Partai Pendukung Pro RUU KPK, Beranikah Jokowi Ambil Sikap Berbeda?

Akankah KPK mati di tangan kepemimpinan Jokowi?

Jakarta, IDN Times - Revisi UU KPK nomor 30 tahun 2002 yang diam-diam kembali dihidupkan oleh parlemen, membuat publik bertanya-tanya apa urgensinya melakukan hal tersebut. Apalagi sebelumnya, institusi antirasuah dan sebagian dari publik tengah fokus pada pertarungan yang lain yakni mencegah calon pimpinan bermasalah masuk ke KPK. 

Namun, pada (4/9) lalu beredar surat berisi undangan rapat paripurna untuk mendengarkan pendapat fraksi-fraksi tentang perubahan kedua revisi UU komisi antirasuah. Dalam agenda rapat yang digelar pada Kamis (5/9) kemarin itu kemudian dilanjutkan dengan pengambilan keputusan menjadi RUU usul DPR. 

Hasilnya, kendati hanya dihadiri 77 anggota dewan tetapi paripurna DPR setuju terhadap revisi UU KPK. Maka, langkah selanjutnya, DPR dan pemerintah akan duduk bersama untuk membahas poin-poin yang hendak direvisi. Yang jadi pertanyaan, siapa yang memulai untuk merevisi UU tersebut?

Anggota Komisi III dari fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu mengakui ia dan lima orang rekannya termasuk dalam nama-nama yang menginisiasi UU tersebut. 

"Ada saya, Risa (Mariska dari fraksi PDI Perjuangan), Baidowi (Achmad Baidowi dari komisi II fraksi PPP), Ibnu Multazam (anggota komisi IV dari fraksi PKB), Saiful Bahri (anggota komisi III Partai Golkar). Ada Taufiqulhadi (Teuku Taufiqulhadi komisi III dari Fraksi NasDem)," tutur Masinton di kompleks parlemen Senayan pada Jumat (6/9). 

Apabila dicek, semua partai itu adalah parpol pengusung Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam Pilpres 2019 pada April lalu. Masinton membantah bahwa DPR menghidupkan kembali revisi UU KPK secara diam-diam. Menurutnya, RUU itu sudah sempat dibahas di badan legislasi dan empat poin sudah disetujui beberapa tahun lalu. Kendati di waktu yang bersamaan ia mengakui pembahasan tersebut tidak melibatkan pemerintah. 

"Ya, ini kan kita melanjutkan saja. Gak ada yang berubah dari apa yang disepakati," tutur dia. 

Lalu, bagaimana prediksi sikap Jokowi? Akankah ia turut menolak RUU KPK? Masihkah publik bisa percaya kali ini Jokowi akan memperkuat KPK setelah sebelumnya ia setuju terhadap capim komisi antirasuah yang nota bene masih memiliki rekam jejak kelam?

1. Sikap partai pendukung belum tentu mencerminkan keputusan Jokowi

Partai Pendukung Pro RUU KPK, Beranikah Jokowi Ambil Sikap Berbeda?(Pegawai KPK memprotes RUU KPK dalam aksi 6 September) ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Menurut peneliti dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Charles Simabura, sikap dari partai pendukung Jokowi yang pro agar UU KPK direvisi tidak bisa lantas dipersepsikan sebagai sikap resmi orang nomor satu di Indonesia tersebut. Pada 2016 lalu, Jokowi sudah sempat menolak adanya RUU itu. Sikap serupa berpeluang untuk kembali ditempuh oleh mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut. 

"Bisa jadi ini strategi partai pendukung untuk menyandera Presiden. Mereka tidak bisa mengklaim juga (Presiden sudah pasti setuju UU KPK direvisi), karena kekuasaannya kan berbeda. Silakan saja partai politik berkoalisi untuk merevisi UU tertentu, namun itu tidak akan linear dengan sikap Presiden. Hal itu sudah terbukti di beberapa UU sebelumnya," ujar Charles ketika dihubungi IDN Times pada Sabtu malam (7/9). 

Menurut Charles, justru mahfum terjadi Menteri di dalam kabinet Indonesia Kerja tak sependapat dengan partai politik pendukung pemerintah. Presiden mana pun pernah mengalami sebelumnya, baik itu di era Susilo Bambang Yudhoyono maupun kini Jokowi. 

"Jadi, tidak menjadi otomatis kecuali sistem pemerintahan kita parlementer. Kalau sistem pemerintahan parlementer, maka sikap pemerintah sama dengan sikap yang diambil parlemen, mengapa? Karena pemerintah kan anggota parlemen juga," tutur pria yang kini tengah menempuh studi doktor itu. 

Sebagai bukti, ia menambahkan, Jokowi membantah bahwa ia setuju dengan revisi UU tersebut. Ia mengaku belum membaca poin-poin apa yang hendak diubah oleh DPR. 

"Sekarang yang harus kita perhatikan Presiden ingin berpihak ke DPR atau keinginan masyarakat yang kini berkembang," tutur dia lagi.

Baca Juga: UU KPK Mau Direvisi, Jokowi Mengaku Belum Baca Poin yang akan Diubah

2. Publik bingung mengapa DPR ngotot ingin melakukan revisi UU KPK di penghujung masa kerja

Partai Pendukung Pro RUU KPK, Beranikah Jokowi Ambil Sikap Berbeda?IDN Times/Irfan Fathurohman

Justru yang jadi tanda tanya di benak publik, mengapa di penghujung masa kinerjanya, anggota DPR ngotot melakukan revisi terhadap UU KPK. Padahal, pada tanggal 1 Oktober mendatang, posisi mereka sudah diganti dengan anggota parlemen periode 2019-2023. Lebih anehnya lagi, kata Charles, UU yang seharusnya dijadikan prioritas untuk disahkan karena menyangkut kepentingan publik yang tinggi malah tidak segera dituntaskan. 

"Di tengah rendahnya kualitas kinerja dan UU yang dimasukan ke dalam legislasi, cuma tiga UU yang berhasil mereka golkan dan 9 perjanjian internasional. Lalu, tiba-tiba memasukan program RUU KPK dalam agenda dan itu pun prosesnya dikebut. Padahal, ada RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual), RUU sumber daya air, RKUHP, jabatan hakim yang lebih penting, tapi malah tidak dikerjakan," tutur Charles.

Selain itu, RUU KPK tidak masuk di dalam program legislasi nasional tahun 2019. Begitu juga RUU MD3. Hal tersebut, kata Charles, menggambarkan DPR baru cepat bekerja apabila menyangkut kepentingan politik. 

RUU KPK ini akan meninggalkan kekisruhan bagi pemerintahan Jokowi di awal ia akan dilantik pada 20 Oktober mendatang. 

3. Ada skenario pelemahan KPK justru dilakukan dari dalam tubuh komisi antirasuah

Partai Pendukung Pro RUU KPK, Beranikah Jokowi Ambil Sikap Berbeda?(Ilustrasi aksi protes pegawai KPK) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Analisa lain dari Charles yang menarik yakni mengenai seleksi capim KPK ada kaitannya dengan RUU KPK. Dalam proses uji kepatutan dan kelayakan yang akan dilakukan oleh anggota Komisi III DPR, bisa saja mereka akan memilih capim komisi antirasuah yang justru pro terhadap revisi UU KPK. 

"Dari 10 capim itu kan sudah ada beberapa pernyataan ketika disampaikan di publik kemarin, bahwa akan memperkuat hubungan dengan institusi kepolisian, menambah jumlah penyidik dari kepolisian, akan menata kembali Wadah Pegawai. Jadi, nanti sepertinya DPR akan mengonfirmasi di antara 10 itu siapa yang setuju dengan revisi UU KPK, nah itu lah yang akan mereka pilih," tutur dia. 

Ia menilai anggota DPR tidak mau lagi keliru dalam memilih pimpinan KPK. Sebab, berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya, pimpinan KPK lama kelamaan sulit dikendalikan dan justru banyak menangkap rekan mereka sendiri di parlemen. 

4. Poin di UU KPK yang hendak direvisi oleh anggota DPR

Partai Pendukung Pro RUU KPK, Beranikah Jokowi Ambil Sikap Berbeda?(Penyidik menunjukkan barang bukti OTT di KPK) IDN Times/Santi Dewi

Berikut enam materi muatan revisi UU KPK yang disepakati:

a. Kedudukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan. Meskipun KPK merupakan bagian dari cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan, namun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK bersifat independen. Pegawai KPK merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara.

b. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan penyadapan. Namun pelaksanaan pendapat dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK

c. KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia (integrated criminal justice system). Oleh karena itu, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.

d. Di dalam upaya meningkatkan kinerja KPK di bidang pencegahan tindak pidana korupsi, setiap instansi, kementerian dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan setelah berakhir masa jabatan.

e. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah 5 (lima) orang. Dewan Pengawas KPK tersebut, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh organ pelaksana pengawas

f. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama (satu) tahun. Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut apabila ditemukan bukti baru yang berdasarkan putusan praperadilan.

Enam poin yang akan direvisi di dalam UU KPK nomor 30 tahun 2002 itu lah yang dinilai dapat melemahkan institusi antirasuah. Sebagai contoh, KPK tidak dapat menjalankan pemberantasan secara efektif apabila dalam melakukan penyadapan, mereka harus melapor dulu ke Dewan Pengawas. Anggota Dewan Pengawas yang berasal dari luar KPK itu dipilih oleh DPR. 

5. KPK resmi mengirimkan surat agar Presiden Jokowi menolak revisi UU

Partai Pendukung Pro RUU KPK, Beranikah Jokowi Ambil Sikap Berbeda?ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Sementara, Ketua KPK, Agus Rahardjo mengaku sudah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi agar menolak RUU nomor 30 tahun 2002. 

"Suratnya sudah dikirim. (Isinya) mohon tidak mengirimkan surpres (surat presiden)," kata Agus pada Jumat (6/9).

Surat presiden itu merupakan "lampu hijau" agar RUU terus dibahas lebih lanjut di DPR. Selain itu, surat tersebut menandakan Jokowi setuju terhadap poin-poin yang akan direvisi dari UU nomor 30 tahun 2002. Surat itu tidak hanya ditanda tangani oleh Agus, namun juga empat pimpinan lainnya. 

Sedangkan, di gedung Merah Putih, ratusan pegawai KPK berunjuk rasa dan menolak revisi UU tersebut. Perwakilan pegawai KPK, Henny Mustika Sari mengatakan dalam setiap kepemimpinan Presiden, institusi antirasuah selalu coba dilemahkan. Ia mengatakan jangan sampai KPK justru mati di tangan mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

"Presiden Abdurahman Wahid merancang KPK, Presiden Megawati Soekarno Putri melahirkan KPK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melindungi KPK, dan jangan sampai sejarah mencatat KPK mati pada masa Presiden Joko Widodo," kata Henny lantang pada siang tadi. 

Baca Juga: Masyarakat Anti Korupsi Minta Jokowi Stop Revisi UU KPK

Topik:

Berita Terkini Lainnya