Menggembosi Aksi Sang Oposisi Jalanan

Gerakan mahasiswa berhasil paksa isu 3 periode meredup

Jakarta, IDN Times - "Kamu mau pulang sekarang atau pulang tinggal nama?" Itu adalah pertanyaan bernada ancaman yang muncul dari suara seorang pria di ujung telepon pada Senin pagi, 11 April 2022. Pertanyaan itu ditujukan bagi Kaharuddin, Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI). 

Kepada IDN Times, Kahar mengisahkan telepon itu tak sengaja ia angkat karena mengira yang menghubunginya adalah jurnalis. Telepon itu masuk ke nomor Kahar beberapa jam sebelum ia memimpin aksi demo mahasiswa dari 18 kampus di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

Telepon dengan nada ancaman serupa juga diterima oleh Kahar pada 10 April 2022 lalu. "Tapi, saya cuekin saja. Mungkin orang yang telepon salah nomor," ungkap Kahar. 

Aksi teror siber yang dialami oleh Kahar tak menyurutkan niatnya untuk memimpin aksi demo di depan gedung parlemen. Meskipun ia menyebut ada beberapa langkah mitigasi yang diambil sebelum demo dimulai. Salah satunya, Kahar terus disembunyikan di dalam mobil aksi.

Ia mengaku sejak rencana aksi demo 11 April terekspos luas, tiba-tiba banyak pihak mencarinya. Ini bukan kali pertama ia menjadi sasaran teror siber. Akun medsos Kahar tiba-tiba tak bisa diakses.  Dua hari sebelum aksi demo, tiba-tiba muncul unggahan di akun Instagramnya yang membuatnya seolah-olah menyampaikan ke publik bahwa aksi demo 11 April dibatalkan. 

"Aksi 11 April saya nyatakan dibatalkan mengingat saat ini bulan Ramadan dan kasus COVID-19 yang belum mereda," demikian unggahan dengan kop BEM SI yang muncul pada 9 April 2022. 

Belum lagi pada malam hari nomor ponselnya sering kali berdering pada tengah malam. Ia juga mengaku kesulitan menerima pesan pendek yang masuk. 

"Kalau gak karena aksi 11 April, telepon seluler saya pasti tidak ada masalah. Saya sering juga mendengar ponsel ini berdering tengah malam. Nomor yang kontak itu terlihat bukan dari Indonesia," ujar pemuda yang tengah kuliah di Universitas Riau itu. 

Aksi teror siber semacam ini kerap menyasar aktivis, mahasiswa hingga jurnalis yang kerap menyampaikan kritik kepada pemerintah. Aktivitas itu makin terasa bila akan digelar aksi unjuk rasa menentang kebijakan pemerintah.

Dalam kasus Kahar, aksi demo 11 April berisi sejumlah tuntutan. Salah satunya meminta Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk menolak secara tegas maju kembali di pemilu 2024 atau menunda pemilu 2024. 

Menurut Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi, LP3ES, Wijayanto, serangan siber yang dialamatkan kepada mahasiswa diduga sengaja dilakukan untuk menggembosi militansi aksi gerakan. "Tujuannya, ada dua, pertama untuk mendelegitimasi gerakan mahasiswa agar publik tak bersimpati. Kedua, untuk mempengaruhi opini publik," ungkap Wijayanto ketika berbicara di program Ngobrol Seru by IDN Times pada 20 April 2022 lalu. 

Mengapa aksi teror semacam ini terus berulang?

Baca Juga: Fakta-Fakta Partai Mahasiswa Indonesia yang Kemunculannya Bak Siluman

1. Perang tagar di media sosial demi rebut simpati publik

Menggembosi Aksi Sang Oposisi JalananLogo Twitter (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Aksi demo 11 April 2022 dapat dikatakan menjadi unjuk rasa terbesar yang dilakukan oleh mahasiswa sepanjang tahun ini. Tuntutan soal penolakan Jokowi maju lagi di Pemilu 2024, dinilai relevan dan jadi alarm keras bahwa wacana itu tak sekadar ditentang berdasarkan hasil survei semata.

Menurut Kahar, aksi demo 11 April 2022 tak hanya digelar di Jakarta saja, melainkan turut dilakukan di sejumlah daerah di Tanah Air. Ketika di kehidupan nyata diserang teror siber, maka di dunia maya terjadi perang tagar. 

Ada dua tagar yang mendominasi media sosial. Pertama, #MahasiswaBergerak versus kedua, #SayaBersamaJokowi. 

Berdasarkan sistem monitor media sosial Drone Emprit, kedua tagar itu mulai muncul dan trending sejak 9 April 2022, diawali dengan tagar #MahasiswaBergerak lalu diikuti #SayaBersamaJokowi. #SayaBersamaJokowi sempat menjadi top trending topik pertama di Indonesia dengan sekitar 136.000 mentions dari 11.700 pengguna, mengalahkan #MahasiswaBergerak sebesar 84.900 mentions dengan 14.900 pengguna.

Menurut pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, memang ada prakondisi sebelum demo. "Sebelumnya 7 April ada klaster yang membentuk #TurunkanJokowi, tapi kemudian turun dan itu bukan dari mahasiswa. Lalu muncul #MahasiswaBergerak dari klaster yang sama. Ini dilawan kontra-narasi oleh kubu mendukung Jokowi #SayaBersamaJokowi," ungkap Ismail pada 11 April 2022 lalu. 

Ismail mengatakan, #TurunkanJokowi dibentuk oleh klaster warganet yang selama ini mengidentifikasikan diri sebagai oposisi atau mengkritik pemerintah, sama dengan #SayaBersamaJokowi yang berasal dari akun-akun pro-pemerintahan.

"Tagar itu bukan dibangun oleh mahasiswa karena mereka di Twitter tidak terlalu aktif. Mereka lebih aktif di Instagram," katanya.

Dalam klaster #MahasiswaBergerak terdapat lebih dari 3.500 akun yang hanya memiliki 0-3 pengikut, lebih besar dari klaster #SayaBersamaJokowi sebesar 1.900 akun. Sementara, terdapat 309 akun baru dibuat 6 April lalu dalam #MahasiswaBergerak, lebih banyak dari #SayaBersamaJokowi sebesar 183 akun.

Ismail menambahkan, menurut analisis bot, klaster #MahasiswaBergerak memiliki nilai 2.05, lebih besar dari klaster #SayaBersama Jokowi dengan 1.74. "Semakin tinggi score, semakin besar bot atau akun yang berprilaku seperti bot," ujarnya.

Ismail mengatakan, pertarungan tagar ini bertujuan untuk mempengaruhi opini publik terkait wacana perpanjangan jabatan presiden. Opini ini dibangun agar viral lalu muncul di pemberitaan media massa seperti online, radio, dan televisi, bisa menjadi berita nasional.

"Menurut survei hanya 14 persen publik mendapatkan info dari medsos, 70 persen lainnya dari media massa. Jadi, harapannya memang menjadi viral dan masuk media massa sehingga menjangkau lebih luas 70 persen masyarakat," tutur Ismail.

Baca Juga: Jelang Demo 11 April, Koordinator BEM SI Ngaku Akun Medsos Diretas

2. Istana temui perwakilan mahasiswa untuk redam aksi

Menggembosi Aksi Sang Oposisi JalananKepala Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto ketika memberikan keterangan usai bertemu dengan BEM Nusantara (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Negara)

Sebelum terjadi perang tagar, Istana coba redam aksi mahasiswa dengan memanggil perwakilan mereka ke sana. Hasilnya, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto bersedia bertemu dengan perwakilan BEM Nusantara.

Ia pun menyarankan mahasiswa tidak melanjutkan rencana demonstrasi penolakan masa jabatan presiden tiga periode yang rencananya digelar 11 April mendatang. Menurutnya, lebih baik mahasiswa mengutamakan dialog. Mantan Panglima TNI itu membuka peluang untuk berdialog dengan elemen mahasiswa di kantor Wantimpres.

"Ketimbang panas-panas di jalan, lebih baik kita bicara di ruangan yang adem, ngomong, bicara," kata Wiranto ketika memberikan keterangan pers pada 8 April 2022 lalu di kantor Wantimpres, Jakarta.

Wiranto juga mengingatkan saat ini sedang bulan Ramadan. Sehingga, alih-alih berdemo, ia menyarankan agar penyelesaian masalah dilakukan dengan komunikasi secara baik. 

"Ini bulan puasa, bulan suci Ramadan, kita prihatin, saling maaf-memaafkan," ujar pria yang pernah menjabat sebagai Menko Polhukam itu.

Lagipula, kata Wiranto, sulit untuk mewujudkan penambahan masa jabatan presiden. Itu semua harus melalui proses amandemen UUD 1945. Persyaratan yang harus dilalui untuk bisa melakukan amandemen juga tidak main-main. 

"Itu harus merupakan kehendak masyarakat Indonesia yang direpresentasikan majority MPR. Jadi, suara mayoritas di MPR harus setuju bahwa UUD 1945 diamandemen, khususnya di bagian jabatan presiden," kata Wiranto.

Ia meyakini wacana tersebut sulit direalisasikan, karena untuk mengumpulkan suara mayoritas yang setuju UUD 1945 diamandemen, harus datang dari DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 

"Di DPR sendiri dari sembilan partai politik, hanya tiga parpol yang setuju (masa jabatan presiden ditambah). Sisa enam partai politik tidak setuju. Lalu, ini dibawa ke MPR, maka harus menarik suara juga dari DPD," katanya. 

"Jadi, mana mungkin terjadi perubahan UUD 1945," lanjut Wiranto. 

Sebagian mahasiswa berhasil diyakinkan dengan argumen itu. Salah satunya mahasiswa dari BEM Nusantara. 

Koordinator Pulau Jawa dari BEM Nusantara, Ahmad Marzuki Tukan, mengatakan pihaknya tidak ikut turun dalam aksi 11 April 2022. Alasannya, karena banyak pertimbangan yang harus diambil mengingat hegemoni yang sangat besar. 

"Meski pada prinsipnya kami tetap membersamai gerakan tersebut dengan proporsional melalui audiensi maupun aksi di lapangan nantinya," ujar Ahmad di dalam keterangan tertulisnya. 

Ia pun turut menjelaskan pertemuan Ahmad dan Ketua Umum BEM Nusantara, Eko Pratama dengan Wiranto hanya menyampaikan hasil kajian isu yang mereka kawal. "Mulai dari persoalan kelangkaan minyak goreng, kenaikan PPN, kenaikan BBM, wacana jabatan presiden 3 periode, dan isu lainnya yang sedang berkembang di publik akhir-akhir ini. Kami diskusi terbuka dan kami sampaikan keluhan-keluhan itu," katanya.

Sementara, belakangan diketahui bahwa BEM Nusantara telah pecah. Sekretaris Pusat BEM Nusantara, Ridho Alamsyah mengatakan pihaknya justru kaget ada orang-orang yang bertemu Wiranto mengklaim dari lembaganya. Ia berkata pihaknya mengecam tindakan itu.

"Terkait pertemuan BEM Nusantara dengan Wiranto itu juga kami tidak tahu sama sekali. Kaget juga ada yang bawa nama BEM Nusantara ketemu watimpres, kami mengecam tindakan itu," kata Ridho pada 10 April 2022 lalu. 

3. Isu sensitif yang diwacanakan oleh lingkar Istana sendiri

Menggembosi Aksi Sang Oposisi JalananGrafik penundaan pemilu (IDN Times/Aditya)

Terus menggelindingnya isu penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden lantaran terus digaungkan oleh partai pengusung pemerintah dan orang-orang di lingkar Istana. Isu itu kali pertama diwacanakan pada 2022 oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia pada Januari lalu. 

Ia mengaku mendapatkan usulan pemilu dari 2024 ke 2027 dari pengusaha. Menurut Bahlil, usulan dan diskusi soal penundaan Pemilu 2024 sah-sah saja dilakukan oleh siapapun. Tak terkecuali bagi para pelaku usaha.

"Presiden ini pemimpin demokratis. Saya pikir ini (usulan) biasa aja. dan bahwa prosesnya berjalan dan melanggar konstitusi jangan dilakukan. Tapi kalau ada ruang mohon di pertimbangkan juga aspirasi dari teman-teman usaha itu," ujar Bahlil ketika diwawancarai oleh stasiun berita CNN TV pada 11 Januari 2022 lalu. 

Lalu, gong kembali dibunyikan oleh Menteri Koordinator bidang kemaritiman dan investasi, Luhut Pandjaitan. Ketika berbicara di program siniar bersama Deddy Corbuzier, Luhut mengklaim ada big data berisi 110 juta warga di dunia maya yang setuju agar pemilu ditunda.

Ada pula Menteri Koordinator bidang perekonomian, Airlangga Hartarto. Ketika melakukan kunjungan kerja ke Riau, Airlangga mengaku mendapat aspirasi dari petani sawit yang juga ingin agar pemilu ditunda. Belakangan, Partai Golkar pada 15 Maret 2022 lalu menyatakan pernyataan Airlangga itu terbatas aspirasi petani sawit dan bukan sikap resmi partai berlambang pohon beringin itu. 

Perlunya agar pemilu 2024 ditunda juga disuarakan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin. Sama seperti Luhut, Cak Imin menggunakan alasan big data sebagai acuan bahwa ada aspirasi dari akar rumput yang seolah-olah ingin pemilu 2024 ditunda.

Menurut dia, dari 100 juta subyek akun di media sosial, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu. Sedangkan, 40 persen lainnya menolak. 

Kemudian, giliran Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan yang menyampaikan agar pemilu 2024 perlu dipertimbangkan untuk ditunda. Dalam keterangannya pada Februari 2022 lalu, pria yang akrab disapa Zulhas itu berdalih penundaan pemilu perlu dilakukan agar perbaikan ekonomi bisa lebih mumpuni.

Bahkan, Zulhas juga membawa-bawa isu perang di Ukraina sebagai alasan agar pemilu 2024 ditunda. Sikap kelima pejabat publik itu berubah usai Jokowi menggelar rapat mendadak secara tertutup di Istana Bogor sehari sebelum demo besar-besaran digelar. Dalam video yang diunggah oleh akun YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi meminta agar tidak ada lagi spekulasi soal pemilu 2024 bakal ditunda. 

Ia juga meminta kepada jajarannya untuk berhenti mengampanyekan perpanjangan masa jabatan presiden. Pemerintah, kata Jokowi, sedang siap-siap untuk menggelar pemilu pada 14 Februari 2024. Sedangkan, pilkada serentak bakal dilakukan November 2024.

"Jangan sampai nanti muncul spekulasi-spekulasi yang isunya beredar di masyarakat bahwa pemerintah tengah berupaya untuk melakukan penundaan pemilu atau spekulasi perpanjangan masa jabatan presiden juga yang berkaitan dengan 3 periode," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu pada 10 April 2022 lalu. 

Pernyataan dari Jokowi itu merupakan kalimat paling jelas yang disampaikan ke publik. Sebelumnya, Jokowi hanya menyebut bahwa ia akan mematuhi konstitusi yang ada. 

Sementara, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI), Burhanuddin Muhtadi, mengaku sudah mewanti-wanti pemerintah agar tidak bermain-main dengan 'cek ombak' dan melempar isu penundaan pemilu 2024. Sebab, bila terus dilanjutkan, maka yang datang justru bencana. 

"Kan yang dikhawatirkan semula niatnya ingin testing the water, tetapi yang datang justru tsunami. Kalau misalnya terjadi usai Ramadan, gelombang demonstrasinya diperkirakan bisa lebih besar," ungkap Burhanuddin pada media, Selasa, 12 April 2022. 

Sebab, kata Burhanuddin, berdasarkan data survei IPI, mayoritas warga menolak isu penambahan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu 2024 ke 2027. Penolakan dua isu ini di media sosial mencapai 90 persen. 

Ia menganalisis, isu itu tetap dilempar ke publik oleh orang-orang di lingkaran Istana, lantaran kebijakan yang tidak populis sebelumnya yang dirilis pemerintah, tidak didemo publik. Ia memberi contoh beberapa undang-undang kontroversial seperti Omnibus Law terkait cipta kerja, revisi UU Minerba, revisi UU KPK, hingga pembuatan UU IKN. 

"Sehingga, ada surplus kepercayaan diri, semuanya bisa gol. Padahal, kalau boleh diperas, apa yang dihasilkan dari reformasi 1998 yakni pembatasan masa kekuasaan," tutur dia. 

Ketika ada pihak-pihak yang ingin mengubah itu maka bisa memicu gelombang demonstrasi yang besar. 

4. Mahasiswa baru percaya pemilu tak ditunda bila benar-benar terjadi pada 14 Februari 2024

Menggembosi Aksi Sang Oposisi JalananGrafik Aksi demo mahasiswa (IDN Times/Aditya)

Meski aksi unjuk rasa telah dilakukan pada 11 April 2022 lalu dan tuntutan telah disampaikan kepada pimpinan DPR, namun mahasiswa tidak lantas berpuas diri. Ketua BEM Universitas Hasanuddin, Imam Mobilinggo, mengatakan mereka baru percaya pemilu bakal digelar pada 2024 saat pemungutan suara dilakukan pada 14 Februari. 

"Sorry to say, kita juga gak percaya apa yang disampaikan oleh presiden hari ini. Karena pernyataan kemarin bahwa menolak tiga periode atau penundaan pemilu itu kan sudah disampaikan sejak 2019 lalu. Selain itu, banyak janji-janji Beliau seperti penuntasan kasus HAM, tapi sampai hari ini gak selesai," ungkap Imam ketika berbicara di program Ngobrol Seru by IDN Times

Ia menambahkan meski Jokowi telah menolak perpanjangan masa jabatan sejak 2019 lalu, tetapi kelompok-kelompok yang ia rawat justru masih getol mengampanyekan wacana itu. Itu sebabnya, kata Imam, gerakan mahasiswa akan terus dilakukan hingga semua tuntutannya dipenuhi. 

"Kalau kami ditanya kapan kami dikatakan sukses menjaga demokrasi ya kalau pemilunya resmi diadakan. Selama belum, maka kami akan terus berkonsolidasi dan melakukan gerakan-gerakan. Ibaratnya ombak, kami akan terus hadir hingga menjadi suatu gelombang besar," tutur dia. 

Di sisi lain, menurut Wijayanto, justru aksi mahasiswa pada 11 April 2022 lalu dinilai berhasil memaksa presiden untuk membuat pernyataan yang lebih jelas terkait penambahan masa jabatan. Hal tersebut tak bisa dilakukan oleh beragam kelompok sipil, termasuk LP3ES yang rutin menyampaikan agar wacana penambahan masa jabatan disetop. 

"Artinya, mahasiswa dan gerakan mahasiswa bisa muncul ketika ada satu isu yang membuat mereka jadi solid. Dalam hal ini mereka sepakat bahwa jabatan presiden tak boleh 3 periode, lalu harga-harga harus diturunkan jelang Lebaran," kata Wijayanto. 

Ia juga menyebut rezim yang tengah berkuasa tak boleh lagi meremehkan gerakan mahasiswa. Sebab, mahasiswa berasal dari kelompok terdidik. Mereka juga sudah terlatih dengan melihat aksi besar lainnya yang terjadi sejak 2019 lalu. 

5. Mahasiswa dan masyarakat sipil harus perkuat jejaring untuk atasi teror siber

Menggembosi Aksi Sang Oposisi JalananIlustrasi Hacker (IDN Times/Mardya Shakti)

Lebih lanjut Wijayanto mengatakan selama mahasiswa masih terus mengawal isu agar Pemilu 2024 terlaksana sesuai jadwal, mereka harus memperkuat jejaring. Baik itu jejaring dengan mahasiswa dari kampus lain atau dengan masyarakat sipil. Dengan begitu, maka bisa saling melindungi bila kembali jadi target teror siber. 

"Sebab, secanggih-canggihnya upaya kita untuk mencegah agar tidak dijadikan sasaran teror, pihak yang di sebelah sana lebih canggih lagi, karena dugaan kami ada alat yang sangat canggih yang digunakan dan harganya mencapai miliaran rupiah (untuk melakukan serangan teror siber)," ungkap Wijayanto. 

Ia menyebut nama perangkat buatan Israel, Pegasus, yang diduga untuk melakukan serangan teror siber tersebut. "Alat itu sangat mahal dan bukan orang biasa yang dapat membelinya," tutur dia.

Di sisi lain, kata Wijayanto bila mahasiswa menjadi satu jaringan dan berada di bawah sorotan publik maka pihak lain akan lebih berhati-hati untuk melakukan serangan teror siber. "Kalau serangan teror malah diarahkan ke tokoh publik dan menimbulkan simpati publik yang tinggi, justru itu menjadi bumerang. Serangannya kan menjadi sia-sia," kata diaa. 

Sebab, pada dasarnya tujuan melakukan teror siber karena ingin mendelegetimasi gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil serta meraih simpati publik. Lebih lanjut Wijayanto mengatakan para korban serangan siber enggan melaporkan aksi peretasan yang mereka alami ke polisi. Sebab, mereka khawatir akan terkena jerat hukum untuk perkara lain. 

Sementara, ahli tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, justru mendorong agar pihak kepolisian bersikap pro aktif untuk menelusuri aksi peretasan dan serangan siber yang sudah terjadi. Sebab, serangan digital tersebut telah melanggar HAM dan bertujuan membungkam seseorang agar tak berani menyuarakan aspirasinya. Khususnya bila aspirasi itu berseberangan dengan pemerintah. 

"Jadi, seharusnya negara tidak bersikap normatif dengan menunggu laporan. Seharusnya pro aktif untuk bergerak dong mencari tahu siapa pelaku di balik aksi peretasan ini. Karena kan aksi serangan digital ini sudah sistematis, biasa dialami oleh teman-teman aktivis dan mahasiswa jelang adanya aksi unjuk rasa yang besar," ungkap Bivitri kepada IDN Times pada 22 April 2022 lalu. 

Bivitri sendiri baru-baru ini ikut menjadi korban serangan siber dan peretasan. Akun media sosial dan WhatsApp-nya tak bisa diakses selama sekitar satu minggu. 

Menurut dia, banyaknya serangan siber yang dialami oleh masyarakat berkontribusi terhadap anjloknya kualitas demokrasi di Tanah Air. Masyarakat merasa kebebasannya untuk berekspresi akhir-akhir ini semakin dibatasi. 

"Sebenarnya mudah kok untuk membongkar ini. Tapi, karena serangan digital ini dianggap tindak kriminal biasa, ya gak pernah di-handle dengan baik," tutur dia. 

Baca Juga: Akun Medsos Bivitri Susanti Diretas Sehari Sebelum Demo 21 April

Topik:

  • Anata Siregar
  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya