Marty Natalegawa: Pertemuan AS-Korut Penting Bagi Asia Pasifik

Indonesia ikut diuntungkan dari pertemuan Trump-Jong Un, lho

Jakarta, IDN Times - Pertemuan bersejarah antara Presiden Donald Trump dengan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-Un akhirnya terjadi pada Selasa (12/6) di Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura. Dikatakan bersejarah, karena ini menjadi pertemuan pertama antara pemimpin Negeri Paman Sam dengan Korut. Apalagi sebelumnya, pertemuan itu sempat dibatalkan sepihak oleh Trump. Tapi, tiba-tiba secara sepihak juga dinyatakan kembali oleh Trump kalau pertemuan itu tetap terjadwal. 

Sementara, bagi Jong-Un, ia menantikan pertemuan tersebut. Bahkan, untuk memastikan apakah pertemuan itu tetap berjalan sesuai jadwal, 'tangan kanan' Jong-Un, Kim Jong-Chol, membawa surat yang dimasukan ke dalam amplop besar dan diantarkan secara langsung ke Gedung Putih pada (1/6) lalu. Kunjungan Jong-Chol ke Gedung Putih juga bersejarah, karena mantan kepala badan intelijen militer itu menjadi pejabat Korut pertama yang berkunjung ke sana dalam 18 tahun terakhir. 

Singapura sendiri turut disorot dunia karena bersedia menjadi tuan rumah pertemuan bersejarah itu. Namun, gak tanggung-tanggung, untuk bisa menjadi tuan rumah, Negeri Singa mengeluarkan biaya sekitar S$ 20 juta atau setara Rp 205 miliar. Sebagian besar dari biaya itu digunakan untuk keamanan. Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan, karena pertemuan tingkat tinggi itu menjadi pusat perhatian dunia maka standard keamanan ditingkatkan lagi. 

Lalu, apa manfaat yang dirasakan Indonesia dari pertemuan ini? Jangan-jangan Indonesia hanya menjadi penonton aja. 

1. Pertemuan AS-Korut akan ciptakan perdamaian di Asia Pasifik

Marty Natalegawa: Pertemuan AS-Korut Penting Bagi Asia PasifikChannel News Asia

Menurut Menlu periode 2009-2014, Marty Natalegawa, walau Indonesia gak menjadi tuan rumah dari pertemuan tersebut, tapi bukan berarti Indonesia gak ikut merasakan keuntungannya. Pertemuan bersejarah di antara keduanya diprediksi akan berkontribusi terhadap perdamaian di kawasan Asia Pasifik.

"Kawasan Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, Korea Utara dan Tiongkok) akan mendapat manfaat dari perdamaian di kawasan. Dan itu turut dirasakan oleh Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Dengan adanya perdamaian maka negara tersebut bisa berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga, kini kita bisa berbicara bahwa penggerak motor perekonomian dunia datang dari kawasan Asia Pasifik," ujar Marty ketika berbicara kepada IDN Times melalui telepon pada Selasa (12/6).

Marty menyambut baik pertemuan kedua pemimpin dunia tersebut, sebab selama ini keduanya diketahui sering melempar pernyataan di ruang publik gak segan-segan menyelesaikan konflik dengan berperang. Bahkan, ada satu cuitan Trump yang seolah gak takut untuk mengadu senjata nuklir milik Negeri Paman Sam dengan milik Korut.

Pria yang sempat menjadi Wakil Tetap Indonesia untuk PBB itu mengingatkan situasi di Semenanjung Korea masih sangat dinamis. Sebab, Korea Utara dan Korea Selatan hanya meneken gencatan senjata. Artinya, perang bisa saja berkobar kapan pun. Isu perdamaian yang belum utuh di Semenanjung Korea kemudian dianggap sebagai sesuatu yang lumrah karena sudah terlalu lama berlangsung.

"Bayangkan kalau Korut memperoleh senjata nuklir dan ada negara lain yang merasa terancam, tentu itu akan berdampak ke kawasan Asia Pasifik termasuk ke negara kita," katanya lagi.

2. Marty menilai pertemuan kedua pemimpin adalah sesuatu yang penting

Marty Natalegawa: Pertemuan AS-Korut Penting Bagi Asia Pasifikwww.twitter.com/@Scavino45

Marty mengatakan pertemuan di antara kedua pemimpin tentu gak berjalan dengan mudah. Proses menuju perdamaian akan dilalui dengan pasang surut dan kendala. Menurut Marty itu merupakan suatu keniscayaan. Yang terpenting, kata Marty, ini merupakan perkembangan yang sangat penting, sebab tak terbayang sebelumnya Trump dan Kim Jong-Un bersedia duduk satu meja untuk berdialog.

"Yang penting, kedua belah pihak sekarang, melalui pertemuan hari ini nampaknya sudah ada komitmen untuk mengedepankan jalur diplomasi. Terlepas dari apa pun yang dibicarakan dan disepakati nantinya, saya yang kira yang dikedepankan adalah kedua pemimpin mau menggunakan diplomasi untuk mengelola permasalahan-permasalahan yang ada di hadapan mereka," kata Marty.

Kedua pemimpin sekitar pukul 13:00 waktu setempat menandatangani sebuah kesepakatan yang berisi empat poin, yakni fokus kepada kebutuhan untuk memperbarui jalinan baru hubungan kedua negara, membangun perdamaian di area Semenanjung Korea, penegasan kembali Deklarasi Panmunjom, dan berkomitmen untuk memulangkan napi kasus perang (prisoner of war) yang sudah teridentifikasi.

Trump pun berkomentar dokumen deklarasi itu sangat penting dan komprehensif.

3. Sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia wajib tahu

Marty Natalegawa: Pertemuan AS-Korut Penting Bagi Asia PasifikAFP PHOTO

Posisi Indonesia yang sudah masuk ke dalam anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB justru semakin mengharuskan Indonesia mengetahui isu pertemuan Trump dengan Kim Jong-Un. Sebab, salah satu tanggung jawab sebagai anggota tidak tetap DK PBB yakni memelihara perdamaian dan keamanan internasional.

"Itu adalah tanggung jawab yang ditetapkan oleh PBB. Jadi, suka atau tidak suka kalau sudah ada di dalam lingkaran DK PBB, maka kita harus memiliki sikap terhadap isu apa pun yang diajukan ke forum DK," kata Marty.

Ia mengingatkan jangan sampai Indonesia tidak pro aktif, khususnya menyangkut isu-isu yang terjadi di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara sehingga ditarik oleh kepentingan negara lain.

"Apalagi kalau permasalahan yang dibawa ke DK PBB ini berasal dari negara yang menjadi satu kawasan dengan kita, pasti anggota PBB yang lain akan menoleh ke kita. Oleh sebab itu, Indonesia harus betul-betul informed dan memiliki kebijakan yang konkrit mengenai minimal isu-isu di kawasan terdekat dengan negara kita," tutur Marty.

4. Presiden Korsel juga punya peranan penting di pertemuan Singapura

Marty Natalegawa: Pertemuan AS-Korut Penting Bagi Asia PasifikAFP PHOTO

Marty mengatakan pertemuan yang terjadi di Pulau Sentosa, Singapura, gak terlepas dari peranan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-In. Kim Jong-Un menjadi pemimpin Korut pertama yang akhirnya menyeberang ke Korsel sejak terjadi perang Korea pada tahun 1953 lalu. Pada akhir April lalu, Moon dan Kim bertemu di Seoul, Korsel.

Laman Independent edisi (27/4) menulis Jong-Un sempat melemparkan candaan kepada Moon, kalau Korut gak akan lagi menganggu tidur nyenyak warga Korsel dengan melakukan uji coba rudal. Seorang pejabat tinggi Korsel mengatakan Kim berkomitmen untuk mengakhiri konflik di antara kedua Korea.

Kim juga mengaku bersedia diundang ke Istana Kepresidenan Korsel dan akan mengundang Moon ke Pyongyang. Bahkan, pertemuan keduanya pada akhir April lalu dijanjikan bukan pertemuan yang terakhir. Artinya, akan ada pertemuan serupa di masa mendatang. Sweet ya?

Dari pertemuan kedua pemimpin Korea itu, kemudian bergulir lah pertemuan dengan Trump pada Selasa (12/6). Menurut Marty, sikap yang diambil Presiden Moon benar-benar out of the box.

"Di saat sebagian pihak meragukan itikad baik dari Korut, Presiden Korsel mengambil sikap dan berpikir secara terbuka. Jadi, patut diapresiasi peranan dari kedua Korea itu sendiri," kata dia.

Marty sempat mengungkap adanya sikap Presiden Moon yang spontan ketika bertemu Kim Jong-Un di perbatasan. Ketika Kim bersedia menginjakan kaki di Korsel, Moon justru bertanya kapan ia memiliki kesempatan untuk menjejakan kaki ke Korut. Maka, terjadi lah momen bersejarah itu, Moon pun menjejakan kaki ke Korut.

"Ini sesuatu yang sebelumnya gak direncanakan," kata Marty.

5. Diplomasi mengutamakan proses dan pencapaian kesepakatan

Marty Natalegawa: Pertemuan AS-Korut Penting Bagi Asia Pasifikwww.twitter.com/@Scavino45

Ketika ditanya siapa yang lebih diuntungkan dari pertemuan Kim Jong-Un dan Trump ini, Marty memberikan penilaian yang bijak. Bagi Marty, diplomasi adalah seni untuk mencapai sebuah kesepakatan. Jadi, gak boleh ada salah satu pihak yang merasa dirugikan atau di atas pihak lain.

"Jadi, gak 100 persen kedua pihak bisa bahagia, tapi gak 100 persen pula kedua pihak merasa gak puas. Apa yang sudah dilakukan oleh kedua pemimpin merupakan sesuatu yang un-thinkable. Korea Utara sebagai contoh, mereka sudah mau menghancurkan salah satu fasilitas uji nuklirnya kemarin dan memberikan komitmen bersedia melakukan denuklirisasi," kata Marty.

Intinya, dia menjelaskan, harus ada proses take and give. Diplomasi, katanya lagi, gak bisa langsung terjadi. Semuanya membutuhkan proses hingga akhirnya yang diinginkan kedua belah pihak bisa terwujud.

Baca juga: Jika Amerika-Korea Utara Berkoalisi, Begini Kekuatannya

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya