Mahkamah Agung Korting Vonis untuk Advokat Lucas Jadi Tiga Tahun 

Sebelumnya di pengadilan tinggi, Lucas divonis 5 tahun bui

Jakarta, IDN Times - Terdakwa advokat Lucas akhirnya masuk ke dalam jajaran individu yang mendapat potongan hukuman dari Mahkamah Agung. Hakim agung memotong vonis Lucas dari semula lima tahun menjadi tiga tahun. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah pada Selasa (17/12). 

Amar putusan majelis hakim yang dikeluarkan pada (16/12) berisi menolak kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum KPK. Majelis hakim juga menolak kasasi Lucas namun dengan perbaikan. 

"(Ada) pertimbangan untuk Lucas, perkaranya nomor berapa saya belum tahu. Perkara MA ada 20 ribu tahun ini. Tidak mudah untuk mengingat satu per satu," kata Abdullah seperti dikutip kantor berita Antara pada hari ini. 

Perkara kasasi Lucas disidang oleh tiga hakim agung yakni Surya Jaya, Krisna Harahap dan Mohamad Askin. Abdullah meminta putusan dari MA tidak dikait-kaitkan dengan dugaan apapun yang tidak terkonfirmasi. 

Lalu, apa komentar KPK ketika mengetahui tahanan mereka lagi-lagi diberi korting hukuman oleh MA?

1. KPK geram karena setelah era Artidjo Alkostar, MA sering memotong hukuman terdakwa kasus korupsi

Mahkamah Agung Korting Vonis untuk Advokat Lucas Jadi Tiga Tahun (Wakil Ketua KPK Laode M Syarif) IDN Times/Aldilla Muharma

Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif mengatakan Mahkamah Agung kini sudah berubah usai ditinggal pensiun hakim Artidjo Alkostar. 

"Mahkamah Agung sekarang menjadi tukang potong hukuman koruptor setelah Pak Artidjo meninggalkan MA," kata Syarif melalui pesan pendek kepada IDN Times pada hari ini. 

Sebelumnya, MA juga memotong hukuman bagi terdakwa kasus korupsi PLTU Riau-1, Idrus Marham. Mantan Mensos itu kini tinggal menjalani vonis dua tahun bui dari sebelumnya lima tahun. 

Abdullah menjelaskan penggunaan pasal yang diterapkan untuk Idrus keliru.

Menurut Abdullah, Idrus tidak terbukti menerima duit suap, tapi menggunakan pengaruhnya sebagai Plt Ketua Umum Golkar untuk bisa mempengaruhi proyek PLTU di Riau. 

"Menurut majelis hakim kasasi kepada terdakwa lebih tepat diterapkan dakwaan melanggar pasal 11 UU Tipikor yaitu menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai Plt Ketua Umum Golkar," kata Abdullah ke media pada (4/12) lalu. 

Baca Juga: Alasan MA Diskon Vonis Bagi Idrus Marham: Penerapan Pasalnya Keliru

2. Organisasi ICW menilai MA tidak berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi

Mahkamah Agung Korting Vonis untuk Advokat Lucas Jadi Tiga Tahun IDN Times/Hana Adi Perdana

Kegeraman juga disampaikan oleh organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW bidang monitoring peradilan, Kurnia Ramadana mengatakan sudah sejak lama MA memberikan vonis ringan bagi terdakwa kasus korupsi. 

"Berdasarkan catatan ICW sepanjang tahun 2018, rata-rata vonis untuk terdakwa kasus korupsi hanya menyentuh angka 2 tahun 5 bulan penjara," ujar Kurnia melalui keterangan tertulis pada hari ini. 

Tren serupa juga terlihat untuk vonis Peninjauan Kembali (PK). ICW mencatat sepanjang 2007 hingga 2018, ada 101 napi kasus korupsi yang telah dibebaskan oleh MA. 

"Selain itu, di tahun 2019, ada dua putusan kontroversial yang dibuat oleh lembaga peradilan. Pertama, vonis lepas terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung oleh MA dan kedua, vonis bebas terdakwa kasus suap pembangunan PLTU Riau-1, Sofyan Basyir," tutur dia lagi. 

3. Terpidana kasus korupsi berbondong-bondong mengajukan peninjauan kembali usai Artidjo Alkostar pensiun

Mahkamah Agung Korting Vonis untuk Advokat Lucas Jadi Tiga Tahun (Mantan hakim agung Artidjo Alkostar) IDN Times/Santi Dewi

Kurnia pun sepakat dengan pendapat Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif mengenai fenomena terpidana kasus korupsi yang berbondong-bondong mengajukan peninjauan kembali usai hakim agung Artidjo Alkostar pensiun. ICW mencatat saat ini ada 23 terpidana kasus korupsi yang ditangani oleh komisi antirasuah sedang mengajukan PK di MA. Mereka antre untuk menunggu keputusan. 

Salah satu terpidana kasus korupsi itu adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. 

"Sehingga mudah saja bagi publik untuk membangun teori kausalitas (sebab akibat) antara pensiunnya Artidjo dengan maraknya vonis ringan dan narapidana kasus korupsi mengajukan upaya hukum PK," tutur Kurnia. 

Di tangan Artidjo, vonis bagi terdakwa kasus korupsi dibuat lebih berat. Maka, tak heran apabila menurut ICW, lembaga peradilan MA dinilai tak berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi. Sebab, akhir-akhir ini mereka malah memberikan diskon hukuman bagi terdakwa kasus korupsi. 

"Jika situasi ini terus terjadi, maka menjadi paket pelengkap pelemahan terhadap KPK di tahun 2019," kata dia. 

Oleh sebab itu, ICW menuntut tiga hal. Pertama, agar ketua MA selektif dalam menentukan komposisi majelis hakim yang akan menyidangkan setiap kasus korupsi. Kedua, KPK dan Komisi Yudisial mengawasi jalannya persidangan perkara korupsi di tingkat kasasi atau peninjauan kembali. 

"Ketiga, majelis hakim di MA harus menolak seluruh permohonan peninjauan kembali dari para terpidana kasus korupsi," ujarnya lagi. 

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

https://www.youtube.com/embed/5UWVlYf4CKQ

Baca Juga: [WAWANCARA KHUSUS] Artidjo: Rakyat Terhina Lihat Koruptor Tertawa

Topik:

Berita Terkini Lainnya