Menko Mahfud MD Imbau Obligor BLBI Sukarela Bayar Utang ke Negara

Total aset yang diburu dari perkara BLBI lebih dari Rp110 T

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengimbau kepada 48 obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) agar secara sukarela menghubungi Kementerian Keuangan untuk membayar utangnya. Mahfud menyebut penghitungan terakhir pemerintah soal nilai aset yang diburu dari perkara BLBI mencapai Rp110.454.809.645.467.

Menurut Mahfud, pemerintah tidak akan bisa dibohongi karena mereka punya data mengenai aset yang dimiliki oleh para obligor. 

"Untuk aset berupa tanah dan properti yang bisa dieksekusi, maka akan langsung dieksekusi oleh pemerintah, karena Mahkamah Agung sudah memutuskan itu (BLBI) perkara perdata," ungkap Mahfud ketika memberikan keterangan pers di kantor Kemenko Polhukam dan disaksikan secara daring pada Kamis (15/4/2021). 

Data mengenai potensi piutang pemerintah dari obligor BLBI disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani ketika mengikuti rapat koordinasi dengan Mahfud. Perempuan yang akrab disapa Ani itu masuk ke dalam anggota dewan pengarah satgas pemburu aset BLBI. 

"Menkeu tadi sudah menayangkan ini jumlah uang yang akan ditagih, yang berbentuk aset dan kredit ada sekian, saham ada sekian, properti ada sekian, dalam bentuk tabungan mata uang rupiah sekian dan uang asing ada sekian," kata dia lagi. 

Sayangnya, Mahfud enggan menyebut siapa saja nama 48 obligor yang kini aset-asetnya sedang diburu oleh satgas. Ia hanya mengatakan pemerintah akan mengumumkan nama obligor yang utangnya sudah lunas. 

Apakah Sjamsul Nursalim dan Itjih termasuk ke dalam obligor yang aset-asetnya masih diburu oleh satgas?

1. Pemerintah tetap buru aset milik Sjamsul Nursalim pemilik BDNI

Menko Mahfud MD Imbau Obligor BLBI Sukarela Bayar Utang ke NegaraIlustrasi Syamsul Nursalim (IDN Times/Arief Rahmat)

Kepada media, Mahfud menjelaskan Sjamsul memiliki dua jenis utang kepada pemerintah untuk perkara BDNI dan Bank Dewa Rutji. Ia pun memastikan satgas tetap akan memburu aset-aset Sjamsul terkait BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia). Sjamsul diketahui merupakan pengendali saham di BDNI. 

Berdasarkan keterangan dari KPK, Sjamsul pada 1999 memperoleh kucuran dana bantuan dari BI senilai Rp27,4 triliun. Sjamsul mengklaim sudah membayar lunas utangnya dengan aset-aset yang ia miliki. Tetapi, masih menyisakan utang senilai Rp4,8 triliun.

"Jadi, masuk (untuk perkara) BDNI dan Bank Dewa Rutji milik Sjamsul Nursalim. Akan kami tagih (utangnya)," kata pria yang sempat menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Sejak 2019, komisi antirasuah sudah berhasil melacak aset-aset milik Sjamsul. Ia diketahui sebagai pemilik perusahaan PT Gajah Tunggal yang memproduksi dan memasarkan ban dengan merek Zeneos serta GT Radial. Pria yang sudah lama menetap di Singapura itu diketahui juga merupakan pemilik perusahaan ritel PT Mitra Adiperkasa (MAP). 

Baca Juga: Ini Strategi Satgas dalam Memburu Aset BLBI yang Capai Rp110 Triliun

2. Pemerintah bisa jerat obligor BLBI dengan hukum pidana bila lakukan penipuan

Menko Mahfud MD Imbau Obligor BLBI Sukarela Bayar Utang ke NegaraIlustrasi BLBI (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam keterangan pers itu, Mahfud juga memastikan masih bisa memberlakukan hukum pidana kepada para obligor BLBI. Hukum pidana itu diberlakukan bila mereka melakukan penipuan aset yang mereka serahkan ke pemerintah. 

Sementara, dalam diskusi di Kompas TV, Mahfud tak segan mengancam akan membui atau penyanderaan fisik bila ingkar membayar utang yang jadi kewajibannya. 

"Dalam hukum perdata, bisa kan kalau dia melakukan pengingkaran, kewajiban bayar utang, lalu dihukum perdata dengan hukuman badan," tutur Mahfud. 

Pria yang sempat jadi kandidat kuat cawapres itu juga membantah ada upaya untuk menutup-nutupi pihak tertentu agar obligor BLBI tak dijatuhi vonis pidana.

"Kalau KPK mau membuka kembali kasus itu silakan, itu bukan urusan kami, kan menjadi perkara KPK. Kami gak pernah menghalangi KPK," kata dia sambil tertawa. 

Pemerintah tak akan melakukan intervensi bila ditemukan bukti baru yang mengarah ke dugaan perbuatan korupsi dalam perkara BLBI. 

3. Pakar hukum kecewa KPK tak diajak masuk jadi satgas pemburu aset BLBI

Menko Mahfud MD Imbau Obligor BLBI Sukarela Bayar Utang ke NegaraGedung KPK (IDN Times/Aryodamar)

Sementara, pakar hukum pidana dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera (STH), Bivitri Susanti, mengaku kecewa karena KPK malah tak dilibatkan dalam satgas pemburu aset BLBI. Bila melihat isi susunan anggota satgas seolah-olah pemerintah, kata dia, ingin mengirimkan pesan komisi antirasuah sudah tiada keberadaannya. 

"KPK benar-benar diabaikan di sini, sudah dianggap tidak exist. Padahal, urusannya mengenai pemberantasan korupsi dan meski sudah ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) untuk perkara SN dan IN, lalu SAT lepas, tapi dari dulu kan urusannya sama KPK. Tapi, malah gak diajak," ungkap Bivitri ketika berbicara di diskusi publik yang dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI dan disiarkan secara daring di YouTube, 11 April 2021 lalu. 

Hal lain yang disoroti Bivitri dalam diskusi tersebut yakni cara pandang pemerintah terhadap pemberantasan korupsi sudah bergeser jauh. Pemerintah tidak lagi menekankan pemberantasan rasuah atau tindak kejahatannya, tetapi yang terpenting uang yang dicuri bisa kembali ke negara. Narasi yang disampaikan oleh aparat pemerintah disampaikan secara konsisten di ruang publik. 

"Padahal, tujuan dari pemberantasan korupsi itu bukan sekedar agar duitnya balik, tapi bagaimana menimbulkan efek jera dan meningkatkan pengawasan," kata dia. 

Dengan begitu, semua orang, Bivitri melanjutkan, akan berpikir ribuan kali sebelum ia melakukan korupsi dan menerima suap. 

Baca Juga: Susunan Anggota Satgas Pemburu Aset BLBI: Dari Mahfud hingga Luhut

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya