Menkes Targetkan 500 Tempat Umum Gunakan Aplikasi Peduli Lindungi

Padahal cakupan vaksinasi secara nasional baru 26,75 persen

Jakarta, IDN Times - Aplikasi Peduli Lindungi yang dibuat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bakal diperluas penggunaannya untuk filter warga masuk ke tempat umum. Bila semula aplikasi tersebut hanya digunakan sebagai bukti vaksinasi untuk masuk ke mal, maka kini bakal lebih banyak lagi tempat umum yang menggunakannya. 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan aplikasi tersebut nantinya bakal jadi salah satu protokol untuk membantu penanganan pandemik COVID-19. Peduli Lindungi bakal digunakan di sektor perdagangan seperti toko, mal, toko tradisional, sektor transportasi, pariwisata, kantor atau pabrik, keagamaan dan pendidikan. 

"Jadi, sebagai contoh ketika pengunjung ingin ke mal maka mereka wajib menggunakan aplikasi Peduli Lindungi. Pengunjung akan check-in dengan aplikasi PL, diperiksa suhu (tubuh), dan akan mendapat barcode sesuai riwayat vaksinasi dan tes COVID-19," ujar Budi dalam rapat koordinasi lintas kementerian dan instansi yang dilakukan secara virtual dan dipimpin Menko PMK pada Kamis (19/8/2021). 

Ia mengatakan saat ini aplikasi Peduli Lindungi sudah digunakan di 250 lokasi. Mulai dari mal, restoran, bank, rumah sakit, hotel dan perkantoran. "Kami menargetkan pada akhir Agustus sudah 500 tempat yang menggunakan aplikasi Peduli Lindungi," tutur Menkes.

Apakah ini berarti pengunjung yang belum divaksinasi tak perlu tunjukan bukti tes negatif COVID-19 sebelum masuk ke mal?

1. Pengunjung yang belum atau tak bisa divaksinasi tetap boleh masuk ke mal

Menkes Targetkan 500 Tempat Umum Gunakan Aplikasi Peduli LindungiCara penerapan filter pengunjung mal dengan aplikasi Peduli Lindungi (Tangkapan slide presentasi Menkes Budi Gunadi)

Berdasarkan penjelasan Menkes Budi, maka aplikasi Peduli Lindungi yang bakal menjadi filter warga ke tempat umum. Mereka wajib scan QR barcode di aplikasi dengan QR barcode yang berada di depan pintu masuk mal. 

"Bila sudah divaksinasi minimal dosis pertama, barcode akan menunjukkan warna merah. Mereka boleh masuk ke dalam mal. Bila barcode berwarna kuning karena belum divaksinasi tetapi bukan kontak erat pasien COVID-19, maka tetap boleh masuk ke mal," ujar pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN itu. 

Sementara, bila barcode menunjukkan warna merah yang berarti terdapat hasil tes yang menunjukkan positif COVID-19 atau merupakan kontak erat pasien, maka pengunjung tak diizinkan masuk ke dalam mal. Budi juga menyebut akan ada pemeriksaan terhadap kepatuhan protokol kesehatan yang dilakukan secara acak oleh petugas dinas kesehatan. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi memastikan aturan yang mewajibkan bawa hasil tes COVID-19 bagi yang belum atau tak bisa divaksinasi, belum resmi diberlakukan. "Kalau sekarang belum diimplementasikan," kata Nadia kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Kamis (19/8/2021). 

Pernyataan ini bertentangan dengan keterangan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi ketika melakukan peninjauan uji coba pembukaan mal di Jakarta. Pada 11 Agustus 2021 lalu, Lutfi mengatakan bagi warga yang ingin ke mal namun belum divaksinasi maka harus membawa bukti tes negatif COVID-19, baik swab antigen atau PCR. Pernyataan mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu pun diprotes oleh publik karena biaya yang dikeluarkan untuk ke mal terlampau mahal. 

Baca Juga: Aplikasi PeduliLindungi Dikritik Epidemiolog, Menkominfo Turun Membela

2. Cakupan vaksinasi COVID-19 di tingkat nasional baru 26,75 persen

Menkes Targetkan 500 Tempat Umum Gunakan Aplikasi Peduli LindungiData cakupan vaksinasi di tingkat nasional per 19 Agustus 2021 (Tangkapan presentasi Menteri Kesehatan Budi Gunadi)

Kebijakan bukti vaksinasi sebagai syarat untuk bisa beraktivitas juga sempat diprotes oleh epidemiolog dan kepala daerah. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo pernah mengatakan kebijakan bukti vaksinasi dinilai tidak adil karena jumlah warga yang divaksinasi masih sedikit.

Bahkan, ia menilai kebijakan tersebut seolah memberi karpet merah bagi warga yang sudah divaksinasi agar bisa beraktivitas kembali seperti biasa. Padahal tingkat penularan virus Sars-CoV-2 varian Delta di Tanah Air masih tinggi. 

Berdasarkan data dari Kemenkes per 19 Agustus 2021, jumlah cakupan nasional vaksinasi COVID-19 baru mencapai 26,75 persen. Cakupan vaksinasi di Jateng saja belum mencapai 40 persen.

Baru DKI Jakarta yang telah memberikan dosis vaksin lebih dari 100 persen. Lalu, disusul Bali yang cakupan vaksinasinya lebih dari 80 persen. Bahkan, dalam catatan vaksinasi Kemenkes, ada 30 provinsi yang cakupan vaksinasinya di bawah 40 persen. Bahkan, 14 provinsi di antaranya cakupan vaksinasi belum mencapai 20 persen. Berikut daftar provinsi yang tingkat cakupan vaksinasi di bawah 20 persen: 

  1. Sumatra Utara
  2. Sumatra Barat
  3. Aceh
  4. Bengkulu
  5. Maluku
  6. Sumatra Selatan 
  7. Nusa Tenggara Timur
  8. Sulawesi Tengah
  9. Nusa Tenggara Barat
  10. Kalimantan Selatan
  11. Papua
  12. Kalimantan Barat
  13. Maluku Utara
  14. Lampung

Jumlah warga yang divaksinasi dosis pertama pun masih 55,7 juta. Sedangkan, penerima dosis kedua mencapai 29,8 juta. Padahal, sasaran vaksinasi lengkap yang ditetapkan oleh pemerintah mencapai 208.265.720. Target itu diharapkan bisa dicapai pada akhir 2021. 

3. Aplikasi PeduliLindungi dinilai belum dibutuhkan, yang diperlukan genjot 3T

Menkes Targetkan 500 Tempat Umum Gunakan Aplikasi Peduli LindungiIlustrasi aplikasi Peduli Lindungi di Play Store (www.aptika.kominfo.go.id)

Sementara, menurut epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman aplikasi Peduli Lindungi belum terlalu dibutuhkan sebagai syarat melakukan aktivitas. Sebab, aplikasi tersebut baru dimanfaatkan sebagai bukti sudah divaksinasi.

Padahal, meniru aplikasi serupa yang dibuat di Singapura, teknologi itu bisa dimanfaatkan untuk melakukan pelacakan kontak erat pasien COVID-19. Sehingga, mempermudah tugas tenaga pelacak. Menurut Dicky, aplikasi itu justru menyulitkan pemerintah sendiri. 

"Ini (PeduliLindungi) akan menyulitkan pemerintah sendiri dan dunia usaha. Jadi, niatnya betul untuk membatasi, tetapi itu bukan akar masalahnya," kata Dicky ketika dikonfirmasi pada 15 Agustus 2021 lalu. 

Bukti vaksin sebaiknya tidak digunakan sebagai syarat untuk beraktivitas dulu, tutur dia, karena jumlah warga yang divaksinasi belum banyak. "Cakupan vaksinasi belum mencapai 50 persen dan terbatas. Orang yang akses (vaksin) juga terbatas, masih menunggu antrean dan sebagainya," ujar dia lagi. 

Menurut Dicky, alih-alih menggunakan aplikasi Peduli Lindungi, pemerintah sebaiknya terus menggenjot 3T (trace, test dan treatment). Ia mengatakan, bila 3T di Indonesia sudah kuat, maka aplikasi semacam PeduliLindungi sudah tak lagi dibutuhkan. 

Baca Juga: Instruksi Mendagri: Mal Sudah Dibuka di 20 Area, Kapasitas Dibatasi

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya