Ombudsman NTT: Masyarakat di Sini Jarang Mengeluh soal Layanan Publik

Urus KTP bisa memakan waktu satu tahun

Jakarta, IDN Times - Kalau kita berbicara pelayanan publik, pasti masyarakat inginnya ketika membutuhkan sesuatu bisa dipenuhi. Mereka berharap kepada pemerintah agar bisa ikut membantu menyediakan kebutuhan sandang, pangan dan papan. 

Nah, masalahnya, gak semuanya terealisasi. Lucunya lagi masyarakat juga cenderung merasa segan untuk melaporkan keluhan kalau mereka gak mendapatkan haknya. Contoh, listrik justru sering padam di saat sudah membayar rutin setiap bulan. Untuk membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) dibutuhkan waktu satu tahun. 

Potret-potret semacam itu masih terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal itu terungkap dalam diskusi Festival Pembelajaran Suara dan Aksi Warga Negara yang digelar oleh Pemprov NTT, Gerakan Global Partnership and Social Accountability, dan lembaga pemberdayaan masyarakat, Wahana Visi Indonesia di Kupang, NTT pada Kamis (12/7). 

Kepala perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton mengungkapkan fakta di lapangan, masyarakat di NTT justru enggan menyampaikan keluhan walaupun diberikan pelayanan buruk oleh Pemprov. Mengapa mereka gak mengajukan protes?

1. Warga NTT cenderung permisif kalau soal mengajukan keluhan pelayanan publik

Ombudsman NTT: Masyarakat di Sini Jarang Mengeluh soal Layanan PublikANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Darius mengatakan di NTT, mereka diberikan tugas oleh negara untuk mengawasi tingkat pelayanan publik dan bagaimana masyarakat menyampaikan keluhan mereka seandainya kualitas pelayanannya gak optimal. Sayangnya, untuk bisa menyelesaikan tugas maha besar itu, ia hanya diberikan 12 personel yang membantunya bekerja.

Oleh sebab itu, ia membutuhkan bantuan dari para kepala desa untuk menjadi perpanjangan tangan dan menangkap aspirasi masyarakat. Masalahnya, masyarakat cenderung enggan untuk mengajukan keluhan.

"Kalau keluhan mereka menimbulkan masalah, biasanya mereka malah gak jadi mengeluh. Padahal, dengan adanya keluhan itu, kami bisa tahu bagaimana tingkat kualitas pelayanan publiknya," ujar Darius dalam diskusi kemarin.

Padahal, mereka berhak mengajukan keluhan sesuai yang tertera di UU nomor 25 tahun 2009 mengenai pelayanan publik.

2. Masyarakat harus diajak untuk menyampaikan keluhan melalui kepala desa

Ombudsman NTT: Masyarakat di Sini Jarang Mengeluh soal Layanan PublikIDN Times/Santi Dewi

Oleh sebab itu, Darius mengajak agar publik untuk menyampaikan permasalahan atau keluhan mereka terkait pelayanan ke kepala desa. Tujuannya, supaya kepala desa tahu aspirasi masing-masing warganya. Ujung-ujungnya pelayanan dan pembangunan yang disediakan tepat sasaran.

Seperti yang diketahui NTT masih berjuang menghadapi tiga masalah utama yakni kemiskinan, gizi buruk, kematian ibu dan anak. Isu-isu terkait permasalahan ini seharusnya lantang disuarakan. Khusus untuk kematian ibu dan anak, angkanya mencapai 215/100.000 kelahiran (KH). Itu merupakan data yang dikutip dari Dinas Kesehatan tahun 2012.

Sekarang, kata Darius, permasalahan itu sudah mulai menemukan titik terang. Untuk mengatasi permasalahan terkait tingginya angka kematian ibu dan anak, kini di masing-masing gencar dibangun posyandu dan pos persalinan desa.

Seperti yang disaksikan oleh IDN Times ketika melakukan kunjungan ke Desa Bokong, Kupang pada Kamis siang kemarin. Di sana, kepala desa menangkap aspirasi dengan sudah mendirikan empat pos persalinan desa. Di dalamnya masing-masing ada satu bidan yang siap bertugas.

"Sekarang setiap bulan, saya mendapat 100 keluhan yang berasal dari 22 kabupaten di NTT. Sebenarnya, itu bisa saja bertambah, kalau melihat surat kabar atau informasi yang disampaikan oleh WVI," kata dia.

Keberadaan WVI di NTT, kata Darius, sangat membantu. Sebab, mereka dianggap mitra yang memiliki kepedulian isu yang sama yakni terkait ibu dan anak.

3. Kalau masyarakat mengeluh, Ombudsman minta jangan malah dipanggil ke desa

Ombudsman NTT: Masyarakat di Sini Jarang Mengeluh soal Layanan PublikIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Hal lain yang ditemukan oleh Darius yakni ketika masyarakat menyampaikan keluhan dan aspirasinya, mereka sering dipanggil ke kantor desa.

"Ada yang malah diminta untuk membuat pernyataan kalau keluhan itu gak benar," kata dia.

Justru, katanya lagi, masyarakat harus didorong untuk menyampaikan aspirasinya. Darius berjanji akan memberikan nomor-nomor telepon di mana warga bisa menyampaikan keluhan mereka.

Darius juga mengharapkan semua permasalahan di berbagai desa di NTT agar diselesaikan saja di sini dengan melibatkan perangkat desa. Ia mengisahkan pernah ada isu terkait pengelolaan dana desa dan laporan itu justru terdengar hingga ke DPR di Senayan.

"Saat itu, kepala desanya sampai dilaporkan ke komisi di DPR sana," katanya lagi.

Ia berharap dengan adanya keterlibatan masyarakat yang besar dan penyelesaian permasalahan yang baik, pembangunan di desa bisa lebih terasa manfaatnya. Dengan catatan, semua keluhan publik diatasi.

Baca juga: Ironi Ombudsman, Paspampres pun Tak Tahu

Topik:

  • Sugeng Wahyudi

Berita Terkini Lainnya