Panglima TNI Digugat Keluarga Aktivis karena Pemilihan Pangdam Jaya

Mayjen Untung terbukti bersalah culik aktivis prodemokrasi

Jakarta, IDN Times - Keluarga aktivis prodemokrasi yang menjadi korban penculikan di akhir Orde Baru melayangkan gugatan hukum kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pada Jumat (1/4/2022). Gugatan dilayangkan oleh Paian Siahaan (ayah dari Ucok Munandar Siahaan) dan Hardingga (anak dari Yani Afri). Bersama sejumlah lembaga masyarakat sipil, mereka melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Militer Tinggi II. 

"Gugatan dilayangkan atas keputusan Panglima TNI yang mengangkat Mayjen TNI Untung Budiharto sebagai Panglima Kodam Jaya. Pengangkatan itu tertuang di dalam surat keputusan Panglima TNI Nomor Kep/5/I/2022 tentang pemberhentian dari dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan TNI pada 4 Januari 2022," ujar Ketua BP Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Julius Ibrani dalam keterangan tertulis. 

Julis mengatakan gugatan dilayangkan ke dua pengadilan sekaligus karena tidak ada konstruksi hukum yang memadai saat ini untuk menguji obyek keputusan Panglima TNI itu. Apalagi waktu yang diberikan terbatas selama 90 hari. 

"Sementara, di negara hukum tidak boleh ada unsur-unsur yang tidak dapat tersentuh oleh hukum dan kemudian menciptakan eksklusivitas bahkan seolah-olah kebal," kata dia. 

Menurut Julius yang mewakili keluarga korban Mayjen TNI Untung tak layak memegang jabatan publik sebagai Pangdam Jaya. Sebab, ia terbukti bersalah ikut menculik aktivis prodemokrasi pada periode 1997 hingga 1998. 

Mayjen Untung merupakan satu dari 10 anggota tim Mawar yakni sebuah tim kecil yang berasal dari kesatuan Kopassus Grup IV TNI Angkatan Darat (AD). Total ada sekitar 13 aktivis prodemokrasi yang diculik oleh Tim Mawar. 

Meski dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Militer dan dibui, tetapi Mayjen Untung tetap dibiarkan berkarier di TNI. Bahkan, kariernya terus menjulang. 

"Pejabat publik yang terlibat pelanggaran HAM telah menunjukkan ketiadaan integritas yang mendasar," tutur dia. 

Apakah laporan mereka diterima di dua pengadilan tersebut?

1. Laporan diterima di PTUN dan Pengadilan Militer, tapi ada yang tanpa nomor registrasi

Panglima TNI Digugat Keluarga Aktivis karena Pemilihan Pangdam JayaIlustrasi gedung Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta (www.dilmilti-jakarta.go.id)

Menurut Julius, laporan mereka diterima baik di PTUN dan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta. Di PTUN, laporan terhadap Andika terdaftar dengan nomor registrasi 87/G/2022/PTUNJKT. Sedangkan, laporan ke Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta diterima tanpa nomor registrasi. 

Ia mengatakan pengangkatan Mayjen Untung adalah preseden buruk. Sebab, meski terbukti telah menculik dan menyiksa aktivis prodemokrasi, ia malah diberikan apresiasi dengan kenaikan jabatan. 

"Maka, pemeriksaan rekam jejak personel yang akan menduduki jabatan publik atau vetting mechanism sangat penting dilakukan dan disuarakan secara terus menerus oleh masyarakat sipil," ungkap Julius.

Baca Juga: Profil Mayjen Untung Budiharto, Eks Tim Mawar yang Jadi Pangdam Jaya

2. Pengangkatan Mayjen Untung jadi Pangdam Jaya mencederai perjuangan keluarga korban mencari keadilan

Panglima TNI Digugat Keluarga Aktivis karena Pemilihan Pangdam JayaPaian Siahaan, orang tua aktivis yang diculik oleh tim mawar Ucok Siahaan ketika memberikan keterangan pers (Tangkapan layar YouTube KontraS)

Julius mengatakan pengangkatan Mayjen Untung sebagai Pangdam Jaya bisa dianggap mencederai perjuangan keluarga korban dan pendamping yang terus mencari keberadaan korban yang belum kembali hingga kini. Ia mengutip informasi dari 9 aktivis prodemokrasi yang berhasil kembali dalam keadaan hidup, terungkap mereka diculik dan ditahan di tempat yang sama. 

Keterangan aktivis prodemokrasi itu kemudian dilaporkan oleh Komnas HAM. Dalam dokumen yang diterbitkan Komnas HAM, para aktivis itu mengaku ditahan di suatu area yang berada dalam wilayah penguasaan suatu kelompok yang sama yakni Pos Komando Taktis (Poskotis) Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur. "Atau di wilayah lain yang berada di dalam kekuasaan Kopassus," kata Julius mengutip laporan tersebut.

Ia pun mengaku heran dengan sikap Mayjen Untung dan anggota tim Mawar lainnya. Sebab, mereka tak pernah terbuka mengenai keberadaan aktivis lainnya yang hingga kini belum kembali. 

"Mereka juga terlihat tidak sungguh-sungguh menyesali perbuatannya," tutur dia. 

Curhat salah satu orang tua aktivis prodemokrasi yang hingga kini masih hilang, Paian Siahaan pernah ditampilkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Anak Paian, Ucok Munandar Siahaan belum juga kembali ke rumah. Paian pun tidak tahu apakah putranya itu masih hidup atau sudah mati.

"Kami selaku orang tua korban penculikan, merasa harga diri kami ini sudah semakin diinjak-injak. Artinya, kami tidak lagi dianggap sebagai seorang warga yang seharusnya mendapat perhatian dari presiden," ujar Paian ketika memberikan keterangan pers secara daring di kanal YouTube KontraS, 7 Januari 2022 lalu.

Ia merasa dikhianati lantaran Presiden Joko "Jokowi" Widodo pernah memanggilnya dan keluarga korban aktivis lainnya sebanyak dua kali. Paian pernah juga bertemu dengan Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko satu kali di lingkungan Istana. 

"Di dalam pertemuan itu, kami sudah mengatakan kepada beliau betapa perihnya hati kami yang selama 24 tahun meminta keadilan atas penculikan anak kami," katanya. 

3. Telegram dari Panglima TNI diprediksi bakal persulit proses hukum

Panglima TNI Digugat Keluarga Aktivis karena Pemilihan Pangdam JayaPanglima TNI Jenderal Andika Perkasa ketika mengikuti rapat koordinasi persiapan KTT G20 di Markas TNI di Cilangkap, Jakarta Timur (Tangkapan layar YouTube Puspen TNI)

Di sisi lain, Julius dan keluarga korban mengaku proses gugatan ini tidak akan berjalan mudah. Apalagi Jenderal Andika mengeluarkan Surat Telegram Panglima TNI No. ST/1221/2021 tanggal 5 November 2021. Isi telegram itu yakni bila ada prajurit TNI yang tersandung kasus hukum dan butuh dipanggil untuk didengar keterangannya, maka harus ada izin dari komandan atau kepala satuan. 

Dalam hal ini bila pengadilan ingin memanggil Mayjen Untung, maka dibutuhkan izin dari Jenderal Andika. Diketahui Mayjen Untung bertanggung jawab terhadap Panglima TNI. 

"ST tersebut berpotensi mengganggu penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia di wilayah Kodam Jaya. Sebab, dokumen itu berpotensi mempersulit langkah para penegak hukum," kata Julius. 

Baca Juga: Orang Tua Aktivis yang Diculik: Kok Bisa Residivis Masih Ada di TNI?

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya