Ombudsman: Setop Perdebatan, Tetapkan KLB untuk Gagal Ginjal Akut

Sudah 141 pasien meninggal akibat gangguan ginjal akut

Jakarta, IDN Times - Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng meminta pemerintah berhenti berdebat soal apakah kasus gagal ginjal akut yang menimpa pasien anak, sebaiknya dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau tidak. Menurutnya, kasus yang menimpa Indonesia sudah luar biasa. 

"Itu debat yang membuat kita miris. Yang pasti dan jelas sekali, ini sudah kasus yang luar biasa. Tinggal manajemen penanganannya mau seperti apa. Ombudsman meminta penanganannya dibingkai dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB)," ungkap Robert ketika memberikan keterangan pers secara virtual pada Selasa (25/10/2022). 

Bila peristiwa gagal ginjal akut sudah ditetapkan sebagai KLB, maka pemerintah bisa menangani penyakit tersebut lebih baik dan terkoordinasi hingga ke desa-desa. "Ke depan tidak ada penanganan yang berjalan terpisah atau sendiri-sendiri sehingga menyebabkan kebingungan di masyarakat," tutur dia. 

Ia mengaku sudah membaca UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1501. Di dalam dua dokumen itu, ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi bila suatu penyakit ditetapkan sebagai KLB. 

Berdasarkan Permenkes nomor 1501 tahun 2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan, terdapat tujuh kriteria. Hal itu tertuang di dalam pasal 6. 

"Tetapi, pemerintah tidak bisa tekstual. Pemerintah harus mampu membaca filosofi di balik kebijakan dan kedaruratan situasi yang terjadi," katanya. 

Lalu, mengapa hingga kini pemerintah belum juga menetapkan status KLB? Padahal, jumlah pasien yang meninggal telah mencapai 141 jiwa. 

1. Bila menjadi KLB maka pelayanan kesehatan lebih baik hingga ke daerah

Ombudsman: Setop Perdebatan, Tetapkan KLB untuk Gagal Ginjal AkutAnggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng ketika memberikan keterangan pers terkait kasus gagal ginjal akut. (Tangkapan layar Zoom)

Robert menjelaskan bila pemerintah akhirnya menetapkan kasus gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) sebagai KLB, maka standar pelayanan publik diharapkan bisa dipenuhi. Standar pelayanan yang dimaksud yakni dari pemeriksaan laboratorium hingga fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). 

"Selain itu, dengan ditetapkan KLB akan dibentuk satuan tugas khusus dalam penanganan kasus GGAPA. Tidak lagi hanya mengandalkan birokrasi yang ada dengan cara kerja satu sama lain tidak berkoordinasi," kata dia. 

Dampak ketiga bila pemerintah menetapkan GGAPA sebagai KLB yakni adanya sinergi antara pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan terkait pembiayaan pasien. Selain itu, bila ditetapkan menjadi KLB, pemerintah bakal lebih masif memberikan sosialisasi dalam rangka pencegahan GGAPA. 

"Pada akhirnya, dengan ditetapkan sebagai KLB kemudian terjamin ketersediaan obat bagi pasien gagal ginjal akut dan penggunaannya dengan pembiayaan BPJS Kesehatan," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Kemenkes-BPOM Diduga Lakukan Malaadministrasi di Kasus Gagal Ginjal

2. Kemenkes belum ingin menetapkan status KLB lantaran GGAPA tak menular

Ombudsman: Setop Perdebatan, Tetapkan KLB untuk Gagal Ginjal AkutDirektur Utama RSPI Prof dr Sulianti Saroso, Mohammad Syahril (IDN Times/Gregorius Aryodamar P.)

Sementara, dalam pemberian keterangan pers, juru bicara Kemenkes, dr. Mohammad Syahril menjelaskan alasan mengapa pemerintah belum bersedia menetapkan GGAPA sebagai KLB. Salah satunya, sesuai dengan aturan di Permenkes nomor 1501 tahun 2010, GGAPA bukan tergolong penyakit menular. Meski jumlah korban meninggal telah mencapai 141 jiwa. 

Meski begitu, kata Syahril, pemerintah terus mengusahakan langkah penanganan penyakit gangguan gagal ginjal akut misterius itu. "Dengan keadaan begini, maka kami sudah menyiapkan suatu persiapan bahwa keadaan ini sama dengan KLB. Cuma namanya saja (berbeda), supaya tidak melanggar undang-undang atau peraturan sebelumnya yang mendasari penetapan suatu KLB di suatu daerah atau negara kita ini," ujar Syahril pada hari ini. 

Ia menambahkan meski tak dilabeli KLB, Kemenkes bakak merespons bahkan lebih baik. Termasuk pembiayaan bakal ditanggung oleh pemerintah. 

Ia menjelaskan saat ini pemerintah tengah mengimpor obat antidotum dari luar negeri. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan obat fomepizole telah diimpor dari Singapura dan sudah sampai di Indonesia sejak Senin sore kemarin. 

"Kami bisa sampaikan bahwa obat ini memberikan dampak positif dan kami akan mempercepat kedatangannya di Indonesia, sehingga anak-anak bisa terselamatkan. Kami akan memberikan obatnya kepada pasien GGAPA secara gratis," ungkap Budi di dalam keterangan tertulis pada Senin kemarin.

3. Tujuh kriteria di dalam Permenkes agar suatu penyakit ditetapkan sebagai KLB

Ombudsman: Setop Perdebatan, Tetapkan KLB untuk Gagal Ginjal Akutilustrasi obat sirop (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, merujuk kepada pasal 6 di dalam Permenkes nomor 1501, terdapat tujuh kriteria agar suatu penyakit dapat ditetapkan sebagai KLB. Penyakit itu hanya perlu memenuhi salah satu dari tujuh kriteria ini. 

Berikut kriteria itu:

  1. Timbul suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal di suatu daerah
  2. Peningkatan kejadian penyakit secara terus menerus selama tiga kurun waktu dalam jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya
  3. Peningkatan kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya
  4. Jumlah penderita baru dalam periode satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya
  5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
  6. Angka kematian suatu penyakit (case fatality rate) dalam satu kurun waktu menunjukkan kenaikan 50 persen atau lebih
  7. Angka proporsi penyakit penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan satu periode sebelumnya pada kurun waktu yang sama

Baca Juga: Catat! Ini Beda Larangan 5 Obat BPOM dan 102 Daftar Obat dari Menkes

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya