Menakar Komitmen Jenderal Andika Perkasa di Pucuk Pimpinan TNI

Baru jadi Panglima, Andika dihadapkan dengan sederet masalah

Jakarta, IDN Times - Istana Merdeka pada 17 November 2021 menjadi saksi bisu Jenderal Andika Perkasa dilantik menjadi Panglima TNI. Meski pencalonannya menuai kontroversi dan tanda tanya, Andika tetap dilantik oleh Presiden Joko "Joko" Widodo. 

Dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Andika melangkah di Istana Kepresidenan didampingi istrinya, Diah Erwiany Trisnamurti Hendrati Hendropriyono, dan putra tunggalnya, Alexander Akbar Perkasa.

Andika tak bisa menutupi ekspresi kebahagiaannya karena dipercaya Presiden menjadi Panglima TNI. Bahkan ayah mertuanya, A.M. Hendropriyono, pun tidak berhasil menggapai kursi panglima TNI. 

"Ini satu kehormatan besar bagi saya dan keluarga atas kepercayaan yang diberikan oleh Presiden RI dan dukungan besar dari DPR, sehingga akhirnya saya bisa dilantik," ujar Andika dengan wajah semringah ketika memberikan keterangan pers ketika itu. 

Penunjukkan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) itu sebagai Panglima TNI sempat menimbulkan tanda tanya di ruang publik. Setidaknya ada tiga hal yang dicatat oleh sejumlah kalangan terkait sosok Andika. Pertama, ia tidak pernah melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, Andika masuk kategori pejabat tinggi publik. 

Begitu melapor pada Juni lalu, nominal harta kekayaannya ternyata sangat fantastis mencapai Rp179,9 miliar. Nominal itu lebih tinggi dibandingkan harta kekayaan yang dimiliki Presiden Jokowi.

Kecurigaan publik semakin menjadi karena mayoritas harta itu bersumber dari hibah atau pemberian orang lain. Saat ditanya oleh media, Andika tidak mau terbuka menjelaskan dari mana sumber hibah yang ia terima tersebut. 

Kedua, nama Andika ikut terseret dalam kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Hilo Eluay pada 2001 lalu. Ketiga, Andika bisa terpilih menjadi panglima TNI diduga tak lepas dari peran sang ayah mertua, yang disebut-sebut melobi Jokowi.

Bahkan, sejumlah anggota DPR sejak beberapa bulan nama Andika digembar gemborkan sebagai calon panglima TNI, turut meng-endorse mantan Pangkostrad tersebut. Padahal, anggota DPR termasuk pihak yang melakukan uji kepatutan dan kelayakan calon panglima TNI. Restu dari parlemen dinilai penting agar bisa menjadi panglima TNI. 

Sementara, di waktu bersamaan, kekecewaan diduga dirasakan oleh matra TNI Angkatan Laut. Sebab, tahun ini digadang-gadang bakal menjadi "jatah" dari TNI AL menempati kursi panglima TNI. Namun, aturan pergantian atau rotasi matra rupanya tak diikuti oleh Jokowi. 

Di sisi lain, pemilihan panglima TNI di era kepemimpinan Jokowi malah didominasi dari matra Angkatan Darat (AD). Padahal, saat kampanye untuk menjadi presiden, Jokowi sempat membawa konsep kembali ke laut dan bakal menjadikan Indonesia negara maritim. Tetapi, hingga kini belum pernah ada panglima TNI yang dipilih dari matra AL.

Maka, tak heran bila sejumlah pihak menilai penunjukkan Andika menjadi Panglima TNI adalah bentuk kompromi politik. Apalagi sang ayah mertua, Hendropriyono, merupakan bagian dari tim sukses kampanye Jokowi pada Pilpres 2019 lalu.

Apakah bisa berharap terjadi perubahan yang signifikan di instansi TNI setelah dipimpin Andika Perkasa? Apalagi masa kepemimpinan Andika hanya berlangsung selama 13 bulan. Dia akan memasuki masa pensiun pada Desember 2023. 

1. Andika berjanji TNI bakal bertugas sesuai UU dan aturan yang ada

Menakar Komitmen Jenderal Andika Perkasa di Pucuk Pimpinan TNIDeretan pekerjaan rumah Jenderal Andika Perkasa usai dilantik menjadi Panglima TNI (IDN Times/Aditya Pratama)

Ketika menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi I DPR pada 6 November 2021, Andika mengenalkan visi "TNI adalah kita." Andika menjelaskan di sesi terbuka agar publik turut melihat TNI sebagai organisasi yang apa adanya. TNI juga memiliki kelebihan dan keterbatasan. 

"Memang sangat singkat sekali, tetapi justru di sini saya ingin masyarakat Indonesia dan  internasional untuk melihat TNI ini sebagai kita, atau bagian dari mereka," ujar Andika ketika itu. 

Analis militer dan pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai visi Andika itu adalah pesan agar masyarakat tak terlalu memberikan ekspektasi yang tinggi terhadap TNI. Ekspektasi yang tinggi itu tercermin dalam beberapa hasil lembaga survei yang selalu menempatkan TNI sebagai organisasi yang paling dipercaya oleh publik. 

"Ini kan berbahaya bagi public trust lembaga-lembaga sipil yang lain. Sementara, pada dasarnya TNI adalah alat negara untuk berperang," ujar Fahmi ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada 6 November 2021 lalu. 

Di sisi lain, Fahmi juga mengingatkan agar TNI tidak perlu terlalu berlebihan dalam membangun propaganda positif dan reputasi. "Bila Pak Andika ingin publik melihat TNI apa adanya, maka kita selaku masyarakat juga berharap konten propaganda positif terkait peran TNI dalam hal pembangunan program pemerintah juga gak perlu berlebihan," kata dia lagi. 

Propaganda positif itu, kata Fahmi, bisa disaksikan publik secara luas di semua saluran media sosial milik TNI. Andika pun turut menggunakan platform media sosial untuk membangun citranya. 

"Maksud saya berlebihan itu, persepsi yang tercipta di media sosial seolah-olah prajurit militer ini bak superhero dan superior," tutur dia. 

Poin lainnya yang penting disampaikan oleh Andika di dalam sesi uji kepatutan dan kelayakan yakni poin pertama dalam fokus dan implementasi programnya. Fokus pertama yang dipilih oleh Andika yakni semua prajurit TNI bakal bertugas sesuai dengan aturan yang ada. 

Bila ia ingin konsisten terhadap fokus itu, maka Andika harus mundur dari jabatan sebagai Komisaris PT Pindad. Andika diketahui rangkap jabatan dengan duduk di posisi sipil tersebut sejak 2019 lalu. Pendahulunya adalah Jenderal (Purn) Mulyono yang juga Kepala Staf TNI Angkatan Darat periode 2015 hingga 2018. 

Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengatakan, ia seharusnya mundur untuk memberikan contoh dari fokus kebijakan TNI yang disampaikan ketika mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di DPR, pada Sabtu 6 November 2021. Sebagai Panglima TNI, Andika dilarang rangkap jabatan. 

Di sisi lain, Andika juga sempat mengucapkan bakal membatasi keterlibatan militer dalam ranah sipil. "Mestinya ia mundur kalau ingin mulai merealisasikan (kebijakan itu). Selain itu, para perwira aktif lainnya di TNI yang juga menjabat posisi komisaris harus ikut berhenti," ungkap Rivan ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon, 7 November 2021. 

Rivan juga menyebut, tidak etis bila praktik rangkap jabatan dilakukan oleh perwira tinggi TNI. Sebab, artinya mereka menerima dua jenis gaji dari negara. Di sisi lain, warga sipil tidak memiliki peluang untuk menduduki posisi tinggi tersebut. 

"Kan biasanya ada yang mengatakan orang-orang sipil tidak ada yang bisa handle (posisi) ini, ya karena ruangnya selalu ditutup dan diberikan ke petinggi TNI atau Polri yang dianggap punya kemampuan," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Dugaan Pelanggaran HAM di Papua, Jenderal TNI Andika: Saya Tidak Takut

2. Andika didesak evaluasi kembali operasi nonmiliter TNI di Papua

Menakar Komitmen Jenderal Andika Perkasa di Pucuk Pimpinan TNIKetua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf (Tangkapan layar YouTube KontraS)

Tantangan untuk menepati komitmen di saat uji kepatutan dan kelayakan di DPR juga datang dari Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, pada 9 November 2021 lalu. Dalam diskusi virtual yang digelar oleh KontraS, Al mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap operasi militer di Papua. 

"Karena operasi militer selain perang di Papua telah menyalahi UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, karena operasi itu tidak dilakukan sesuai undang-undang yang berlaku. Menurut UU TNI, operasi militer selain perang baru bisa dilakukan bila ada keputusan politik dari negara. Artinya, harus ada keputusan politik dari presiden dengan pertimbangan DPR," kata Al ketika itu.

Namun, pada faktanya selama ini operasi di Papua dilakukan tanpa basis hukum yang jelas. "Bila tidak ada keputusan negara terkait operasi itu maka jangan dilakukan (operasi pengerahan pasukan ke Papua)," ujarnya lagi. 

Di sisi lain, operasi militer selain perang (OMSP) yang tidak didasari hukum juga ikut membingungkan prajurit di lapangan. Mereka bakal bingung soal sumber anggaran untuk melakukan operasi militer di Papua hingga berapa lama durasi operasi tersebut bakal berjalan. 

Al Araf juga menantang Andika untuk berani melakukan evaluasi semua perwira tinggi TNI yang kini duduk di jabatan-jabatan sipil. Sebab, itu juga melanggar UU TNI, di mana di dalamnya mengatur para perwira tinggi hanya boleh menduduki jabatan di sembilan kementerian. 

"Di luar dari sembilan instansi kementerian itu, maka penempatannya harus dievaluasi," kata dia. 

3. Andika diminta tetap jaga solidaritas di tubuh TNI

Menakar Komitmen Jenderal Andika Perkasa di Pucuk Pimpinan TNIDeretan Panglima TNI dari masa ke masa setelah era Reformasi 1998 (IDN Times/Aditya Pradana)

Sementara, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Laksda (Purn) Soleman B. Pontoh mengakui, sistem pemilihan panglima TNI yang cenderung makin tak sehat justru mengakibatkan persaingan yang ketat di antara matra. Bila keputusan penunjukkan panglima TNI dinilai tidak adil, maka dapat menimbulkan kecemburuan di matra lain di TNI. 

Ia pun mengusulkan strategi bagi Andika untuk bisa menjaga solidaritas antar matra di TNI. "Untuk menjaga kekompakan, (Andika) bisa menggunakan cara dalam pengerahan personel mengikuti aturan perbandingan 5-3-2. Jadi, di dalam pasukan terdiri dari 5 personel dari AD, 3 personel dari AL, dan 2 dari Angkatan Udara. Ini yang juga bisa Beliau pertahankan agar tetap bisa solid," ungkap Soleman ketika berbicara di dalam diskusi daring yang diselenggarakan KontraS.

Mantan perwira tinggi dari AL itu juga mengusulkan agar Andika tidak lagi mengusulkan membeli alutsista yang bekas. "Kita sudah cukup belajar dari peristiwa tenggelamnya (KRI) Nanggala 402," tutur dia lagi. 

Kapal Selam Nanggala-402 yang tenggelam pada April 2021 lalu berusia 40 tahun. Namun, tetap dioperasikan sebagai salah satu alutsista andalan milik TNI AL. 

4. Untuk cegah persaingan internal di tubuh TNI, sebaiknya ada rotasi yang telah ditentukan

Menakar Komitmen Jenderal Andika Perkasa di Pucuk Pimpinan TNICalon kuat Panglima TNI dari kiri ke kanan Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, Jenderal TNI Andika Prasetyo dan Laksamana Yudo Margono (Dokumentasi ANTARA FOTO)

Ponto menilai, pemilihan panglima TNI pada tahun 2021 begitu sengit dan kental kepentingan politis. Meski ia menyadari jabatan panglima TNI adalah posisi politis. Namun, yang belakangan terjadi malah menyebabkan persaingan antar matra yang tidak sehat. 

Ia kemudian mengusulkan agar UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 sebaiknya direvisi di bagian ketentuan pemilihan panglima. Ponto menyarankan agar dibuat ketentuan yang jelas dan tertulis jabatan panglima TNI harus diisi dengan cara adanya rotasi matra. 

"Sebaiknya di aturan tertulis nanti ditetapkan dengan tegas adanya rotasi. Setelah panglima TNI dijabat dari matra darat maka saatnya bergeser ke matra laut dan udara," kata Ponto. 

Ia menambahkan, bila aturannya sudah jelas tertulis bahwa pada tahun ini merupakan jatah matra tertentu, maka sulit terjadi lobi-lobi di balik layar. Sehingga, semua matra memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi panglima TNI. 

"Kalau menggunakan pendekatan profesional (dalam pemilihan panglima TNI), kan ketiga orang yang memimpin masing-masing matra sama-sama memiliki kemampuan yang mumpuni," ujarnya. 

Ia pun menilai kemampuan masing-masing kepala staf sama dan tidak ada yang unggul di antara lainnya. Sayangnya, hingga kini pemilihan calon panglima TNI menjadi condong politis. Maka, akhirnya masing-masing kepala staf memilih mendekat ke Presiden Joko "Jokowi" Widodo. 

"Istilah saya siapa sekarang yang memiliki chemistry dengan presiden, maka itulah yang bakal dipilih jadi panglima TNI," ujarnya. 

5. Diusulkan, pemilihan panglima TNI tak perlu melibatkan restu DPR

Menakar Komitmen Jenderal Andika Perkasa di Pucuk Pimpinan TNIKepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa (kiri) melakukan salam komado dengan Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid (kanan) sebelum mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI di Komisi I DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (6/11/2021). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Sementara, Al Araf mengusulkan agar pemilihan panglima TNI di masa depan tidak lagi melibatkan persetujuan DPR. Sebab, alih-alih melakukan fungsi pengawasan, sejak awal anggota DPR justru telah menunjukkan dukungan bagi Jenderal TNI Andika Perkasa. Bahkan, sebelum namanya resmi ditunjuk oleh Jokowi, sejumlah anggota DPR sudah ada yang endorse

"Jadi, kita kembalikan saja pola pergantian panglima TNI ke metode ketatanegaraan presidensialisme murni. Artinya, presiden yang langsung memilih panglima TNI, gak perlu lagi melalui parlemen. Nanti, tugasnya parlemen mengkritik, mengecek, dan mengevaluasi panglima yang sudah dipilih," ungkap Al. 

Ia tegas mengatakan, uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan oleh anggota Komisi I DPR pada awal November 2021 lalu sekedar formalitas belaka. Sebab, sejak jauh hari anggota Komisi I sudah lama mendukung Andika. 

"Saya boleh katakan itu sama saja pressing kepada publik melalui partai, tapi via Komisi I DPR. Tujuannya, agar presiden memilih Pak Andika," tutur dia lagi. 

Al Araf menilai apa yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPR kurang etis. Sebaiknya dukungan tersebut disampaikan setelah presiden menunjuk calon panglima. 

"Itu pun seharusnya anggota DPR bersikap kritis selama jalannya fit and proper test. Tapi, kan politik partai cukup kental dalam pemilihan panglima TNI tahun ini," katanya.

Di sisi lain, Al Araf melihat tren anggota DPR condong selalu memberi restu kepada calon panglima TNI yang disodorkan oleh presiden. Meski ada suara publik yang menyampaikan mengenai rekam jejaknya terkait dugaan pelanggaran HAM dan korupsi. 

Baca Juga: Harta Kekayaan Jenderal Andika Perkasa Mencapai Rp179,9 M, Wajarkah?

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya