Pakar: Politik Uang di Pemilu Dikoreksi Lewat UU, Bukan Ubah UUD 1945
Intinya Sih...
- Pakar hukum tata negara menilai pemilihan presiden oleh MPR tidak relevan, butuh kajian mendalam atas praktik politik uang.
- Bivitri Susanti menyarankan untuk mengubah Undang-Undang Pemilu tahun 2017 daripada UUD untuk mengatasi politik uang.
- Wacana pemilihan presiden oleh MPR diwarnai oleh khawatir akan kemunduran demokrasi dan kekuatan politik yang ingin mengembalikan UUD 1945 ke naskah asli.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti menilai usulan agar pemilihan presiden kembali dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mencegah maraknya politik uang, sangat tidak relevan. Menurutnya, butuh kajian mendalam untuk menyimpulkan apakah praktik politik uang disebabkan karena cara pemilihan presiden. Atau masing-masing parpol yang memilih melakukan praktik politik uang.
"Jangan lupa salah satu penyebab mengapa politik uang semakin marak karena adanya ketentuan mengenai presidential treshold. Ini sering disebut uang sewa perahu," ujar Bivitri ketika dihubungi pada Minggu (9/6/2024).
Ia menambahkan alih-alih mengubah konstitusi sebaiknya yang diamandemen adalah Undang-Undang Pemilu tahun 2017. "Di konstitusi tidak diatur mengenai presidential treshold, larangan politik uang. Semua itu ada di level undang-undang," imbuhnya.
Sehingga, menurutnya salah sasaran bila elite ingin membasmi praktik politik uang tetapi yang ingin diamandemen UUD. Pernyataan Bivitri itu sekaligus untuk mengkritisi kalimat Ketua MPR, Bambang Soesatyo dan mantan Ketua MPR, Amien Rais yang mewacanakan adanya perubahan format pemilihan presiden. Semula, presiden dipilih oleh rakyat secara langsung kini ingin dikembalikan ditunjuk oleh MPR.
"Ini kan seperti pepatah yang gatal di sebelah mana, tetapi yang digaruk di sebelah mana," katanya.
1. Bila presiden kembali dipilih oleh MPR maka Indonesia alami kemunduran demokrasi
Lebih lanjut, perempuan yang juga menjadi pemeran film dokumenter 'Dirty Vote' itu menilai bila presiden kembali dipilih oleh MPR maka demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Situasi yang ada justru kembali ke era sebelum Reformasi 1998.
"Kita kan sekarang memiliki kedaulatan rakyat yang lebih tinggi. Jadi, bukan elite lagi yang menentukan (suatu kebijakan)," ujar Bivitri.
Ia kemudian mengingatkan kembali dulu mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur digulingkan oleh MPR. Megawati Soekarnoputri kemudian naik untuk menggantikan Gus Dur sebagai RI-1.
"Begitu juga dengan Sukarno yang dijatuhkan oleh MPRS dan digantikan Soeharto," katanya.
Bivitri mengaku khawatir terhadap wacana pemilihan presiden dikembalikan ke MPR. Sebab, dalam observasinya ada kekuatan politik yang menginginkan agar UUD 1945 kembali ke naskah asli. Di dalam naskah tersebut, kekuasaan presiden belum dibatasi maksimal menjabat selama dua periode.
Baca Juga: Bamsoet Dilaporkan ke MKD Usai Klaim 9 Fraksi Setuju Amandemen UUD
2. Amien Rais setuju UUD kembali diamandemen, presiden dipilih MPR
Editor’s picks
Salah satu pemicu wacana pemilihan presiden sebaiknya kembali dipilih oleh MPR digulirkan oleh mantan Ketua MPR, Amien Rais. Ia menyampaikan hal tersebut ketika bersilaturahmi dengan pimpinan MPR pada 5 Juni 2024 lalu.
Amien mengaku naif ketika dulu mengubah sistem pemilihan presiden dari tidak langsung menjadi langsung, dengan harapan dapat menekan terjadinya politik uang.
"Jadi, mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu, melucuti kekuasaannya sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden, dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif," kata Amien di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
"Sekarang saya minta maaf. Jadi dulu, itu kami mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih. Mana mungkin? Perlu puluhan mungkin ratusan triliun. Ternyata mungkin. Nah itu," imbuhnya.
3. Bamsoet klaim ada aspirasi masyarakat yang ingin UUD 1945 diamandemen
Di tempat yang sama, Ketua MPR aktif, Bambang Soesatyo menjelaskan maksud Amien Rais ingin agar demokrasi yang menjadi raja di Indonesia. Bukan uang yang dijadikan patokan dalam pemilihan calon pemimpin.
"Jadi, intinya, Pak Amien ingin demokrasi is king. Tidak lagi cash is king," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet itu di Senayan pada 5 Juni 2024.
Bamsoet menambahkan wacana amandemen UUD 1945 didasari adanya aspirasi dari masyarakat. Salah satunya menginginkan agar presiden kembali dipilih lewat MPR.
Tetapi, pernyataannya tiba-tiba berubah ketika menyambangi DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada 8 Juni 2024 lalu.
"Tidak ada ucapan yang disampaikan dari kami, pimpinan bahwa kami sudah memutuskan (melakukan) amandemen. Itu tidak ada. Apalagi mengubah sistem pemilihan presiden di MPR," kata Bamsoet.
Perubahan pernyataan Bamsoet itu terjadi usai mendengar respons dari sejumlah elite parpol yang tak semuanya sepakat terhadap wacana presiden kembali dipilih lewat MPR.
Baca Juga: Rektor Paramadina: Ide Presiden Kembali Dipilih MPR Tak Lagi Relevan