Memperingati Hari Antikorupsi di Tengah Duka KPK Dilemahkan

Presiden tak memenuhi undangan KPK untuk hadir

Jakarta, IDN Times - Senin, (9/12) menjadi puncak Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati setiap tahun. Tetapi, semangat pemberantasan rasuah tidak lagi sama di tahun ini. Publik memperingatinya di tengah situasi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) direvisi sehingga organisasi itu nyaris tidak lagi punya kewenangan untuk menangkap koruptor. Upaya pengkerdilan kewenangan KPK tersebut dilakukan oleh pemerintah bersama DPR. 

Maka, agaknya itu yang ingin ditunjukan oleh komisi antirasuah dalam peringatan Hakordia tahun ini. Bila puncak Hakordia pada 2018 dilakukan di hotel bintang lima di  Bidakara, maka tahun ini acara tersebut digelar di Gedung KPK. Situasinya tidak meriah seperti tahun lalu. 

Ketua KPK Agus Rahardjo pun mengaku tahun 2019 memang sangat berat. Apalagi momen padamnya kewenangan KPK justru terjadi di akhir masa kepemimpinannya. 

"Memang 2019 menjadi tahun yang sangat berat tetapi kita harus selalu optimistis dan berjuang, saling mengingatkan jangan lupa korupsi masih berjangkit dengan luar biasanya di negeri ini," ujar Agus ketika berpidato pada malam penghargaan Festival Film Antikorupsi 2019, Minggu (8/12) di Ciputra Artpreneur, Kuningan, Jakarta Selatan. 

Acara itu menjadi rangkaian kegiatan Hakordia yang diselenggarakan oleh KPK. Acara lain yang sudah dilakukan yakni pada Jumat (6/12) lalu di halaman Gedung Merah Putih KPK yakni Festival Suara Antikorupsi (SAKSI). Kegiatan serupa digelar lebih meriah tahun lalu lantaran mengundang band Hivi di Plaza Festival.

Uniknya, puncak Hakordia 2019 tidak dibuka oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Padahal, komisi antirasuah sudah mengundang orang nomor satu di negara ini. Acara akan dibuka oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Bila sudah seperti ini, masih perlukah publik memperingati hari Antikorupsi Sedunia?

1. Hakordia diperingati sebagai ajang untuk refleksi upaya pemberantasan korupsi

Memperingati Hari Antikorupsi di Tengah Duka KPK DilemahkanIDN Times/Arief Rahmat

Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa, mengatakan Hakordia tahun ini diperingati dengan tema "Bersama Melawan Korupsi Mewujudkan Indonesia Maju." Cahya pun mengakui ada keterbatasan dan kemampuan organisasi tempatnya bekerja dalam menggelar Hakordia tahun ini. Ia menyadari gedung penunjang sebagai lokasi pembukaan puncak Hakordia tak sanggup menampung kementerian dan lembaga lain yang ingin ikut terlibat kegiatan itu di gedung KPK. 

Pada tahun 2018, lembaga dan instansi pemerintah ikut membuka booth dan stand di Hotel Bidakara. Adapula acara lelang barang sitaan milik koruptor yang bisa diikuti oleh publik. 

"Mengingat keterbatasan kapasitas ruangan dan daya dukung di gedung KPK, melalui surat edaran nomor B/9679/DKM.01/10-14/11/2019, KPK mendorong agar peringatan Hakordia dilakukan oleh kementerian/lembaga sesuai dengan program dan anggaran yang telah direncanakan di wilayah/kantor masing-masing. Konsep dan operasional acara diserahkan kepada masing-masing kementerian/lembaga dan tetap berpegang pada konsep sinergitas, efisiensi dan penyelenggaraannya bebas dari korupsi," ujar Cahya ketika memberikan keterangan keterangan pers di gedung KPK pada Jumat pekan lalu. 

Namun, dari sudut pandang peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Charles Simabura, Hakordia pada tahun ini memang tidak perlu dirayakan secara gegap gempita. Apalagi situasinya saat ini kewenangan KPK untuk menangkap koruptor sudah hilang. 

Belum lagi ditambah lima pimpinan dan anggota dewan pengawas yang akan dilantik pada (21/12) dianggap merupakan selera presiden dan DPR. 

"Tapi, menurunnya scoop rangkaian acara ini bisa juga menandakan apakah semangat pemberantasan korupsi mulai menurun di KPK dan pemerintahan. Atau KPK sebenarnya ingin memberi tanda bahwa tidak tepat merayakan Hakordia dengan sukacita dan menghabiskan anggaran pada tahun ini. Artinya, memang KPK sedang berduka," ujar Charles kepada IDN Times melalui telepon pada Minggu malam (8/12). 

Baca Juga: Walau UU Baru Berlaku, KPK Tetap Masih Bisa Gelar OTT 

2. Komitmen antikorupsi Presiden Jokowi dipertanyakan

Memperingati Hari Antikorupsi di Tengah Duka KPK Dilemahkan(Lima pimpinan KPK swafoto dengan Presiden Jokowi di Hakordia 2018) www.twitter.com/@LaodeMSyarif

Uniknya dalam Hakordia tahun ini, Presiden Jokowi absen dalam puncak kegiatan di KPK. Padahal, pada Hakordia 2018 di Hotel Bidakara, ia bersedia hadir memenuhi undangan komisi antirasuah.

Hubungan KPK dengan presiden ketika itu terlihat masih erat. Hal itu tercermin usai memberi sambutan Jokowi masih bersedia swafoto dengan kelima pimpinan komisi antirasuah. 

Sementara, di tahun ini, Jokowi seolah-olah enggan menghadiri kegiatan Hakordia 2019 di gedung KPK. Dilihat dari jadwal resminya, ia lebih memilih memperingati hari antikorupsi sedunia di sebuah SMK di area Ragunan, Jakarta Selatan. Acara Hakordia 2019 di gedung KPK dihadiri oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin. 

"Teragendakan Wapres yang akan membuka (acara Hakordia)," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah melalui keterangan tertulis pada Minggu malam. 

Absennya presiden disayangkan oleh peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Charles Simabura. Justru seharusnya peringatan hari antikorupsi sedunia dipimpin langsung kepala negara yakni Presiden Jokowi. 

"Hakordia ini kan simbolisasi kepala negara yang menjadi panglima pemberantasan korupsi ikut memberikan pidato untuk refleksi. Bisa saja kan hakordia ini diperingati secara sederhana, lalu presiden memberikan speech arah pemberantasan korupsi ke depan gimana," tutur Charles. 

Ia menilai presiden sebaiknya puncak peringatan hakordia sebaiknya dilakukan di Istana. Di sana, presiden kemudian memberi arahan agar upaya pemberantasan korupsi memiliki kejelasan. Sebab, undang-undang baru nomor 19 tahun 2019 masih memiliki poin yang saling tumpang tindih dan bertentangan. 

Absennya presiden di acara Hakordia 2019 seolah semakin meneguhkan persepsi komitmen pemberantasan korupsi yang dimiliki Jokowi tergolong rendah. Namun, juru bicara presiden, Fadjroel Rachman menepis hal itu. Ia menegaskan Jokowi masih memegang teguh prinsip antikorupsi

"Di hari peringatan antikorupsi sedunia sikap politik Presiden Jokowi tegas antikorupsi dari pencegahan hingga pemberantasan korupsi di seluruh Indonesia sebagai kepala pemerintahan maupun kepala negara," ujar Fadjroel di akun media sosialnya pada Minggu malam.  

Pernyataan itu seolah bertolak belakang dengan sikap Jokowi selama ini yang turut merestui undang-undang baru KPK dan tak mencegah pucuk pimpinan baru komisi antirasuah terpilih. Sebab, Komjen (Pol) Firli Bahuri terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat ketika masih bertugas di komisi antirasuah. Belum lagi presiden enggan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan undang-undang baru nomor 19 tahun 2019. 

3. KPK tidak bisa lagi melakukan operasi tangkap tangan usai undang-undang baru nomor 19 tahun 2019 diberlakukan

Memperingati Hari Antikorupsi di Tengah Duka KPK Dilemahkan(Jumlah OTT dari tahun ke tahun) IDN Times/Sukma Shakti

Salah satu dampak nyata dari diberlakukannya undang-undang baru KPK yakni para penyidik dan penyelidiknya sudah tak bisa lagi melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Itu sebabnya sebelum undang-undang nomor 19 tahun 2019 berlaku pada (17/10), komisi antirasuah langsung tancap gas dengan melakukan tiga OTT sekaligus. OTT terakhir sebelum KPK vakum yakni terhadap Wali Kota Medan, Tengku Dzulmi Eldin. 

Apabila KPK masih melakukan OTT setelah tanggal (17/10), maka hasil penyidikannya berpotensi untuk digugat ke pengadilan melalui proses praperadilan. Peneliti hukum pada divisi hukum dan monitoring peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz memprediksi KPK akan vakum melakukan penindakan hingga (21/12) atau usai anggota dewan pengawas dibentuk. 

"Karena proses penindakan KPK membutuhkan perizinan dari Dewan Pengawas dan itu yang gak ada. Apabila kita menengok ke revisi UU, maka Dewan Pengawas harus dilantik bersamaan dengan pimpinan baru KPK. Sementara, pelantikan pimpinan baru dilakukan Desember," kata dia yang ditemui di sebuah kafe di daerah Jakarta Pusat pada (14/10). 

Sementara, vakumnya pelaksanaan OTT juga diamini oleh juru bicara KPK, Febri Diansyah. Ia mengakui operasi senyap akan sulit dilakukan oleh penyidik karena adanya sejumlah peralihan aturan. 

"Karena ada pasal yang bertentangan antara satu pasal dengan yang lainnya," tutur dia dalam sebuah diskusi di Pusako pada (17/10). 

IDN Times telah meminta izin kepada Febri untuk menggunakan pernyataan tersebut. 

Pasal yang bertentangan yang dimaksud Febri yakni 69D dengan 70C. 

"Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum Undang-Undang ini diubah," demikian isi pasal 69D. 

"Pada saat undang-undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai, harus dilakukan berdasarkan ketentuan ketentuan sebagaimana diatur di dalam undang-undang ini," demikian isi pasal 70C.

4. Tiga pimpinan KPK tetap memperjuangkan agar undang-undang baru batal diberlakukan

Memperingati Hari Antikorupsi di Tengah Duka KPK Dilemahkan(Tiga pimpinan KPK mengajukan judicial review) ANTARA FOTO/Ariella

Menyadari presiden tidak akan mengeluarkan Perppu, maka tiga pimpinan KPK aktif dan eks wakil ketua komisi antirasuah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bedanya, yang mereka uji bukan mengenai materi atau isi undang-undang nomor 19 tahun 2019. Melainkan, proses pembentukan UU itu alias uji formil. 

Ketiga pimpinan itu yakni Agus Rahardjo, Laode M. Syarif dan Saut Situmorang. Sedangkan, eks pimpinan yakni Muhammad Jasin. 

Mereka bergabung dengan 10 tokoh dan pegiat antikorupsi yang menggugat undang-undang baru KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketiganya didampingi perwakilan koalisi masyarakat sipil mendatangi MK pada Rabu (20/11) untuk mendaftarkan gugatan tersebut. 

Agus menggaris bawahi mereka mengajukan gugatan bukan atas nama pimpinan KPK, melainkan nama pribadi. 

"Jadi, pada hari Rabu, kami atas nama pribadi dan warga negara Indonesia akan mengajukan judicial review ke MK. Jadi, ada beberapa orang yang mendukung kami. Kami juga didampingi oleh lawyer-lawyer. Kami juga akan mengundang para ahli," ujar Agus yang ditemui media pada waktu itu. 

Pada Senin (9/12) menjadi hari pertama gugatan JR mereka disidangkan. Rencananya, di tengah peringatan puncak Hakordia, ketiga pimpinan akan hadir. 

Sikap tiga pimpinan ikut mengajukan JR sempat menuai kritik dari anggota komisi III DPR. Dalam rapat dengar pendapat terakhir, mereka kembali mengingatkan fungsi KPK sebagai pelaksana undang-undang. Sehingga, dinilai lebih bijak bila proses JR diajukan usai ketiganya tak lagi menjabat sebagai pimpinan komisi antirasuah. 

Baca Juga: [WAWANCARA] Lili Pintauli Siregar: Gila Aja Kalau Ingin Lemahkan KPK

5. Publik harus mendukung penuh KPK agar kembali bangkit

Memperingati Hari Antikorupsi di Tengah Duka KPK Dilemahkan(Ilustrasi KPK) ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Pertanyaan yang mendasar saat ini, apabila tidak ada Perppu dan undang-undang baru KPK tetap berlaku, mau dibawa ke mana arah pemberantasan korupsi? Kapan KPK akan kembali bangkit dan memiliki kewenangan yang sama untuk menangkap koruptor?  

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Charles Simabura mengatakan bisa saja untuk saat ini narasi yang unggul yaitu pemberantasan korupsi dilemahkan. Namun, ketika rezim korup yang sempat dilalui di masa lalu kembali merugikan, ia menilai publik tidak akan tinggal diam dan meminta KPK untuk kembali dikuatkan. 

"Dunia usaha juga penting untuk bereaksi melihat praktik-praktik korupsi semakin merajalela. Toh, pada akhirnya orang akan mengatakan mereka butuh lembaga seperti KPK," kata Charles. 

Namun, di sisi lain dengan adanya momentum ini, institusi penegak hukum lainnya seperti kejaksaan dan Polri, akan berbenah. Supaya bisa mengimbangi kinerja KPK. 

"Bagi saya, ini hanya proses politik saja yang kurang berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi dan KPK. Bila nanti konfigurasi politiknya berubah, maka diprediksi arah kebijakannya berubah," tutur dia lagi. 

Sementara, harapan juga diurai oleh Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan. Sebagai ujung tombak program pencegahan, ia mendorong publik untuk menjaga agar semangat pemberantasan korupsi tidak padam. 

"Optimisme pemberantasan korupsi tidak boleh mati. Harapan membuat hidup. Jadi, hakordia tetap dirayakan untuk mengingatkan pemberantasan korupsi di Indonesia masih tetap bisa diharapkan. Harus optimistis juga tetap bisa dilakukan," kata Pahala melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Jumat (6/12). 

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: UU Baru Resmi Berlaku, Ini Dampak Buruknya Bagi KPK

Topik:

  • Wendy Novianto

Berita Terkini Lainnya