Ogah Teken Kontrak Politik, Wakil Ketua KPK Bahagia Tak Lolos Seleksi

"Jangan-jangan nanti lebih loyal ke komitmen politik itu"

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif mengaku sangat bersyukur tak lolos pada seleksi capim komisi antirasuah periode 2019-2023. Ia mengaku tidak sanggup menanda tangani kontrak politik yang akan disodorkan oleh anggota Komisi III DPR. Sebab, sebagai penegak hukum, tidak sepatutnya ada kontrak politik semacam itu yang disodorkan oleh anggota parlemen. 

"Karena kami bukan mewakili konstituen politik tertentu, KPK itu kan adalah lembaga penegak hukum yang tugasnya adalah penegakan hukum. Jadi, tidak boleh terikat pada komitmen hukum tertentu," kata Syarif ketika menjawab pertanyaan IDN Times pada Selasa (10/9) di gedung Merah Putih Jakarta Selatan. 

Komitmen politik yang dimaksud Syarif adalah kontrak tertulis di atas materai dan berisi mereka akan menepati apa pun pernyataan yang pernah disampaikan pada wawancara fit and proper test. Sedangkan, wawancara akan berlangsung selama dua hari yakni 11 dan 12 September. 

Anggota komisi III DPR dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani memastikan revisi UU KPK turut menjadi salah satu pembahasan dalam wawancara selama dua hari. Lalu, apa pandangan Syarif soal dugaan DPR akan menggunakan revisi UU KPK sebagai salah satu indikator untuk memilih capim baru? 

1. Tak pernah terjadi dalam seleksi capim KPK sebelumnya disodori kontrak politik

Ogah Teken Kontrak Politik, Wakil Ketua KPK Bahagia Tak Lolos SeleksiIDN Times/Santi Dewi

Menurut Syarif, dalam ingatannya, tidak pernah ada sistem kontrak politik semacam itu yang disodorkan selama empat jilid pemilihan capim KPK. Justru, ia khawatir capim KPK akan lebih loyal ke komitmen politik tersebut ketimbang tugasnya untuk menegakan hukum. 

"Karena komitmen politik kan bukan tujuan awal dari penegakan hukum saat bekerja. Terus terang saya bersyukur gak lulus. Tidak terbayang kalau sampai harus disodorkan kontrak politik semacam itu," tutur dia. 

Baca Juga: DPR Takut Dibohongi, Minta 10 Capim KPK Teken Kontrak Politik

2. Wakil Ketua KPK mengajak masyarakat agar tetap mengawal seleksi capim

Ogah Teken Kontrak Politik, Wakil Ketua KPK Bahagia Tak Lolos SeleksiIDN Times/Santi Dewi

Di bagian akhir, Syarif turut mengajak agar publik ikut mengawasi seleksi capim KPK yang berlangsung pada 11 dan 12 September. Sebab, bisa jadi ada kesepakatan yang sudah dijalin antara capim dengan anggota komisi III DPR. 

"Menurut saya, hal itu (disodorkan kontrak politik) tidak pernah terjadi sebelumnya dan saya rasa masyarakat Indonesia harus tahu," kata dia. 

Sementara, untuk wawancara fit and proper test yang berlangsung selama dua hari sudah dilakukan pembagian. Cara pembagian nomor urut dilakukan dengan masing-masing capim mengambil kertas berisi angka secara acak. Berikut pembagian jadwalnya: 

Hari Rabu (11/9): 

  1. Nawawi Pomolango (Hakim Tinggi di Pengadilan Denpasar)
  2. Lili Pintauli Siregar (Advokat dan mantan Wakil Ketua LPSK)
  3. Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan)
  4. Nurul Ghufron (Akademisi)
  5. I Nyoman Wara (Auditor BPK)


Sementara, berikut daftar lima nama capim KPK yang menjalani proses uji kepatutan dan kelayakan pada (12/9):

  1. Alexander Marwata (Komisioner aktif KPK)
  2. Johanis Tanak (Jaksa)
  3. Luthfi Jayadi Kurniawan (Dosen)
  4. Firli Bahuri (Polri)
  5. Roby Arya (PNS di Sekretariat Kabinet)

3. Anggota DPR Komisi III tak mau lagi dibohongi oleh capim KPK

Ogah Teken Kontrak Politik, Wakil Ketua KPK Bahagia Tak Lolos SeleksiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Pernyataan soal adanya usulan kontrak politik disampaikan oleh anggota Komisi III dari fraksi PPP, Arsul Sani. Pasalnya, sering kali apa yang sudah dijanjikan oleh capim pada proses pemilihan, kemudian tidak dijalankan. Bahkan, setelah berada di dalam KPK, para capim yang dipilih oleh anggota parlemen sering kali lantang mengkritik anggota DPR. 

"Yang jelas, yang sudah jadi bahan pembicaraan sebagai kesepakatan adalah bahwa apa pun yang nanti disampaikan capim dan itu merupakan komitmen, maka itu akan dituangkan secara tertulis," kata anggota komisi III dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani di gedung DPR pada Senin (9/9). 

Tidak heran mengapa anggota DPR akhirnya menempuh kebijakan ini, karena jumlah anggota parlemen yang ditangkap oleh KPK angkanya terus meningkat. Data yang disajikan oleh KPK pada 2019 menunjukkan 255 perkara korupsi melibatkan anggota DPR dan DPRD.

Baca Juga: Catet! Ini Jadwal Wawancara Fit and Proper Test Capim KPK di DPR

Topik:

Berita Terkini Lainnya