Ombudsman Temukan Limbah Medis Diangkut Ojek Online untuk Dibuang

Sebanyak 70,5 ton limbah medis tak diolah dengan benar

Jakarta, IDN Times - Peneliti di Ombudsman, Mori Yana menemukan masih banyak limbah medis yang tidak diolah dengan benar sehingga bisa membahayakan warga. Bahkan, limbah medis itu ditemukan diangkut dengan menggunakan ojek online untuk dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS).

Padahal, kandungan di dalam limbah medis tak bisa disamakan dengan sampah yang dihasilkan di rumah tangga. 

"Kami juga menemukan di beberapa fasilitas layanan kesehatan yang tidak menyediakan alat angkut khusus dan jalur khusus. Alat angkut tidak sesuai standar seperti ambulans, ojek online atau kendaraan lain yang tidak memiliki simbol (angkut limbah medis). Ini tentu menimbulkan potensi hazard (bahaya)," ujar Mori ketika memberikan keterangan pers secara virtual dengan topik "Penyampaian Hasil Kajian Ombudsman RI Terkait Pengelolaan dan Pengawasan Limbah Medis" pada Kamis (4/2/2021). 

Ombudsman melakukan kajian di 14 provinsi yang dibantu oleh kantor perwakilan Ombudsman di daerah. Total sampel rumah sakit yang diteliti mencapai 43. Sedangkan, puskesmas yang didatangi ada 37.

Semua kajian dilakukan pada Oktober 2020 selama tiga bulan. Mori juga menjelaskan limbah medis yang diteliti hanya yang ada di TPS. Mereka tak melakukan kajian limbah medis yang kini ramai ditemukan di laut atau sungai. 

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Ombudsman, jumlah limbah medis yang tidak terolah sebelum pandemik mencapai 70,5 ton per harinya. Jumlah ini berpotensi bisa meningkat selama pandemik mencapai 200 ton per harinya. 

"Karena fasilitas layanan kesehatan kini merawat lebih banyak pasien yang disebabkan COVID-19," tutur dia. 

Mengapa fasilitas layanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas tak taat prosedur dalam membuang limbah medis?

1. Fasilitas layanan kesehatan ingin menekan biaya sehingga limbah medis tidak diolah

Ombudsman Temukan Limbah Medis Diangkut Ojek Online untuk DibuangSampah Medis di TPA (Dok. KPNas)

Menurut Mori, ada beberapa alasan mengapa sampah medis tidak dikelola dengan benar. Pertama, pengelola fasilitas medis hanya meminta kepada petugas cleaning service untuk mengurus sampah medis, kedua, ingin menekan biaya, dan ketiga, pemda tidak menindak lanjuti Surat Edaran Menteri KLHK nomor SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang pengelolaan limbah infeksius (limbah B3) dan sampah rumah tangga dari penanganan COVID-19. 

"Masalahnya bila limbah yang dibuang itu infeksius dan bercampur dengan limbah yang lain, maka semuanya akan berubah menjadi infeksius," tutur dia. 

Temuan lain di lapangan yaitu tidak semua daerah memiliki perda terkait pengelolaan limbah medis sehingga tidak ada pengawasan mengenai sampah berbahaya tersebut. Sementara, ketika hendak dibuang ke TPS atau dibakar di insinerator, maka tempat tersebut belum mengantongi izin. 

Ombudsman juga menemukan fasilitas layanan kesehatan yang menghasilkan sampah tidak pernah mencatat limbah medis apa saja yang telah dihasilkan. Maka, mereka tidak. mengetahui neraca limbah medis mengalami penurunan atau sebaliknya. 

Baca Juga: Limbah Medis RSUD Klungkung Naik 20 Persen per Bulan Selama Pandemik

2. Banyak fasilitas layanan kesehatan tak punya tempat khusus untuk tampung sampah medis

Ombudsman Temukan Limbah Medis Diangkut Ojek Online untuk DibuangContoh salah satu puskesmas di Sulawesi Barat menampung sampah medis di tempat sampah (Dokumentasi Ombudsman)

Temuan lain dari Ombudsman yaitu banyak layanan fasilitas kesehatan yang tidak memiliki tempat khusus untuk menyimpan sampah medis. Padahal, sesuai dengan ketentuan KLHK, sampah medis yang sifatnya infeksius (menular) harus disimpan di suhu di bawah 0 derajat celcius. Maksimal waktu penyimpanan dengan suhu itu mencapai 90 hari. 

Sementara, bila disimpan di tempat di atas 0 derajat celcius, maka waktu maksimal penyimpanan hanya dua hari. 

"Jadi, banyak penghasil limbah medis yang meletakan limbahnya di gudang, bawah tangga atau tong sampah," kata Mori. 

Hal lain yang menjadi catatan Ombudsman yaitu fasilitas layanan kesehatan mengolah sendiri sampah medis lalu ditimbun tanpa izin. "Sementara, pengelolaan sampah mayoritas berlokasi di Pulau Jawa, sehingga akan menambah cost di fasyankes tersebut," ujarnya. 

3. Ombudsman dorong Kementerian KLHK untuk gandeng swasta dalam pengolahan sampah medis

Ombudsman Temukan Limbah Medis Diangkut Ojek Online untuk DibuangIlustrasi Sampah (Dok. KPNas)

Pada bagian akhir pemaparan temuannya, Ombudsman memberikan saran kepada beberapa kementerian. Mori mendorong Kementerian Kesehatan untuk membuat peraturan menteri yang mengatur standar dan prosedur di fasyankes mengenai cara pengolahan sampah medis. Sejauh ini, kata Mori, SOP itu baru tersedia untuk di rumah sakit. 

"Di unit layanan kesehatan seperti puskesmas, apotek hingga laboratorium belum ada," katanya. 

Ia juga menyarankan agar Kemenkes memberikan pembimbingan kepada fasyankes terkait pengelolaan sampah medis. Ombudsman juga menyarankan kepada Kemendagri untuk membuat Peraturan Daerah mengenai pengelolaan limbah medis B3, termasuk yang bersumber dari rumah tangga. 

"Selain itu, pemprov juga secara proaktif mengupayakan pengadaan fasilitas dan lahan pengolahan limbah medis, bila di wilayahnya tidak terdapat badan pengelola limbah medis," tutur dia. 

Baca Juga: Aktivis di Bali Ingatkan Potensi Penularan COVID-19 Lewat Limbah Medis

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya