Menko Mahfud Dorong Publik Agar Tak Segan Kasih Masukan untuk Polri

Mahfud juga minta Polri untuk terbuka terhadap kritik

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD turut memperingati hari jadi ke-74 Polri yang jatuh tiap (1/7). Ada satu pesan menarik yang disampaikan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu untuk publik yakni jangan segan untuk menyampaikan kritik kepada institusi kepolisian. Di sisi yang lain, Mahfud juga meminta agar Polri juga berlapang dada dan bersedia menerima segala kritik yang masuk secara profesional. 

"Polri harus terus menerus terbuka terhadap kritik. Masyarakat juga jangan segan memberikan masukan dan kritik pada polisi," kata Mahfud ketika memberikan keterangan dalam peringatan hari Bhayangkari pada Rabu ini. 

Sayang, sulit merealisasikan saran Mahfud itu. Sebab, sering kali warga yang menyampaikan kritik kemudian malah harus berurusan dengan pihak kepolisian. Salah satunya menimpa seorang pria bernama Ismail Ahma yang bermukim di Kepulauan Sula, Maluku Utara. 

Pada (12/6) lalu, Ismail menulis ulang guyonan almarhum Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di status akun media sosialnya. Di akun Facebooknya, Ismail menulis "hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia; patung polisi, polisi tidur dan Jenderal Hoegeng."  Tak disangka ternyata unggahan itu membuat kepolisian setempat merasa tersinggung. 

Bisakah Polri menerapkan salah satu fungsinya sebagai pengayom masyarakat?

1. Mahfud MD mendorong kritik yang diberikan oleh publik harus bersifat konstruktif

Menko Mahfud Dorong Publik Agar Tak Segan Kasih Masukan untuk Polri(Menko Mahfud MD ketika merayakan Hari Bhayangkari di Kemenko Polhukam) Dokumentasi Kemenko Polhukam

Di dalam keterangan tertulis yang disampaikan hari ini, Mahfud menggaris bawahi kritik yang disampaikan oleh publik harus yang bersifat membangun. Tujuannya, agar tidak merusak keberadaan Polri. 

"Bahwa itu (Polri) harus diperbaiki iya. Tetapi, Polri sendiri harus berkomitmen sebagai abdi negara dan abdi bangsa yang siap menjaga NKRI," kata pria yang sempat menjabat sebagai Menteri Pertahanan itu. 

Ia juga mengingatkan keberadaan Polri di Tanah Air sangat penting. Bila unsur polisi dan militer absen dan layanannya terhenti, Mahfud mengingatkan, negara bisa bubar. 

"Karena tidak ada yang mengamankan. Orang bisa bertindak brutal, melakukan tindak kriminal berat dan tindakan teror lainnya," tutur dia lagi. 

Baca Juga: HUT Bhayangkara ke-74, IPW Nilai Polri Makin Mengerikan

2. Mahfud MD merayakan hari Bhayangkari dengan memotong nasi tumpeng yang dikirim oleh Kapolri

Menko Mahfud Dorong Publik Agar Tak Segan Kasih Masukan untuk PolriKapolri Jenderal Polisi, Idham Azis (Dok. Humas Polri)

Perayaan hari Bhayangkari di Kemenkopolhukam dilakukan secara sederhana. Mahfud terlihat memotong nasi tumpeng dan diberikan kepada dua personel Polri dengan pangkat bintara. Keduanya diketahuinya bertugas menjaga keamanan di kantor Kemenko Polhukam.

Potongan nasi tumpeng juga diserahkan kepada Irjen (Pol) Widiyanto Poesoko, staf ahli Kemenko Polhukam. Mahfud bercerita nasi tumpeng itu bukan disediakan oleh kantor tempatnya bekerja. 

"Tumpeng yang diberikan adalah kiriman dari Kapolri kepada Menko Polhukam di hari Bhayangkara," demikian keterangan dari kantor Kemenko Polhukam hari ini. 

3. YLBHI menilai sebagai penegak hukum, Polri justru sering melanggar aturan hukum

Menko Mahfud Dorong Publik Agar Tak Segan Kasih Masukan untuk PolriIlustrasi Gedung Bareskrim Mabes Polri (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Sementara, dalam keterangan tertulisnya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) justru memberi rapor merah dalam perayaan HUT ke-74 Polri. YLBHI mencatat selaku penegak hukum, Polri dinilai telah melanggar tujuh aturan yang tertera di dalam hukum itu sendiri. Tujuh masalah yang berkaitan dengan Polri yaitu: 

  1. Polri tetap memproses hukum puluhan kasus penodaan agama hanya karena desakan massa atau publik. Pelaku ditahan semata-mata karena dinilai telah mengganggu ketertiban umum
  2. Personel Polri ikut serta dalam konflik lahan dan perampasan tanah
  3. Polri dituding ikut menjadi bagian dalam tanda-tanda otoritarianisme pemerintah
  4. Polri dituding menjadi aktor paling dominan dalam kasus pelanggaran untuk mendapatkan keadilan. Salah satu indikasi banyak pihak yang mengakui tindak kejahatan lantaran mendapat siksaan secara fisik
  5. Dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan, Polri dituding sering tidak mematuhi aturan yang ada
  6. Polri diduga ikut serta merancang penanganan kasus Novel Baswedan sehingga berujung kepada ringannya tuntutan dua terdakwa
  7. Dwi fungsi aparat keamanan kembali. Salah satu indikasinya belasan anggota Polri menempati berbagai posisi strategis di kementerian atau lembaga negara

Atas temuan itu, maka YBLHI meminta kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo sebagai atasan Kapolri agar memberikan perhatian serius terhadap sederet pelanggaran ini. 

"Kami juga meminta agar penegakan hukum juga berlaku terhadap seluruh anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia," demikian kata YLBH di dalam keterangan tertulisnya hari ini. 

Baca Juga: Hadiri Acara Bhayangkari, Tito Karnavian Nostalgia Semasa Jadi Kapolri

Topik:

Berita Terkini Lainnya