blak-blakan ketika berbicara di program siniar Akbar Faizal dan dikutip dari YouTube pada Jumat, (19/8/2022). 

Ia menyadari desakan yang ia dengar lebih keras dari itu. Sejumlah pihak mendesak supaya Polri diletakan berada di bawah kementerian tertentu. Tujuannya, agar tidak menjadi lembaga super body seperti yang sekarang terjadi. Individu yang mengusulkan itu adalah Mantan Kepala Lemhanas, Agus Widjojo. 

"Itu sudah lama sebenarnya (usulnya). Kita di Lemhanas sudah bicara itu terus dan itu disambut oleh masyarakat. Jadi, letakan lah kepolisian itu di bawah Kejaksaan Agung atau Kementerian Dalam Negeri atau Kemenkum HAM. Seperti TNI di bawah Kementerian Pertahanan," tutur dia. 

Ada pula usulan agar diangkat satu Menteri Keamanan yang bermitra dengan Menteri Pertahanan. Menteri ini bertugas membuat kebijakan. Sedangkan, pelaksana kebijakannya adalah kepolisian. 

"Pikiran semacam itu sudah banyak. Tapi, praktiknya sulit dan lama. Ranjau-ranjaunya banyak. Sudah lah lebih baik reformasi internal saja. Restruktur internal tapi kita beri pintu," katanya lagi. 

Kapan rekomendasi itu bakal disampaikan oleh Mahfud ke presiden?

1. Mahfud akan usulkan penanganan polisi bermasalah tak hanya ditangani oleh Kadiv Propam saja

Mahfud: Polri Butuh Direformasi Tapi Jangan di Bawah KemendagriMenkopolhukam Mahfud MD memberikan keterangan pers usai acara silaturahmi bersama para tokoh di Sumut, Kamis (3/7) malam. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Mahfud menjelaskan, Divisi Propam di Mabes Polri adalah satu divisi yang memiliki kewenangan untuk menghukum polisi yang bermasalah. Mereka diberikan kewenangan menerima aduan dari masyarakat bila dalam tugasnya personel kepolisian bekerja tidak sesuai aturan. 

"Sebagai divisi, ada deputi-deputi yang berada di bawah Sambo. Mulai dari menyelidiki, memeriksa, memerintah untuk menghukum, mengeksekusi hukuman, memindah personel Polri hingga memecat. Namun, itu semua harus atas persetujuan Pak Sambo. Semua kewenangan itu tunggal dipegang oleh satu orang. Makanya, Pak Sambo itu meski (jenderal) bintang dua, tapi seperti bintang lima," tutur dia. 

Ia pun mengusulkan ke depan agar mekanisme itu dirombak. Mahfud menyarankan agar orang yang memberikan persetujuan untuk memeriksa dan menghukum personel Polri yang bermasalah, adalah orang yang berbeda. 

"Sehingga, orang-orang tersebut kewenangan dan jabatannya disejajarkan saja dengan Sambo. Itu pikiran sementara saya ya. Agar tidak ada di satu tangan," katanya. 

Ia bahkan mendengar saking berkuasanya Sambo, jenderal bintang tiga di Mabes Polri pun takut terhadap mantan Kadiv Propam tersebut. Lantaran kekuasaannya dulu demikian besar. 

Baca Juga: Mahfud Bongkar Sepak Terjang Sambo: Dia Ditakuti di Polri, Punya Geng 

2. Polri legowo membolehkan TNI ikut terlibat dalam proses autopsi ulang

Mahfud: Polri Butuh Direformasi Tapi Jangan di Bawah KemendagriProses ekshumasi atau pembongkaran makan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J untuk keperluan autopsi ulang, Rabu (27/7/2022). (IDN Times/ Deryardli Tiarhendi)

Di dalam program itu, Mahfud mengakui untuk kali pertama, Polri melibatkan TNI untuk melakukan visum et repertum. Langkah itu terpaksa dilakukan lantaran publik dan keluarga Brigadir J tidak percaya terhadap hasil autopsi pertama yang dilakukan di RS Polri Kramat Jati. 

"Itu menurut saya bagian dari keterbukaan Pak Listyo Sigit untuk menampung aspirasi dan usul-usul. Terlepas dari fakta Polri tak lagi bisa mengelak. Karena pada waktu itu harus dilakukan ekshumasi dan wajib dilakukan oleh pihak luar, tak boleh (dilakukan) oleh Polri," ujar Mahfud. 

Dalam proses ekshumasi, dipimpin oleh tim dari RSPAD. Keluarga pun dibolehkan mengirimkan perwakilan tenaga kesehatan untuk ikut dalam proses autopsi ulang. 

"Kan sejak saat itu Polri makin sulit mengelak. Ketika ada yang mengatakan bahwa hasil autopsi hanya boleh dibuka dengan adanya perintah pengadilan, justru buat orang semakin curiga," katanya. 

Mahfud juga mendapatkan informasi bahwa Jokowi marah besar ketika di awal kematian Brigadir J, pengusutannya berjalan lambat. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bahkan memerintahkan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo agar segera bertindak cepat. 

"Wajah Presiden terlihat keruh kalau berbicara mengenai kasus Polri," tutur dia. 

3. Penetapan Ferdy Sambo jadi tersangka penuh perdebatan para jenderal

Mahfud: Polri Butuh Direformasi Tapi Jangan di Bawah KemendagriKadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Mahfud turut menjelaskan bahwa tim khusus tidak mudah membalik skenario dari baku tembak menjadi pembunuhan. Padahal, usai dilakukan autopsi ulang pada 27 Juli 2022 lalu sudah dapat dipastikan bahwa hal tersebut pembunuhan. Tetapi, di lapangan, Polri justru masih memproses laporan yang dibuat oleh Sambo dan Putri Candrawathi mengenai dugaan upaya pelecehan seksual dan pembunuhan. 

Kedua laporan tersebut baru disetop oleh Bareskrim Mabes Polri pada 12 Agustus 2022 lalu. Alasannya, tidak terdapat tindak pidana di dalam kedua laporan tersebut. 

Bukti kedua, sulitnya membalikan skenario itu adanya tarik menarik ketika Mabes Polri hendak mengumumkan Sambo menjadi tersangka. Padahal, publik sudah menunggu pada 9 Agustus 2022 lalu sejak pagi. 

"Lalu, tiba-tiba ditunda menjadi jam 13:00, ditunda menjadi jam 16:00 lalu ditunda lagi. Karena itu tidak mudah mengambil keputusan," tutur dia. 

Mahfud tidak dapat mengonfirmasi soal informasi adanya ancaman seorang jenderal bintang 3 yang bakal mundur seandainya Sambo ketika itu tak ditetapkan sebagai tersangka. Ia hanya mendapat informasi dari Ketua Harian Kompolnas, Irjen (Pol) Purn Benny J. Mamoto, bahwa ketegangan semacam itu hal biasa. Sebab, masing-masing pihak berkukuh pada argumen masing-masing.

https://www.youtube.com/embed/TeFW8PrEOig

Baca Juga: Cerita Mahfud Tegur Benny Mamoto karena Percaya Skenario Ferdy Sambo

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya