Menkes: Varian Delta AY.23 yang Dominasi Singapura Berasal dari RI

Pemerintah siapkan 120 ribu bed rumah sakit untuk COVID-19

Jakarta, IDN Times - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan virus Sars-CoV-2 varian Delta AY.23 yang kini mendominasi Singapura diyakini masuk dari Indonesia. Ia mengatakan hal tersebut berdasarkan data genome sequencing yang dilakukan di Tanah Air.

Budi menjelaskan varian Delta awal yakni B1617.2 masuk ke Indonesia. Kemudian, varian Delta itu bermutasi menjadi Delta AY.23 dan menjadi sub varian yang menjadi sangat dominan di Indonesia. 

"Dan itu (varian Delta AY.23) juga menyebar ke luar, salah satunya ke Singapura karena (varian Delta) paling besar adalah AY.23," ujar Budi ketika berbicara di diskusi virtual dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan dikutip dari YouTube PKSTV pada Selasa (16/11/2021). 

Budi juga mengatakan bahwa varian Delta awal yakni B1617.2 sudah memiliki 25 varian dan telah ditemukan di Indonesia. Mantan Wakil Menteri BUMN itu mengatakan varian yang paling banyak ditemukan di Tanah Air adalah AY.23 dan AY.4. Sedangkan, varian AY.4.2 atau Delta Plus diklaim belum ditemukan masuk ke Tanah Air. Padahal, varian Delta Plus tersebut sudah ditemukan di Singapura dan Malaysia.

Ia pun berharap varian Delta Plus tidak masuk ke Indonesia dengan cara memperkuat pengawasan di pintu perbatasan. Namun, hal tersebut tidak sejalan lantaran di lapangan pemerintah telah membuka kembali pintu masuk bagi warga dan turis asing dan memangkas waktu karantina dari semula 5 hari menjadi 3 hari.

"Varian ini (AY.4.2) mengkhawatirkan karena menyebabkan kenaikan kasus COVID-19 di Inggris," kata dia lagi. 

Lalu, apa upaya pemerintah supaya varian baru Delta Sars-CoV-2 tidak masuk ke Indonesia?

Baca Juga: Kembali Bermutasi, Virus Corona Varian Delta Berubah Jadi 'Delta Plus'

1. Pemerintah tetap berusaha menjaga kapasitas tes COVID-19 tinggi

Menkes: Varian Delta AY.23 yang Dominasi Singapura Berasal dari RIMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Dok. Humas KPK)

Salah satu cara yang digunakan oleh Menkes Budi untuk mencegah varian Delta Plus masuk atau meluas di Tanah Air yakni dengan gencar melakukan deteksi. Caranya, kapasitas tes dan kontak erat tetap diusahakan tinggi. 

Berdasarkan data dari Satgas Penanganan COVID-19, jumlah orang yang dites pada Senin, 15 November 2021 lalu mencapai 167.949. Meski mayoritas tes yang dilakukan adalah antigen. 

"Tetapi, masalah di kita sejak (kasus harian) ini menurun banyak orang yang merasa tidak mau diswab PCR. Padahal, seharusnya setelah dia didiagnosa positif atau kontak erat, maka langsung diswab," kata Budi. 

Cara lain yang ditempuh oleh pemerintah yakni memperkuat pengawasan di semua pintu masuk. Ia mengatakan sebelumnya, pemerintah menjaga erat pintu masuk di bandara, tetapi justru lengah di pintu pelabuhan. Alhasil, varian Delta muncul dari Kudus lantaran membiarkan ada kapal yang datang dari India berlabuh di Kudus. 

"Belajar dari gelombang satu dan dua, kami melakukan penjagaan lebih ketat di lima bandara, 9 pintu masuk dari laut dan 4 entry dari darat. Kami sudah lihat kalau dari udara, paling banyak masuk dari Bandara Soetta, dari laut masuk dari pelabuhan di Batam dan darat paling banyak masuk dari Entikong," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Varian Delta Plus AY.4.2 Sudah Masuk Malaysia, Dibawa dari Inggris 

2. Menkes Budi klaim Indonesia negara kelima tertinggi yang paling banyak memberikan vaksinasi COVID-19

Menkes: Varian Delta AY.23 yang Dominasi Singapura Berasal dari RIIlustrasi vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Jojon)

Di sisi lain, Menkes Budi kembali membanggakan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara di dunia yang memberikan vaksin paling banyak ke warganya. Data yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan tertulis, per November 2021 sudah ada 180 juta orang yang divaksinasi. Sedangkan, target yang harus divaksinasi mencapai 209 juta. 

"Kita mencapai 50 juta dosis pertama vaksin membutuhkan waktu 26 minggu. Sedangkan, 50 juta dosis berikutnya hanya perlu waktu 7 minggu yakni pada 31 Agustus 2021, 50 juta berikutnya dicapai dalam waktu 5 minggu dan sekarang hanya perlu 4 minggu untuk mencapai 50 juta dosis," tutur Budi. 

Maka dengan laju pemberian vaksin tersebut, maka pada akhir 2021 Menkes Budi memperkirakan bisa memberikan 290 juta dosis vaksin. Suntikan pertama bisa diterima oleh 180 juta warga atau 80 persen dari target populasi. Dosis kedua bisa diberikan kepada 124 juta atau 59,6 persen. 

"Sementara, laju suntikan kita per hari telah mencapai lebih dari 2 jutaan," kata dia. 

Ia pun mengingatkan meski sudah divaksinasi warga tidak boleh abai terhadap protokol kesehatan. Budi pun mengakui dulu ia sempat berpikir pandemik bakal berakhir setelah semua warga divaksinasi. Kenyataannya tidak seperti itu. 

"Buktinya ada empat negara yang vaksinasinya sudah tinggi yakni Amerika Serikat, Israel, Inggris dan Singapura. Setelah kami lihat hal ini disebabkan varian baru virus yang dinamakan Delta," ungkapnya. 

3. Pemerintah siapkan 120 ribu bed di rumah sakit bagi pasien COVID-19

Menkes: Varian Delta AY.23 yang Dominasi Singapura Berasal dari RIilustrasi tenaga kesehatan. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Menkes Budi juga mengingatkan bahwa pandemik sudah beberapa kali terjadi di dunia. Maka, ia berpikir manusia seharusnya sudah tahu dan mampu mengatasinya. 

"Umumnya pandemik ini gak ada yang selesai cepat. Ada (yang baru selesai) 5 tahun, 10 tahun, malah ada yang sampai ratusan tahun. Karena pandemik ini tidak bisa selesai cepat, maka yang jadi fokus bagaimana cara mengurangi laju penularannya. Bukan langsung menghilangkan," kata Budi. 

Ia menggaris bawahi yang penting jumlah orang yang tertular COVID-19 masih berada di dalam kapasitas rumah sakit di Indonesia. Saat ini, kapasitas tempat tidur rumah sakit di Indonesia mencapai 400 ribu. Tetapi, 30 persen di antaranya sudah ditentukan oleh pemerintah harus untuk penyakit COVID-19. 

"Jadi, sekitar 120 ribu bed (untuk COVID-19). Maka, kita jaga jangan sampai yang masuk ke dalam rumah sakit lebih dari 120 ribu pasien," ujarnya lagi. 

Ia menambahkan 20 persen dari kasus aktif di Tanah Air berujung ke perawatan di rumah sakit. Maka, ia berusaha menjaga agar kasus aktif tidak boleh lebih dari 600 ribu. 

"Waktu Juli kemarin kan sempat kasus aktif COVID-19 mencapai 500 ribu. Maka, gak heran kalau rumah sakit banyak mengalami tekanan," kata dia. 

Baca Juga: Luhut: Pemerintah Berencana Larang Perayaan Tahun Baru

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya