Pak Jokowi, Tolong Evaluasi Cara Kepolisian Tangani Aksi Demonstrasi

Lima pemuda tewas diduga akibat tindak kekerasan selama demo

Jakarta, IDN Times - Area lobi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat malam (11/10) kemarin berubah temaram. Di bagian depan lobi yang kosong kemudian diisi dengan lima bingkai foto korban aksi demonstrasi di DPR pada akhir September lalu. 

Kelima wajah di dalam foto yakni Bagus Putra Mahendra (15), Maulana Suryadi (23), Akbar Alamsyah (19), Immawan Randi (22) dan Yusuf Kardawi (19). Di bagian bawah lima foto korban, terpampang sebuah tulisan yang terbaca "Rest In Power."

Aksi yang digagas oleh Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi itu merupakan bagian dari renungan doa bagi kelima korban. Mereka tewas ketika aksi unjuk rasa menolak revisi UU KPK dan RKUHP terjadi. Tidak semuanya tewas lantaran ikut berdemonstrasi. 

Korban terakhir yang meninggal, Akbar, meregang nyawa ketika menyaksikan demonstrasi. Kepada orang tuanya, Akbar pada (25/9) lalu meminta izin untuk melihat aksi unjuk rasa di dekat DPR. 

Acara yang dimulai sekitar pukul 20:00, dibuka dengan doa yang dipanjatkan oleh Ustaz Nurstofa. Dalam kondisi temaram dan hanya ditemani cahaya lilin, para aktivis dan sebagian pegawai komisi antirasuah larut dalam doa. 

"Mudah-mudahan kami masih memiliki empati terhadap sesama. Ya, Allah kabulkan dan maafkan kesalahan-kesalahan saudara kami, ampuni dosa-dosa kawan kami," kata Nustofa. 

Acara kemudian dilanjutkan dengan penyampaian aspirasi dari perwakilan organisasi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Khalisah Khalid. Organisasi itu juga baru dihantam musibah berat. Koordinator Kuasa Hukum WALHI Sumatera Utara, Golfrid Siregar diduga tewas akibat dibunuh. Namun, pihak Polda Sumut bersikukuh kematian Golfrid merupakan bagian dari aksi perampokan. 

Maka, doa yang sama pun turut dipanjatkan bagi Golfrid. Sebab, belakangan diketahui sebelum meregang nyawa, Golfrid menemukan adanya kejanggalan di sebuah perusahaan di Kabupaten Tapanuli Selatan. 

"Kami masih berharap demokrasi masih tetap ada. Bahwa rakyat bisa kita lindungi bersama. 21 tahun reformasi, kami harapkan tidak ada lagi kekerasan, tidak ada lagi air mata dan darah," kata Khalisah. 

Lalu, apa tuntutan dari koalisi masyarakat sipil kepada pemerintah atas jatuhnya lima korban jiwa ini?

1. Korban tewas saat demo malah dilabeli perusuh

Pak Jokowi, Tolong Evaluasi Cara Kepolisian Tangani Aksi Demonstrasi(Ketua Advokasi YLBHI Muhammad Isnur) IDN Times/Santi Dewi

Lima korban usai terjadi demonstrasi besar-besaran di beberapa kota pada akhir September lalu seolah tidak bisa beristirahat dengan tenang. Sebab, oleh sebagian pihak, mereka justru diklaim sebagai dari oknum perusuh yang membuat aksi unjuk rasa berakhir ricuh dan anarkis. 

"Mereka para pejuang demokrasi bahkan ada yang dijadikan tersangka (walau sudah dalam keadaan koma), lalu ada yang dilabeli perusuh. Menurut kami selalu seperti itu, bagaimana stigma-stigma negatif dilekatkan dan itu sudah berlangsung dari dulu, apabila membangkang dari pemerintah maka dilabeli demikian," kata Khalisah. 

Sementara, menurut Koordinator Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur, sejak awal banyak ditemukan kejanggalan dari kematian lima korban. Contoh, pada jenazah Maulana Suryadi dan Akbar Alamsyah. Pihak kepolisian menjelaskan Yadi tewas akibat menghirup gas air mata. Sedangkan, Akbar meninggal akibat jatuh dari pagar gedung DPR. 

"Bagaimana mungkin meninggal akibat sesak nafas, tetapi di bagian kepalanya terus mengeluarkan darah dari telinga dan hidung? Berdasarkan analisa awal kami, ini ada dugaan tindak kekerasan yang dialami korban," kata Isnur pada akhir pekan lalu. 

Sedangkan, dalam perkara kematian Akbar, keluarga tahu betul pemuda berusia 19 tahun itu justru tidak mengikuti demonstrasi. 

"Keluarga menemukan jenazah Akbar dalam keadaan ginjal hancur dan tempurung kepalanya remuk. Ini bukan karena jatuh, sebab kalau jatuh, maka bagian leher lah yang terluka," tutur dia lagi. 

Sehingga, ia menyebut keterangan kepolisian justru mencurigakan. 

Baca Juga: Saat Masih Koma, Akbar Alamsyah Ditetapkan Jadi Tersangka oleh Polisi

2. Koalisi masyarakat sipil mendesak agar pemerintah mengungkap semua praktik kekerasan saat demo menolak UU KPK

Pak Jokowi, Tolong Evaluasi Cara Kepolisian Tangani Aksi Demonstrasi(Malam renungan kematian lima pelajar di KPK) IDN Times/Santi Dewi

Oleh sebab itu, koalisi masyarakat sipil mendesak agar pemerintah segera mengungkap tindak kekerasan yang diduga dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap para korban. Isnur menjelaskan ketika aksi demonstrasi digelar pada akhir September lalu, banyak tindak kekerasan yang terekam kamera. 

"Di mana orang sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri kemudian masih diinjak-injak dan dipukul-pukul. Ini sangat mengerikan," kata dia. 

Isnur mengatakan jangan sampai tindak kekerasan yang diduga terjadi selama aksi demonstrasi mahasiswa kemarin justru berlalu begitu saja tanpa evaluasi. Sebab, temuan Ombudsman, praktik serupa terjadi dalam aksi unjuk rasa pada Mei lalu di depan kantor Bawaslu. 

"Padahal, seharusnya ada proses evaluasi bagaimana ketika mereka (polisi) menggunakan senjata, tongkat baton, gas air mata, lokasinya di mana. Seharusnya, itu ditelusuri oleh pihak kepolisian," tutur Isnur. 

Apabila ditemukan ada oknum kepolisian yang terbukti melanggar seharusnya diberikan sanksi. Mereka meminta agar pihak aparat berwenang tidak bersikap denial, tanpa ada evaluasi lebih dulu. 

3. Ibu almarhum Akbar Alamsyah berteriak putranya telah disiksa

Pak Jokowi, Tolong Evaluasi Cara Kepolisian Tangani Aksi Demonstrasi(Pusara Akbar Alamsyah korban demonstrasi di DPR) Istimewa

Isnur kemudian memberikan contoh kejanggalan yang dilakukan oleh kepolisian dalam menangani korban aksi demonstrasi. Keanehan itu terjadi pada almarhum Akbar Alamsyah. Berdasarkan keterangan keluarga, mereka baru mengetahui Akbar dalam keadaan koma dan dirawat intensif beberapa hari kemudian. Itupun mereka baru tahu Akbar sudah dirawat di RS Polri Bhayangkara. 

Sebelumnya, tanpa persetujuan keluarga, almarhum sempat dirawat di RS Pelni dan kemudian dipindahkan ke RSPAD Gatot Subroto. Pada Kamis (10/10), Akbar akhirnya menghembuskan nafas terakhir. 

Sang ibu, Rosminah tidak percaya putranya meninggal. Padahal, beberapa hari sebelumnya ia hendak pamit untuk melihat demonstrasi di sekitar area gedung DPR. 

Saat jasad Akbar dimakamkan di TPU Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Jumat (11/10), Rosminah sempat berteriak putra bungsunya itu telah disiksa. 

"Disiksa oleh siapa? Di mana? Ini penting untuk diungkap jangan sampai kemudian menimbulkan pertanyaan," kata Isnur. 

Bahkan, yang sempat sulit dilogika yakni saat Akbar masih dalam keadaan koma, polisi justru menetapkannya sebagai tersangka. Hal itu dikonfirmasi oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Argo Yuwono. Menurut Argo, Akbar dijadikan tersangka karena saat demonstrasi berlangsung, ia diduga melempari petugas dengan batu. 

4. Koalisi masyarakat sipil mempertanyakan mengapa tidak ada tindakan yang diambil Jokowi terhadap Kapolda Metro Jaya

Pak Jokowi, Tolong Evaluasi Cara Kepolisian Tangani Aksi DemonstrasiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Koalisi masyarakat sipil kemudian meminta kepada Jokowi agar bersikap tegas terhadap kepolisian yang diduga lalai dan menggunakan tindak kekerasan saat menangani aksi demo. Isnur mengatakan apabila mantan Gubernur DKI Jakarta itu bisa memerintahkan agar dilakukan evaluasi terhadap Kapolda Sulawesi Tenggara, mengapa langkah serupa tidak bisa diterapkan untuk Polda Metro Jaya. 

"Kami meminta agar Pak Jokowi turun langsung dan tidak sekedar mengatakan prihatin. Di kasus Sulawesi Tenggara, Kapolri bisa mencopot Kapolres dan Kapolda. Pertanyaan penting, mengapa langkah serupa tidak diberlakukan di Polda Metro Jaya. Padahal, untuk balancing komando, perlu dilakukan pemeriksaan secara utuh," kata Isnur. 

Baca Juga: Polri: 6 Polisi Terbukti Bawa Senpi saat Demo Mahasiswa di Sultra

Topik:

Berita Terkini Lainnya