Partai Demokrat Kubu Moeldoko Klaim Sudah Laporkan KLB ke Kemenkum HAM

Eks kader tetap gugat AHY ke Pengadilan Negeri Jakpus

Jakarta, IDN Times - Politikus Partai Demokrat, Ilal Ferhard, mengklaim parpol berlambang mercy yang dipimpin Moeldoko juga sudah mengirimkan laporan tertulis mengenai penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB). Dengan begitu, maka kini sudah sah pemerintah dianggap mengetahui peristiwa di Deli Serdang bukan cuma temu kader belaka. 

"Sudah (dikirim) jam 14:00 hari Selasa," ujar Ilal ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Selasa malam, 9 Maret 2021. 

Namun, ketika ditanyakan siapa yang ditemui di Kemenkum HAM untuk menyerahkan laporan tersebut, Ilal mengaku tak tahu lantaran belum memperoleh informasi terbaru dari tim hukumnya. 

"Karena yang menyerahkan (ke Kemenkum HAM) adalah tim Pak Rahmat (mantan Kepala Kantor Demokrat). Jadi, sudah diserahkan ke sana," katanya lagi. 

Sedangkan, Kepala Komunikasi Publik PD kubu Moeldoko, Razman Arif Nasution, berdalih sengaja tidak ingin datang ramai-ramai ke kantor Kemenkum HAM.

"Kami memilih bersikap tidak ingin mengganggu konsentrasi Kemenkum HAM dan info ke media supaya kami kumpul di sana. Nanti, bila hasil verifikasinya sudah keluar, kami akan ungkap semua ke publik," ujar Razman di Dapur Sunda, Mall Bellagio, Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa kemarin. 

IDN Times coba mengonfirmasi kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum HAM, Cahyo Rahadian Muzhar soal penerimaan laporan tersebut. Tetapi, pesan pendek dan telepon IDN Times tak berbalas.

Cahyo menjadi pihak Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ketika mendatangi kantor Kemenkum HAM. Dia turut menerima lima boks plastik berisi dokumen dan bukti bahwa KLB di Sumatera Utara inkonstitusional. 

Lalu, untuk apa lagi kubu Moeldoko masih menggugat AHY ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat?

1. Eks kader yang dipecat AHY memilih majelis hakim yang tentukan soal status keanggotaan di Partai Demokrat

Partai Demokrat Kubu Moeldoko Klaim Sudah Laporkan KLB ke Kemenkum HAMKetua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang dinilai ilegal di Jakarta, Jumat (5/3/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Sementara, Ilal juga membenarkan ada dua gugatan hukum yang dilayangkan oleh kader kubu Moeldoko kepada AHY. Gugatan dilayangkan oleh dua pihak yaitu Marzuki Alie dkk dan Jhonni Allen Marbun. 

Dalam petitum gugatannya, baik Jhonni dan Marzuki meminta kepada majelis hakim untuk membatalkan atau menyatakan secara tidak sah putusan DPP Partai Demokrat yang memberhentikannya. 

"Menyatakan tidak sah dan/atau batal demi hukum Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Nomor: 09/SK/DPP.PD/II/2021 Tertanggal 26 Februari 2021 tentang Pemberhentian Tetap Sebagai Anggota Partai Demokrat," demikian bunyi petitum yang dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakpus. 

Ilal mengatakan apa yang dilakukan oleh para koleganya adalah bentuk mencari keadilan karena saat ini parpol berlambang mercy itu juga memiliki Ketum, yakni Moeldoko. Maka, mereka menyerahkan kepada majelis hakim terkait status keanggotaan mereka di Partai Demokrat. 

"Selama dia masih menjabat ketua umum di DPP, tetapi kan tidak bisa langsung mengatakan orang tertentu tak lagi menjadi anggota. Sebab, prosesnya masih panjang dan berjalan, mungkin bisa memakan waktu setahun," kata pria yang juga mengklaim salah satu pendiri Partai Demokrat itu. 

Di dalam petitum di SIPP tertulis sidang perdana bagi dua pihak akan digelar pada 17 Maret 2021. 

Baca Juga: Mahfud MD Tegaskan Moeldoko Bukan Wakil Istana

2. Bila kubu Moeldoko yang diakui, maka Demokrat siap merapat ke pemerintahan Jokowi

Partai Demokrat Kubu Moeldoko Klaim Sudah Laporkan KLB ke Kemenkum HAMANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Ilal meminta kepada publik agar tak mengait-ngaitkan KLB di Sumatera Utara dengan Istana dan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Namun, di sisi lain, dia tak menampik bila nantinya PD kubu Moeldoko yang diakui, maka mereka akan mengambil sikap politik mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. 

Bahkan, kata Ilal, pihaknya membuka pintu bila Jokowi meminta kader di bawah kepemimpinan Moeldoko, untuk diberikan kursi menteri. Namun, siapa kader yang akan diberi porsi menteri ditentukan oleh Moeldoko dan Jokowi. 

"Itu tergantung dari Pak Jokowi. Hak prerogatif, kami tidak pernah meminta. Tapi, bila ada kader diminta (untuk menjadi menteri) dan membantu beliau maka dengan senang hati kami menerimanya dengan penuh amanah," ujar Ilal.

3. Eks kader Partai Demokrat pilih Moeldoko jadi Ketum bukan karena posisinya sebagai KSP

Partai Demokrat Kubu Moeldoko Klaim Sudah Laporkan KLB ke Kemenkum HAMKSP Moeldoko ketika tiba di Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Hotel The Hill, Sibolangit, Sumatera Utara (ANTARA FOTO/Endi Ahmad)

Sementara, mantan Kepala Kantor Demokrat, Muhammad Rahmat, mengatakan pihaknya mendaulat Moeldoko sebagai Ketum bukan lantaran memiliki posisi sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Moeldoko dinilai memiliki rekam jejak baik dan mempunyai jaringan ke tokoh-tokoh yang kuat. 

"Pak Moeldoko masuk ke dalam Partai Demokrat atas desakan dari para pendiri dan senior di partai. Mengapa meminta Pak Moeldoko? Karena kanker di Partai Demokrat sudah masuk stadium lima, bisulnya sudah membengkak dan meletus, sehingga kami butuh tokoh bangsa yang punya integritas tinggi, memiliki karier bagus, kemampuan mumpuni, dan rekam jejak terukur serta jelas. Sosok itu ada di Pak Moeldoko," ujar Rahmat ketika berbicara dalam jumpa pers pada Selasa kemarin. 

"Jadi, para pendiri dan senior tak melihat Pak Moeldoko itu KSP atau tidak. Sama seperti ketika para pendiri (Partai Demokrat) dulu melihat Pak SBY sebagai Menkopolhukam," katanya lagi. 

Dia juga menjelaskan persoalan Moeldoko kemudian ujuk-ujuk masuk ke dalam KLB, menurut mereka hal tersebut adalah sesuatu yang normal. Meski saat itu, Moeldoko tidak pernah tercatat menjadi kader Partai Demokrat. 

Kader pro KLB juga menilai AHY dan SBY wajib untuk diganti lantaran mereka memprediksi tingkat perolehan suara pada pemilu 2024 akan semakin terjun bebas ke angka di bawah 5 persen. Prediksi itu sudah terlihat, kata mereka, ketika pada 2015, SBY mengambil alih posisi Ketum dari Anas Urbaningrum, perolehan suara merosot drastis. Semula pada 2004, Demokrat mampu meraih 21 persen suara lalu terjun bebas pada 2015 ke angka 10 persen. 

Baca Juga: AHY Datangi Kemenkumham Bawa 2 Kontainer Bukti KLB Moeldoko Tak Sah 

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya