Yasonna: Revisi PP Nomor 99 Baru Sebatas Usulan Perlu Restu Presiden 

Bila disetujui Presiden, Setya Novanto berpotensi bebas

Jakarta, IDN Times - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly membantah dengan tegas hendak membebaskan lebih awal napi kasus korupsi di tengah pandemi virus corona. Wacana itu muncul ketika Yasonna mengikuti rapat kerja dengan komisi III DPR pada (1/4) lalu mengatakan hendak membebaskan sekitar 300 napi kasus korupsi agar tidak terpapar COVID-19 di dalam lapas. 

Namun, menteri dari PDI Perjuangan itu menyadari ia tidak bisa membebaskan napi kasus korupsi begitu saja. Ia perlu merevisi aturan di dalam PP nomor 99 tahun 2012 mengenak hak warga binaan di dalam lapas. Di dalam PP tersebut diatur secara ketat bagaimana napi dan anak bisa menerima remisi dan hak integrasi. Tetapi, bagi napi yang melakukan tindak kejahatan luar biasa seperti terorisme, narkotika dan korupsi tak akan mendapat hak itu. 

"Perkiraan kami bagaimana merevisi PP nomor 99 tahun 2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini," ungkap Yasonna ketika melakukan raker dengan teleconference pada (1/4). 

Tetapi, Yasonna menolak disebut ingin membebaskan napi kasus korupsi dari bui. 

"Saya disebut mau meloloskan napi narkoba dan kasus korupsi, seperti sudah beredar di beberapa media sejak beberapa waktu lalu, itu tidak benar," ungkap Yasonna seperti dikutip dari kantor berita Antara pada Sabtu (4/4). 

Lagipula yang ia sampaikan ketika rapat dengan komisi III, ujarnya lagi, baru sebatas usulan dan harus memperoleh restu dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Kalaupun disetujui Presiden Jokowi, maka jumlah napi kasus korupsi yang menghirup udara bebas tidak sebanyak seperti perkiraan pegiat antikorupsi. Mengapa Yasonna merasa perlu ikut membebaskan napi kasus korupsi?

1. Yasonna berdalih hendak membebaskan napi karena kapasitas lapas sudah berlebih

Yasonna: Revisi PP Nomor 99 Baru Sebatas Usulan Perlu Restu Presiden Kondisi Lapas (Dok. Istimewa)

Di dalam keterangan tertulis yang dikutip Antara, Yasonna menjelaskan kondisi sebagian besar lapas di Indonesia sudah melebihi kapasitasnya. Data yang dikutip kapasitas lapas sesungguhnya hanya mampu menampung 130 ribu. Tetapi, pada kenyataan lapas di Indonesia dihuni 260 ribu napi. 

Oleh sebab itu, untuk mengurangi kapasitas lapas, maka dimungkinkan dengan melakukan revisi PP nomor 99 tahun 2012. Namun, syaratnya napi yang memperoleh fasilitas remisi dan pembebasan bersyarat harus dibuat lebih ketat. 

Yasonna juga sempat menyinggung pembebasan napi lebih awal didasari rasa kemanusiaan. Apalagi penyakit COVID-19 lebih cepat menular di tempat yang berkerumun. 

"Saya mengatakan hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak menghayati sila kedua di Pancasila yang tidak menerima pembebasan napi di lapas 'over capacity'," ungkapnya. 

Pembebasan lebih awal napi kasus tindak pidana kejahatan umum masih bisa dipahami. Namun, publik sulit menerima bila koruptor pun bisa ikut menghirup udara bebas lebih cepat. 

Kemenkum HAM memberi syarat bagi tindak pidana khusus yang ingin diberi remisi atau pembebasan bersyarat maka harus berusia di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanannya. Yasonna menyebut secara spesifik napi di atas usia 60 tahun yang dibebaskan lebih awal, karena daya tahan tubuhnya sudah lemah. 

Baca Juga: Menkopolhukam: Pemerintah Tak Berencana Beri Remisi ke Napi Koruptor

2. Kemenkum HAM sudah membebaskan 30.432 napi kasus tindak pidana umum

Yasonna: Revisi PP Nomor 99 Baru Sebatas Usulan Perlu Restu Presiden Ilustrasi narapidana. (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, berdasarkan data yang dirilis oleh Kemenkum HAM, per (4/4) kemarin, sudah ada 30.432 napi yang dibebaskan dari lapas. Sebanyak 22.412 dibebaskan melalui asimilasi. Sementara, 8.020 napi dan anak dibebaskan melalui proses integrasi. 

Hingga saat ini memang belum ada napi kasus korupsi yang dibebaskan oleh Kemenkum HAM. Sementara, dengan membebaskan puluhan ribu napi itu lebih awal, Kemenkum HAM mengklaim bisa menghemat anggaran hingga Rp260 miliar. 

"Ini sesuai dengan anjuran Komisi Tinggi untuk HAM di PBB dan sub-komite PBB anti penyiksaan," ungkap Yasonna. 

3. Menkum HAM Yasonna menyebut bila revisi PP nomor 99 tahun 2012 disetujui, maka napi kasus korupsi hanya dibebaskan sementara

Yasonna: Revisi PP Nomor 99 Baru Sebatas Usulan Perlu Restu Presiden IDN Times/Sukma Sakti

Namun, ada pernyataan yang menarik di dalam keterangan tertulis Menkum HAM Yasonna. Ia mengatakan bila revisi PP nomor 99 tahun 2012 itu dikabulkan oleh Presiden Jokowi, maka para napi kasus korupsi itu hanya dibebaskan sementara waktu. Bila wabah virus corona sudah reda, napi koruptor itu akan dikembalikan ke dalam lapas. 

"Apabila seandainya karena alasan penyakit kronis dan rentan terhadap COVID-19 serta napi itu berusia di atas 60 tahun ke atas, maka dia dapat dikeluarkan, menjalani asimilasi sementara di rumah dan akan dikembalikan ke dalam lapas setelah bahaya penyebaran COVID-19 selesai, sesuai keputusan pemerintah," kata Yasonna. 

Ia juga mengatakan selama napi kasus korupsi menjalani proses asimilasi di rumah, maka tidak dihitung sebagai waktu untuk menjalani hukuman atau dibantarkan sementara. 

Organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) sudah merilis daftar napi kasus korupsi yang berpotensi bebas bila PP itu memperoleh restu dari Presiden Jokowi. Mereka mulai dari Setya Novanto, Siti Fadilah Supari, Patrialis Akbar hingga OC Kaligis. 

4. Menkopolhukam menilai lapas tempat menahan napi koruptor tidak berdesak-desakan

Yasonna: Revisi PP Nomor 99 Baru Sebatas Usulan Perlu Restu Presiden (Gambaran kapasitas Lapas Sukamiskin Bandung menampung para napi) IDN Times/Arief Rahmat

Sementara, dalam klarifikasinya hari ini, Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD menjelaskan pemerintah tidak memiliki rencana untuk membebaskan napi koruptor. Usulan menolak merevisi aturan itu sudah pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi pada tahun 2015 lalu. 

Mahfud juga menilai tidak perlu membebaskan napi kasus korupsi lebih awal. Sebab, kondisi lapas tempat mereka menjalani hukuman tidak berdesak-desakan seperti lapas kasus tindak kejahatan umum. Sebagai contoh, di Lapas Sukamiskin, Bandung, berdasarkan data tahun 2018, total napi dan tahanan di sana mencapai 444. Sementara, lapas sesungguhnya sanggup menampung 552 napi. 

"Kalau (napi) tindak korupsi itu (ditahan) di tempat yang luas. Bisa melakukan physical distancing. Malah diisolasi di sana lebih bagus daripada diisolasi di rumah," tutur Mahfud. 

Baca Juga: Jika PP No. 99 Tahun 2012 Direvisi, 22 Koruptor Ini Berpotensi Bebas!

Topik:

  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya