Menko Mahfud: Pemerintah akan Revisi Terbatas 4 Pasal Karet UU ITE

Pemerintah juga tambah pasal untuk pembuat hoaks

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah sepakat akan merevisi secara terbatas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 19 Tahun 2016. Revisi terbatas yang dimaksud ada di pasal-pasal yang dianggap 'pasal karet' yakni Pasal 27, 28, 29, dan 36. 

"Lalu, ditambah satu pasal yakni 45C," ujar Mahfud ketika memberikan keterangan pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta yang disiarkan melalui siaran YouTube, Selasa (8/6/2021). 

Mahfud mengatakan revisi dilakukan untuk menghilangkan adanya multitafsir terhadap pasal-pasal tersebut, pasal karet dan aturan yang berpotensi mengkriminalisasi warga. Langkah revisi akhirnya diambil lantaran pemerintah menilai keberadaan UU ITE masih dibutuhkan meski telah memakan korban dibui. 

"UU ITE dibutuhkan untuk mengatur lalu lintas komunikasi dunia digital," katanya lagi. 

Menurut Mahfud, diambilnya keputusan tersebut bukan semata-mata keinginan pemerintah semata. Melainkan setelah dilakukan kajian bersama 55 orang termasuk kelompok masyarakat sipil. 

"Kami mengundang berbagai pihak mulai dari aktivis demokrasi, para praktisi, insan pers, akademisi, anggota DPR, partai politik dan enam lembaga kementerian," tutur dia. 

Lalu, bagian apa di dalam empat pasal karet tersebut yang akan diajukan ke DPR untuk direvisi?

1. Ada enam poin dalam UU ITE yang direvisi

Menko Mahfud: Pemerintah akan Revisi Terbatas 4 Pasal Karet UU ITEDeretan pasal di UU ITE yang multi tafsir atau karet (IDN Times/Arief Rahmat)

Mahfud menjelaskan ada enam poin dalam UU ITE yang akan direvisi. Satu, ujaran kebencian. "Ya, kita beritahu ujaran kebencian itu apa. Misalnya, saat ini mendistribusikan ujaran kebencian, nanti akan ditambah kalimat mendistribusikan dengan maksud untuk diketahui umum," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Ia mengatakan bila seseorang hanya mengirimkan konten ke orang lainnya, maka tidak bisa dikatakan sebagai perbuatan pencemaran nama baik atau fitnah. "Dalam perkara Baiq Nuril itu kan karena tidak ada kalimat untuk didistribusikan kepada masyarakat umum (makanya ia dinyatakan bersalah)," ujarnya. 

Kasus lainnya ada pasien yang menerima perawatan yang buruk dari sebuah rumah sakit lalu dilaporkan ke anak-anaknya, maka tak bisa juga dijerat dengan tindak pidana. 

"Jadi, revisinya itu menyangkut substansi dan menjelaskan maksud istilah di dalam undang-undang itu," kata dia. 

Poin kedua yang akan diberikan pengertian soal kebohongan. Lalu, ada perjudian online, kesusilaan dan seks melalui daring, fitnah dan penghinaan juga akan diberi penjelasan. 

"Jadi, kami tidak memperluas tapi undang-undang itu hanya direvisi agar pasal-pasal karetnya hilang," tutur Mahfud. 

Baca Juga: Pengamat: UU ITE Sebaiknya Direvisi, Terutama yang Muat Pasal Karet

2. Proses revisi UU ITE akan dikerjakan Kemenkumham

Menko Mahfud: Pemerintah akan Revisi Terbatas 4 Pasal Karet UU ITEIlustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Mahfud menjelaskan revisi di empat pasal itu akan dikerjakan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) lalu dibawa ke proses legislasi. "Jadi, nanti akan disinkronisasi," kata dia. 

Sementara, mengenai Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai pedoman untuk memahami penggunaan UU ITE akan diteken tiga pejabat yaitu Kapolri, Jaksa Agung dan Menkominfo.

"SKB itu akan diluncurkan dalam waktu yang tidak terlalu lama," ujar Mahfud. 

SKB itu nantinya digunakan sambil proses revisi terhadap empat pasal karet, dan penambahan satu pasal baru masih dilakukan. 

3. Pasal tambahan 45C di dalam UU ITE akan bui orang yang sebar hoaks

Menko Mahfud: Pemerintah akan Revisi Terbatas 4 Pasal Karet UU ITEIDN Times/Sukma Shakti

Sementara, hingga kini Kemenkopolhukam belum bersedia menjelaskan apa isi pasal tambahan 45C yang akan dimasukan ke dalam UU ITE. Tetapi, Direktur Organisasi SAFEnet, Damar Juniarto pada 23 Mei lalu sempat menyampaikan isi pasal 45C mengadopsi dari Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946. 

Bunyi pasal tersebut mengatur pidana bagi orang yang menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat melalui sarana elektronik. Bila terbukti, maka pelaku bisa diancam pidana maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp10 miliar. 

Sementara, di poin kedua bila menyebarluaskan yang tidak lengkap sedangkan patut diduga hal itu dapat menimbulkan keonaran maka bisa dibui hingga empat tahun atau denda Rp4 miliar.

Baca Juga: Ini Deretan Pasal yang Perlu Dihapus dari UU ITE Menurut Koalisi Sipil

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya