Ombudsman Kembali Tuding Novel Tidak Kooperatif untuk Ungkap Kasusnya

Ombudsman sarankan Polda Metro Jaya kembali periksa Novel

Jakarta, IDN Times - Ombudsman pada Kamis (6/12) merilis laporan akhir dugaan adanya maladministrasi dalam pengusutan kasus teror air keras yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Hasilnya, Ombudsman memang menemukan beberapa maladministrasi yang menyebabkan kasusnya berlarut-larut. Bahkan, hingga 600 hari kasus tersebut belum juga terungkap. 

Anggota Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala menjelaskan ada sekitar tiga maladministrasi yang mereka temukan. 

"Pertama, tidak ada jangka waktu penugasan dalam surat perintah tugas yang dikeluarkan oleh Polsek Kelapa Gading. Kedua, jumlah penyidik yang sangat banyak baik dari Polres Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya tidak efektif dan efisien. Ketiga, polisi abai terhadap petunjuk yang bersumber dari informasi yang dialami oleh korban," kata Adrianus ketika memberikan keterangan pers pada siang tadi. 

Beberapa petunjuk awal yang sempat dialami penyidik berusia 40 tahun itu antara lain ditabrak dua kali dari belakang oleh mobil jenis Toyota Avanza di Jalan Boulevard Kelapa Gading dan percobaan penabrakan dengan menendang motor Novel. 

Atas temuan itu, Ombudsman merekomendasikan hal yang tidak terlalu mengejutkan. Ia menyarankan kepada Polda Metro Jaya agar kembali memeriksa Novel untuk permintaan keterangan lanjutan. 

"Itu kami harapkan bisa terealisasi dalam kurun waktu 30 hari," katanya lagi. 

Lalu, apa komentar KPK terhadap laporan akhir Ombudsman tersebut?

1. Polisi lambat mengungkap kasus teror air keras, karena Novel dinilai tidak kooperatif

Ombudsman Kembali Tuding Novel Tidak Kooperatif untuk Ungkap Kasusnya(Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Dalam pandangan anggota Komisioner Ombudsman, Adrianus Meliala, Polri telah serius dan bekerja secara profesional dalam mengungkap kasus teror air keras yang menimpa Novel Baswedan. Berdasarkan penelusuran mereka, Polri sudah menggelar sekitar 58 kegiatan dimulai dari pemeriksaan TKP, saintifik, pemanggilan saksi hingga pengecekan ke lapangan. 

Kendati begitu, Ombudsman tetap masih menemukan celah di dalam pengusutan kasusnya. Maka, hingga 600 hari lebih, kasus Novel tidak juga terungkap. 

"Salah satu kesalahan yang dilakukan yakni kekeliruan pemeriksaan di TKP pertama, sehingga TKP sudah keburu rusak," kata Adrianus yang didampingi Irwasda Polda Metro Jaya, Kombes (Pol) Komarul Zaman. 

Faktor lainnya menurut Adrianus yang menjadi penyebab lamanya kasus itu terungkap karena Novel dianggap tidak bersikap kooperatif. Hal itu ditandai dengan absennya respons dari Novel ketika beberapa kali ingin dimintai keterangan. 

"Mungkin sekali kalau Pak Novel cukup kooperatif dan bersedia diambil BAP beberapa kali, maka hal itu tidak akan menjadi kesalahan polisi," tutur dia. 

Baca Juga: KPK: Jangan Minta Novel Baswedan Buktikan Teror Penyiraman Air Keras

2. Ombudsman menuding KPK ikut menjadi penghambat terungkapnya kasus Novel

Ombudsman Kembali Tuding Novel Tidak Kooperatif untuk Ungkap KasusnyaANTARA FOTO

Hal lain yang cukup mengejutkan disampaikan oleh Ombudsman yakni mereka menuding pihak lain yakni KPK mengambil kamera pengawas CCTV dari kediaman Novel. Padahal, kamera pengawas itu dibutuhkan oleh polisi untuk mencari petunjuk pelaku penyiram air keras. 

"Itu bukti kan, tapi diambil oleh KPK dan akhirnya KPK malah menyerahkan kloningnya ke Polri. Kloning kan sesuatu yang tidak bisa diterima secara hukum dan kami melihatnya sebagai hambatan," kata Adrianus. 

Namun, hal itu justru dibantah keras oleh KPK. Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan lembaga antirasuah tidak pernah mengambil kamera pengawas CCTV yang terpasang di rumah Novel. Sejak awal, CCTV itu sengaja dipasang sebagai langkah mitigasi karena mereka mendapatkan informasi Novel masih sering diikuti orang dan coba diteror. 

"Justru KPK sudah memberikan salinan master CCTV itu untuk kebutuhan penyidikan di Polri. Itu sudah kami lakukan dan menjadi bagian dari bukti," kata Febri lagi menjawab pertanyaan IDN Times pada malam ini.  

3. Ombudsman mengimbau agar Novel tidak banyak bicara ke media dan lebih baik ngomong ke polisi

Ombudsman Kembali Tuding Novel Tidak Kooperatif untuk Ungkap Kasusnya(600 hari Novel Baswedan diteror air keras) www.twitter.com/@kpk_ri

Salah satu hal lain yang disoroti oleh Ombudsman yakni seringnya Novel berbicara secara terbuka di forum publik dan media. Bahkan, ia tidak segan-segan menyebut adanya indikasi keterlibatan jenderal bintang dua dalam teror yang menimpa dirinya. 

Anggota komisioner Ombudsman Adrianus Meliala kembali menyentil Novel terkait perilakunya tersebut. 

"Kan polisi tidak bisa menindak lanjuti apa yang disampaikan oleh Pak Novel di media. Yang bisa dijadikan dasar oleh polisi untuk menangkap dan menahan adalah informasi di BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Itu yang kami harapkan dalam kurun waktu 30 hari ke depan" kata dia. 

Namun, pernyataan Adrianus ini kembali ditanggapi oleh juru bicara KPK, Febri Diansyah. Menurut dia, apa pun yang disampaikan oleh Novel di forum publik merupakan bagian dari kebijakan internal. Lagipula, proses pengusutan kasus teror air keras yang menimpa Novel sama sekali tidak terpengaruh hanya karena ia berbicara ke publik. 

"Di KPK tidak ada larangan bagi Novel untuk berbicara ke publik kecuali terkait penangnan perkara yang sedang ia tangani sebagai penyidik," kata mantan aktivis anti korupsi tersebut.

4. KPK mengingatkan agar tidak menempatkan Novel dua kali sebagai korban

Ombudsman Kembali Tuding Novel Tidak Kooperatif untuk Ungkap KasusnyaIDN Times/Margith Damanik

Dalam kesempatan itu, juru bicara KPK Febri Diansyah turut kembali mengingatkan Ombudsman agar tidak dua kali menempatkan Novel sebagai korban. Sebab, ia sudah melalui situasi yang berat pasca wajahnya disiram air keras. 

"Jadi, jangan lah korban diberi kewajiban dan diberi beban lebih berat. Pemeriksaan sudah dilakukan sebelumnya beberapa kali. Jadi, saya kira keliru kalau beban pembuktian justru dibebankan ke Novel karena dia sudah diperiksa beberapa kali oleh penyidik Polri," kata Febri. 

Salah satu sesi pemeriksaan bahkan dilakukan di KBRI Singapura. Ketika itu penyidik dari kepolisian terbang ke Negeri Singa untuk meminta keterangan kepada Novel soal teror air keras yang terjadi pada 11 April 2017. 

Usai diperiksa oleh polisi, Novel ternyata menyampaikan kekecewaannya karena ada beberapa hal yang tidak dilakukan oleh institusi Polri. Menurut keterangan tertulis dari anggota tim advokasi Novel, Yati Andriyani, polisi justru mempublikasikan beberapa saksi kunci. Kemudian, kedua sidik jari di cangkir tempat menampung air keras yang disiramkan ke wajah Novel tidak ditemukan. Padahal, menurut Novel, sidik jari itu menjadi bukti penting untuk mengungkap kasus.

Kita lihat ya, guys apakah rekomendasi dari Ombdusman ini akan dijalankan oleh Polri.

Baca Juga: Kasus Terornya Belum Terungkap, Novel Baswedan Sempat Merasa Putus Asa

Topik:

Berita Terkini Lainnya