Pahala Nainggolan: Pegawai KPK Eksodus karena UU Baru, Itu Gosip!

Simak wawancara khusus IDN Times dengan Deputi Pencegahan

Jakarta, IDN Times - Salah satu permasalahan yang tersisa usai undang-undang revisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah mengenai peralihan status sekitar 1.600 dari non ASN menjadi ASN. Berdasarkan ketentuan di dalam UU nomor 19 tahun 2019, pemerintah memberikan waktu selama dua tahun bagi proses peralihan tersebut. 

Proses peralihan status ini yang membuat hampir sebagian besar pegawai komisi antirasuah kini galau. Ada yang berpendapat dengan menjadi ASN tak lagi bisa memberantas korupsi secara independen. Sebab, sebagai ASN, maka mereka terikat dan harus patuh kepada atasannya. 

Namun, ada pula yang berpendapat pegawai KPK bisa saja bersikap independen selama bekerja. Menpan RB Tjahjo Kumolo malah menyebut dengan menjadi ASN, pegawai KPK memiliki jenjang karier yang lebih jelas dan bisa dirotasi ke kementerian lain sehingga mendapatkan pengalaman baru. Selain itu, virus untuk menyebarkan semangat antikorupsi bisa ditularkan ke lembaga lain. 

Salah satu yang sepakat dengan pernyataan KPK tetap bisa independen adalah Deputi Pencegahan, Pahala Nainggolan. Pria yang dilantik pada tahun 2015 lalu di gedung penunjang KPK itu sudah pernah mencicipi rasanya menjadi ASN ketika bertugas sebagai auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selama sembilan tahun lamanya.

Baginya, independensi merupakan mahkota bagi seorang auditor sehingga tidak dapat diganggu gugat, bahkan termasuk oleh atasannya langsung. 

"Anda kalau jadi auditor tapi gak independen maka karier Anda selesai. Gak peduli walau sejago apa pun dan tidak bisa juga diintervensi oleh atasan," ujar Pahala yang ditemui IDN Times di ruang kerjanya di lantai tujuh gedung Merah Putih KPK pada Selasa (18/11) lalu. 

Ia menerima IDN Times di saat tengah menandatangani berbagai dokumen disposisi undangan. Pria yang juga sempat ikut proses seleksi calon pimpinan KPK pada Mei lalu itu mengaku beberapa waktu belakangan jadwalnya lebih lowong. Salah satunya diduga karena ada pemberlakuan undang-undang yang baru. 

"Biasanya saya itu dalam satu hari bisa diagendakan empat rapat. Tapi, hari ini,saya hanya diagendakan satu rapat saja," kata Pahala yang pada hari itu mengenakan kemeja batik berwarna cokelat. 

Sebagai Deputi yang membawahi empat direktorat, Pahala mengaku ikut tergabung dalam tim transisi pegawai KPK menjadi ASN. Walaupun tim itu diketuai oleh Sekjen KPK Cahya Hardianto Harefa. 

Pahala mengatakan proses transisi pegawai KPK menjadi ASN sudah dimulai. Walaupun prosesnya berjalan lambat. Pegawai KPK menjadi ASN lantaran menjalankan perintah undang-undang. Lalu, benar kah gara-gara undang-undang baru ini banyak pegawai yang akhirnya eksodus dan memilih mundur dari KPK? Yuk, simak obrolan IDN Times bersama Pahala berikut ini:

1. Sudah sejauh mana proses transisi pegawai yang berjalan di KPK menjadi ASN?

Pahala Nainggolan: Pegawai KPK Eksodus karena UU Baru, Itu Gosip!(Risiko pegawai KPK jadi ASN) IDN Times/Arief Rahmat

Pertama, banyak hal yang detail perlu diselesaikan. Saya juga gak ngerti gimana, karena saya kan bukan ketua tim transisi, akhirnya ketika disebut kita harus beralih menjadi ASN. Yang pertama saya kirim e-mail ke Pak Cahya (Cahya Hardianto Harefa, Sekjen KPK dan menjabat ketua tim transisi).  

Saya katakan ke Beliau kalau di Peraturan Pemerintah (PP) nomor 63 mengenai manajemen SDM KPK itu ada sembilan item. Ada rekrutmen, pengkajian dan segala macam. Kita bawa aja framework ini, lalu mengenai rekrutmen di KPK seperti apa sekarang, sementara yang berlaku di ASN seperti apa. Lantas bagaimana kita harus bereaksi kalau berbeda.

Misalnya menyangkut rekrutmen, salah satu dari sembilan poin (yang ada di dalam PP) mengenai rekrutmen, itu ASN kan ada formasi. Jadi, berbeda dengan cara perekrutan mandiri yang dilakukan oleh KPK. 

KPK merekrut SDM melalui program Indonesia Memanggil (IM) sudah masuk hingga ke IM 12. Kalau di ASN, apabila Anda merekrut 10 orang, maka anggarannya harus 10. Misalnya kan begitu. 

Nah, kita berarti harus tunduk pada formasi pemerintah. Kedua, mengenai gaji. Di KPK kan dijanjikan take home pay-nya akan sama dan tidak mengalami perubahan. Tapi, bagaimana memformulasikannya? 

Di ASN, komponen gaji hanya terdiri dari dua hal; gaji pokok dan tunjangan kinerja. Ini gimana supaya memformulasikan supaya take home pay sama? Mungkin perlu ada tunjangan khusus. Apabila dibutuhkan itu, maka perlu ada Perpres sendiri. Nah, kita datang ke Menpan RB minta supaya take home pay nya bisa tetap sama. 

Tapi, selain take home pay, kita kan juga punya asuransi yang jauh lebih baik dibandingkan ASN, karena kita di-cover oleh Jasindo selain BPJS. Lalu, kami memiliki struktur gaji lebih baik karena KPK memiliki totalnya sampai 14. Dijamin pegawai KPK memiliki gaji ke-14, karena kami baru mengeluarkan kebijakan gaji ke-13 dan 14. 

Udah gitu, kalau penilaian pegawai A, maka mereka dapat tambahan 2,5 gaji lagi. Kalau penilaian B, dapat tambahan 2 bulan (gaji), kalau C dapat 1 bulan (gaji). 

Nah, itu kan bukan take home pay bulanan, itu take home pay pada akhir tahun. Nah, itu perlu dipetakan dulu satu-satu, sedetail mungkin. Misalnya lagi di ASN hanya mengenal fungsional dan struktural. Nah, pegawai KPK siapa saja yang masuk fungsional dan struktural? Setelah itu, baru kita datang ke Menpan RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi).

Baca Juga: Agar Gaji Pegawai KPK Tak Turun, Firli Bahuri Upayakan Hal Ini

2. Anda ikut bagian ke dalam tim yang merumuskan proses peralihan ke ASN?

Yes. Belakangan saya gak tahu rapatnya, apa sebenarnya mereka mengundang saya rapat tapi saya gak bisa, tapi kalau saya bilang kenapa pimpinan sekarang gak bilang, saya mau dalam tiga bulan ini semua jadi. Sehingga ketika kami turun (dan berganti kepemimpinan), hal-hal apa saja yang diwariskan itu jelas. 

Saya sempat ikut di salah satu rapat malah saya dengar:, "untung kita masih dua tahun lagi." Pertanyaan saya, kenapa bench mark nya harus nunggu dua tahun lagi. Dalam hati kenapa gak dari sekarang sih?

3. Berarti, KPK belum ikut dalam proses perekrutan CPNS yang berlangsung di tahun 2019?

Pahala Nainggolan: Pegawai KPK Eksodus karena UU Baru, Itu Gosip!(Profil Deputi Pencegahan Pahala Nainggolan) IDN Times/Muhammad Arief

Belum. Karena dijanjikan akan dikonversikan semua. Tapi, bagaimana cara mengkonversinya, apakah golongan saya dengan Pak Cahya sama atau tidak, gak tahu. Those details itu yang harus dibuatkan daftarnya, bagaimana cara mengkonversinya?

Apa kriterianya? Kalau masa kerja saya lebih panjang di KPK bagaimana menghitungnya, tapi kalau ada pegawai di KPK yang memiliki experience yang panjang, itu gimana juga?

Dalam pegawai negeri, salah satu yang dijadikan tolak ukur penilaian gaji adalah sekolah, di golongan berapa, kelas jabatan berapa ditaruh. Detail-detail itu dibuat daftarnya. Kalau banyak yang harus dibuat lebih detail, maka dimulailah perundingannya dengan Menpan RB. 

4. Sampai sekarang belum ada perundingan itu?

Belum. Salah satu hal yang saya keluhkan proses peralihan ini lambat, sehingga memberi ketidakpastian. 

Salah satu investasi yang cukup mahal diberikan kepada pegawai KPK yang diterima melalui IM (Indonesia Memanggil, program perekrutan mandiri oleh KPK) angkatan 11 dan 12. Karena usai masuk mereka harus ikut on the job training selama tiga tahun. Mereka belum kerja apa-apa baru belajar, lalu tiba-tiba misalnya mereka memutuskan keluar karena beralih jadi ASN. Belum proses rekrutmennya dari puluhan ribu lalu diciutkan jadi 270. Proses itu kan mahal banget. 

Ketidakpastian itu juga akan berpengaruh terhadap pegawai tidak tetap yang ingin ikut tes CPNS. Pak Cahya sempat diprotes oleh pegawai tidak tetap di KPK sebab Beliau mengatakan akan usul ke Menpan RB pegawai tetap jadi PNS, pegawai tidak tetap jadi PPP3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja alias pegawai kontrak). 

Akhirnya usulan itu memunculkan protes dari pegawai tidak tetap. Jumlah pegawai tidak tetap di KPK ada cukup banyak. Di Deputi Pencegahan ada sekitar 60 untuk entry data LHKPN (Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara), pegawal tahanan dan biro umum ada sekitar 300 orang. 

5. Sistem pegawai tidak tetap di KPK dengan di kementerian berbeda?

Beda. Pegawai tidak tetap di KPK akan diperbarui setahun sekali kontraknya. Tapi, pegawai tidak tetap di KPK berharap jangan sampai usulan itu datang dari pihak KPK. Pegawai mengharapkan usulkan saja semua pegawai di KPK jadi PNS kalau ditolak oleh Menpan RB bahwa pegawai tidak tetap dianggap PPP3K, maka mereka rela. 

Karena itu kan keputusan bersama dan jangan disortir dari awal. Hal itu sudah saya sampaikan ke Pak Cahya selaku ketua tim transisi melalui surat elektronik dan direspons baik. 

Kalau seandainya tidak ada pegawai tidak tetap, lalu siapa yang akan mengawal tahanan? Poin KPK, kalau dibaca di undang-undang lama, komponennya hanya terdiri dari pegawai, penasihat dan pimpinan. Semua pegawai "diangkut" saja dan dianggap sebagai pegawai KPK. 

Selain itu, saya menilai pimpinan bukannya memikirkan bagaimana the last piece ini dari proses transisi ini bisa rampung sebagian. Paling tidak dari hal-hal yang perlu mitigasi itu selesai, manajemen SDM itu hanya mencakup 9 poin itu. 

Misalnya poin ke-9, audit SDM. Boleh kah kalau sudah beralih menjadi ASN, KPK melakukan audit SDM? Sepertinya di kementerian lain, saya tidak pernah dengar, kecuali Kementerian Keuangan. Kalau memang dibolehkan, kan nanti bisa kita anggarkan, audit SDM. 

KPK kan terbiasa mengurus diri sendiri tapi sekarang harus tunduk ke bangunan ASN orang. Fungsional misalnya, ini problem banget. Akhirnya saya sampaikan ini di satu rapat ke pimpinan. 

Semua pegawai fungsional itu mengisi laporan kinerja yang ada kreditnya, kalau kreditnya cukup bisa naik pangkat. Semua jabatan fungsional itu ada yang namanya jabatan pembina. Sementara, untuk grup sekjen, biro hukum, karena ini fungsinya pendukung maka di semua kementerian ada. 

Kalau mengenai data, maka pembinanya Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sekarang pencegahan korupsi, pembinanya siapa? Saya usulkan kita bisa berjuang agar KPK yang menjadi instansi pembinanya, dengan begitu kita bisa mendikte berapa banyak pekerjaannya dan berapa kreditnya. Tapi, kalau kita meniru instansi pembina orang, kita melapor ke sana. 

Seperti Litbang, instansi pembinanya ke LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), saya tidak mau. Saya katakan LIPI meneliti untuk sains, sementara di direktorat yang saya pimpin, penelitian untuk perbaikan sistem, nanti kalau kreditnya besar di sana masuk jurnal, sedangkan di KPK gak pernah ada yang masuk jurnal. Bisa-bisa malah gak naik pangkat. Itu yang harus pandai-pandai dilihat di mana instansi pembinanya. 

Nah, saya akan berusaha agar ada instansi pembina jabatan fungsional yang namanya pencegahan korupsi. Di mana instansi pembinanya KPK. Item ini lah yang harus diusulkan ke Menpan RB. 

Kebayang kah kalian proses membuat itu? Belum tentu hal itu kelar dalam waktu dua tahun. Saya pernah ikut terlibat di awal-awal membuat fungsional auditor di BPKP. Pertama, kreditnya terlalu ketat, tahun berikutnya terlalu rileks, tahun ketiga baru dia seimbang. 

Apabila kredit terlalu ketat tidak ada yang lulus dan naik pangkat, kalau terlalu boros, strukturnya besar di atas. Nah, itu ada trial and error. Kalau bisa, kita mulai sekarang. Yang susah sekarang instansi pembina di penyelidikan dan penyidikan. 

Kalau instansi pembinanya ke Polri, maka harus mengikuti sama persis seperti yang ada di Polri. Otherwise Anda gak dapat poin. Jadi, kita gak bisa lagi melakukan seperti surveillance. Ini kan celaka. Hal-hal seperti ini, harus kita mulai. Di mana instansi pembinanya. Kalau bisa instansi pembina pemberantasan korupsi, kita aja sendiri. 

6. Lalu, bagaimana dengan pernyataan yang menyebut usia yang bisa ikut tes CPNS maksimal harus 35 tahun. Apakah itu juga berlaku untuk KPK?

Pahala Nainggolan: Pegawai KPK Eksodus karena UU Baru, Itu Gosip!(Deputi Pencegahan Korupsi KPK Pahala Nainggolan) IDN Times/Santi Dewi

Gak. Itu hanya pernyataan di media saja. Itu pernyataan yang memberikan gambaran bahwa KPK diperlakukan sama dengan grup CPNS. In reality enggak (begitu) karena kesepakatannya sampai sekarang masih disusun. Ini kan kali pertama juga buat lembaga non ASN dibuat jadi ASN. Jadi, buat pemerintah ini juga pengalaman baru. Ya, tapi kami tetap apresiasi itu. 

Lagi pula kita ini kan menjadi ASN karena perintah undang-undang. Jangan, karena kita menjalankan undang-undang kemudian jadi memberatkan. Tapi, sekali lagi apa yang mau dibicarakan juga belum lengkap. Saat ini masih mengumpulkan semua unit untuk menyetorkan masalahnya apa.

Baca Juga: UU Baru Resmi Berlaku, Ini Dampak Buruknya Bagi KPK

7. Tapi, sudah ada komunikasi dengan Menpan RB?

Sudah, tapi baru informal. Salah satu hal yang kami tanyakan adalah apakah posisi penasihat di KPK bisa diperpanjang. Sebab, di dalam undang-undangnya tertulis "sebelum ada dewan pengawas, maka semua masih tetap berlaku seperti semula." Tapi, di poin yang lain yang disebut tetap berlaku. Yang dimaksud poin semula yang mana, yang terkait dewan pengawas saja, atau gimana? Yang seperti itu ditanyakan ke Menpan RB. 

Ini masih boleh gak seperti ini? Hal lainnya yang menjadi masalah, ini perjalanan dinas pakai aturan dari Menteri Keuangan atau peraturan di KPK? Karena bisa-bisa kita akan ditegur oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Tapi, malah poin itu belum dibahas. 

Yang ASN itu manusia. Yang berbahaya itu kalimat "di dalam rumpun pemerintah", berarti kita tunduk ke semua pengaturan kelembagaan pemerintah. Jadi, WP (Wadah Pegawai) gak ada begitu juga DPP (Dewan Pertimbangan Pegawai). WP itu gak ada bukan karena berubah jadi ASN. Tapi karena menjadi rumpun pemerintah ini, karena gak ada lembaga pemerintah yang ada WP nya. 

8. Apakah betul karena undang-undang itu jadi banyak pegawai KPK yang mundur?

Yang saya tahu ada satu orang dari bagian gratifikasi, anak Litbang ada satu. Ini yang sudah lapor ke saya. Kalau di direktorat lain belum lapor ke saya. Kalau permasalahan gosip sih ya itu gosip aja, tapi saya gak pernah dengerin. 

9. Bagaimana dengan Anda? Anda juga ingin pindah?

Pahala Nainggolan: Pegawai KPK Eksodus karena UU Baru, Itu Gosip!(Deputi Pencegahan Korupsi KPK Pahala Nainggolan) IDN Times/Santi Dewi

Saya kerja normal saja. Saya mah gak musingin yang gosip-gosip di sana, ngapain mau ngitungin sih. Ya, kalau mau keluar tinggal menghadap saya aja, apa yang bisa saya bantu.

10. Menurut pandangan Anda apakah dengan berubah menjadi ASN, penyidik KPK akan kehilangan independensi?

Enggak. Ketika saya masih menjadi auditor di BPKP, ketika melakukan audit, independensi menjadi mahkota audit kan? Anda kalau jadi auditor tapi gak independen maka karier Anda selesai. Gak peduli walau sejago apa pun dan tidak bisa juga diintervensi oleh atasan. 

Pokoknya temuannya sekian, Anda harus bayar. Selesai. Saya gak pernah juga ketemu agar hasil audit saya dihapus. Kenapa harus khawatir sih? Kan yang menjalankan kita secara individu menjalankan tugas ini kita harus bebas dari kepentingan apapun. Kita yang bikin bebas, bukannya instansi. 

Kalau KPK disebut independen tapi Anda mau tetap berbaik-baik ya bisa juga. Tapi, kalau menjadi ASN dikatakan tidak independen, ya tergantung melihatnya dari mana, kalau dari negatif, bisa dimutasi kapan pun misalnya ketika tengah menangani kasus, apa iya sevulgar itu?

Tapi, kan ada sisi baiknya juga. Tenaga ahli di Kemenkeu bisa dipindahin ke sana. Kita bisa mendapat SDM yang teknis tanpa harus mendidik. Jadi, kalau soal independensi, dari perspektif saya gimana dari sisi penindakannya aja. Saya pernah ada di profesi yang mengharuskan independen kok, dan tetap independen saja. 

Kalau Anda kompeten, lalu kemudian berpikir kasus ini gagal, karena peralihan status menjadi ASN itu keliru. Dalam pandangan saya, banyak profesi ASN yang independen kok. Kalau saya melihat teman-teman di KPK ini sebagai profesi ya bagaimana menjalankan independensinya aja. 

11. Orang selalu berpikir konsep pencegahan, harus dikasih tahu dulu sebelum diambil tindakan. Bagaimana pendapat Anda?

Pahala Nainggolan: Pegawai KPK Eksodus karena UU Baru, Itu Gosip!(Ilustrasi tahanan KPK mulai diborgol) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Itu mah konsep linglung. Dalam pandangan saya, pencegahan itu kita bikin sistem yang meminimalkan (korupsi) terjadi. Itu lah pencegahan yang sejati kalau sistemnya sudah berhasil meminimalisir. Misalnya kalau bekerja sebagai kasir, Anda digaji cukup, kontrol dari atasan berjenjang dilakukan, alat kerjanya cukup, pelanggan Anda diingatkan jangan memberi apa-apa ke Anda. 

Lalu, setiap sebelum pulang, Anda digeledah. Kira-kira ada gak peluang untuk Anda nyolong? Gak ada kan? Tapi, bisa kah kita tetap nyolong? Ya, tetap aja bisa. Jadi, diciptakan aja sistemnya, kalau masih ada orang yang nyolong ya tangkap aja. 

Sekarang menurut saya, sistem ini belum sempurna. Makanya orang ketangkap. Tapi, jangan juga karena sistemnya belum sempurna lalu gak menangkap (koruptor). Ya, kalau mau tangkap (koruptor) ya silakan. 

Sistemnya (yang diperbaiki) misalnya gaji pegawai negeri tetap kecil atau kepala daerah terpilih dengan biaya tinggi. Itu kan sistem yang harus Anda koreksi. Kalau belum betul ya betulin aja, sementara ya tangkapin aja.

Memberi tahu sebelum bertindak, terus terang saya dengar banyak (akhir-akhir ini disuarakan). Tapi, saya gak pernah mendengar konsep begitu (di lapangan). Saya kasih tahu pas bertemu Gubernur Bengkulu. Di sana santer beredar informasi istrinya, Lily Madari main proyek dengan kontraktor, karena kan istri Gubernur Ridwan Mukti kontraktor. 

Pak Saut (Saut Situmorang Wakil Ketua KPK) berkunjung ke sana. Saya minta tolong agar disampaikan ke gubernur bahwa istrinya terlalu vulgar karena menggunakan kekuasaan dari suaminya dalam hal pengaturan proyek. Pak Saut kemudian menyalami gubernur dan mengatakan titip salam untuk istrinya. Menurut tim kami di sana, gubernur terkejut kenapa istrinya disalami. 

Setelah itu, gubernurnya kena OTT (Operasi Tangkap Tangan). Saya katakan pencegahan yang paling baik cuma bisa sampai di situ. Masak kita bilang: "Pak, Anda mau di-OTT besok". Itu namanya membocorkan. Tapi, ketika komentarnya "Pak, istri Anda gila mainnya (proyeknya)." Itu aja udah luar biasa. Tidak pernah kami memberi tahu sedalam itu. 

Kalau kasih tahu akan di-OTT, itu mah bukan pencegahan banget. Konsep pencegahan itu harus memperbaiki sistem di mikro dan makro, tapi harus dibetulin. Kalau sistemnya masih seperti sekarang ya gak terhindarkan. Kan bukan kita saja yang punya banyak tangan dan memperbaiki sistem. 

Kalau gaji jaksa Rp17 juta, memang KPK yang bisa memperbaiki itu? Yang bisa KPK bantu kan sama-sama datang ke Dirjen Anggaran di Kemenkeu lalu mengusulkan agar gaji jaksa-jaksa di sana disetarakan dengan gaji jaksa yang bertugas di KPK. Misalnya itu yang bisa kami lakukan. Atau biaya operasional di kejaksaan sama nominalnya dengan penanganan di sana dengan di KPK. 

Tapi, orang kan gak semua juga baik hati. Gak semua juga maling. Kita kan berhadapan dengan 95 persen, yang 5 persennya biarin aja lah. Ada orang yang ekstrim walau di situasi yang jujur tapi ada orang yang tetap nyolong di situasi ekstrim apa pun. Tapi, 90 persen tergantung pada situasi di mana, nah orang-orang seperti ini aja yang kami urus. 

Kan banyak yang ngeluh gimana sih pencegahannya tapi masih ada OTT. Ya, saya katakan OTT memang masih dibutuhkan karena banyak yang sudah diperingatkan tapi masih tetap nyolong. 

Baca Juga: Para Pegawai akan Dilebur Jadi ASN, Gimana Nasib Karyawan KPK?

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya