MPR: Pandemik Tak Bisa Jadi Alasan Perpanjangan Jabatan Presiden

"Gagal tangani pandemik malah minta perpanjangan jabatan"

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid menyayangkan semakin kencangnya isu mengenai penambahan masa jabatan presiden, dari semula dua periode menjadi tiga periode. Hidayat menilai seharusnya wacana ini dihentikan karena pandemik COVID-19 tengah melonjak.

Sebab, wacana tersebut mulai mengkhawatirkan, melebar, kontroversial dan meresahkan. Bahkan, menurut Hidayat, skenario itu sudah tak sesuai dengan UUD 1945. 

"Itu kan bertentangan dengan konstitusi yang sudah mengatur dengan jelas masa jabatan presiden fixed lima tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali masa jabatan saja yaitu lima tahun sebagaimana diatur dalam pasal 7 UUD 1945," ujar Hidayat pada Rabu (23/6/2021) dan dikutip dari kantor berita ANTARA

Ia pun menegaskan tak ada ketentuan perpanjangan tahun masa jabatan presiden. Apalagi pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 tegas mengatur pemilu diselenggarakan lima tahun sekali. Di dalamnya termasuk kontestasi pemilihan presiden. 

"Dengan demikian, opsi penambahan tahun jabatan presiden juga tidak sesuai konstitusi alias ilegal," kata dia lagi. 

Lalu, mengapa wacana perpanjangan jabatan presiden bisa berlarut-larut dan tidak dihentikan?

Baca Juga: Pernyataan-Pernyataan Jokowi yang Menolak Jabatan Presiden 3 Periode

1. Partai politik dan MPR dianggap tak melakukan aksi nyata untuk setop wacana 3 periode

MPR: Pandemik Tak Bisa Jadi Alasan Perpanjangan Jabatan PresidenIlustrasi bendera partai politik (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Menurut peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, salah satu alasan mengapa isu wacana perpanjangan jabatan presiden tetap dibicarakan sejak 2019 hingga sekarang, lantaran tak disetop secara serius oleh MPR. Mereka membuka pintu itu dengan membuka wacana untuk mengamanden Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). 

"Sampai sekarang kan rencana itu masih hidup. Ketika rencana itu masih hidup artinya tinggal menunggu waktu saja kapan akan dieksekusi," ungkap Lucius dalam diskusi virtual yang digelar oleh Para Syndicate pada Rabu (23/6/2021). 

Selama rencana tersebut belum dieksekusi maka wajar bila ada beberapa kelompok yang memunculkan isu-isunya sendiri. Kelompok itu ingin mendompleng proses amandemen yang saat ini sedang dilakukan oleh MPR untuk kepentingan kelompoknya sendiri. 

Ia menilai seharusnya DPR bisa lebih cepat dan memiliki inisiatif untuk mengakhiri wacana tersebut. Apalagi wacana ini justru makin santer terdengar di masa pandemik. 

"Dengan menyatakan secara resmi bahwa agenda amandemen konstitusi dicabut dari rencana-rencana MPR, saya kira itu satu hal yang harus dilakukan bila MPR tidak ingin kemudian menyaksikan kegaduhan di ruang publik sehingga membuat orang lupa untuk menjaga jarak," tutur dia lagi. 

Di sisi lain, ujar Lucius, para partai politik tidak secara tegas mengakhiri wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Mereka malah membiarkan isu itu mengalir sambil menunggu ke mana akan bermuara. 

Baca Juga: Wacana Jabatan Presiden 3 Periode, Fadli Zon: Ada yang Cari Proyek

2. HNW menilai aneh bila RI menunda pemilu karena pandemik COVID-19

MPR: Pandemik Tak Bisa Jadi Alasan Perpanjangan Jabatan PresidenIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, menurut Hidayat, justru aneh bila masa jabatan presiden diperpanjang karena alasan pandemik COVID-19. Alasan tersebut, kata Hidayat, tidak cukup kuat untuk dijadikan pembenar melanggar konstitusi atau tidak melaksanakan ketentuan UUD 1945.

Ia melihat COVID-19 sudah menyebar luas di hampir seluruh dunia. Bukan Indonesia saja negara yang mengalami lonjakan kasus COVID-19. 

Amerika Serikat pun meski dihantui lonjakan kasus COVID-19 tetap menggelar pemilihan presiden. Begitu juga Iran dan Selandia Baru yang tetap pada jadwal untuk memilih langsung kepala pemerintahan. 

"Malah aneh bila di Indonesia (adanya pandemik) dijadikan sebagai pengecualian dan sungguh keterlaluan apabila sudah gagal menangani pandemik COVID-19 lalu dijadikan alat untuk memperpanjang atau memperluas kekuasaan," kata Hidayat. 

Ia menilai seharusnya dalam kondisi darurat COVID-19, rakyat tidak dibuat semakin resah dengan wacana yang melanggar konstitusi. "Semua pihak seharusnya legawa dan mencerahkan rakyat, lalu konsisten melaksanakan dan menaati seluruh ketentuan konstitusi, termasuk kewajiban melindungi rakyat dari pandemik COVID-19," tutur dia lagi. 

3. Jokowi menolak wacana perpanjangan jabatan jadi tiga periode

MPR: Pandemik Tak Bisa Jadi Alasan Perpanjangan Jabatan PresidenPresiden Jokowi Video Call dengan Suster Fira (Tangkapan Layar IG TV @jokowi)

Sementara, meski wacana tiga periode makin santer, Presiden Joko "Jokowi" Widodo kembali menolak wacana tersebut. Melalui juru bicaranya, Fajroel Rachman, Jokowi sudah beberapa kali menyatakan penolakan. 

Presiden Jokowi, kata Fajroel, tetap tunduk pada konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden hanya dua periode.

"Mengingatkan kembali, Presiden Joko Widodo tegak lurus konstitusi UUD 1945 dan setia terhadap reformasi 1998," kata Fajroel dalam keterangan tertulis pada 18 Juni 2021 lalu. 

Fajroel mengutip undang-undang yang mengatur tentang masa jabatan presiden RI, bahwa sesuai Pasal 7 UUD 1945 amandemen ke-1:

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."

Fajroel menjelaskan penegasan Presiden Jokowi menolak wacana masa jabatan presiden tiga periode, sudah disampaikan beberapa kali. Pertama pada 12 Februari 2019, "Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode itu, ada tiga (motif) menurut saya. Satu, ingin menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka, yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," ujar dia, mengulang ucapan Jokowi.

Penolakan jabatan presiden tiga periode dari Jokowi yang kedua, lanjut Fajroel, disampaikan pada 15 Maret 2021, "Saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanahkan dua periode, itu yang harus kita jaga bersama."

"Janganlah membuat gaduh baru, kita sekarang fokus pada penanganan pandemik," sebut Fajroel, mengutip ucapan Jokowi.

"Sikap presiden dalam dua kali kesempatan di atas yang harus menjadi pegangan semua pihak," tegas Fajroel.

Baca Juga: Gerinda Tanggapi Dingin Wacana Jokowi-Prabowo 2024, Tak Mau Cawapres?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya