Pegawai Honorer BPPT: Tanpa Notifikasi, Kami Harus Hengkang 1 Januari

Pegawai honorer di Kapal Baruna Jaya merasa seolah dibuang

Jakarta, IDN Times - Dunia Andika dan koleganya yang bekerja di Kapal Riset Baruna Jaya seolah runtuh pada 30 Desember 2021 lalu. Ia dan koleganya baru tiba dan bersandar di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, setelah mengarungi lautan nyaris selama sebulan. 

Tiba-tiba orang yang mengaku berasal dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) datang berkunjung ke kapal. Mereka membawa kabar buruk bagi pegawai yang statusnya bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kapal tersebut. 

"Per tanggal 1 Januari 2022, kalian (awak kapal) harus angkat kaki dari kapal (Baruna Jaya)," ungkap Andika, salah satu pegawai honorer BPPT mengenang kembali momen pahit itu, kepada IDN Times yang menghubungi lewat telepon, Jumat 7 Januari 2022.

Andika yang juga merupakan Juru Bicara Paguyuban PPNPN (Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri) itu sadar, bahwa kontrak kerjanya akan berakhir pada Desember 2021 lalu. Ia pun sadar instansi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan melebur ke BRIN.

Namun, ia tak menyangka prosesnya akan berakhir sangat buruk. Andika dan koleganya yang telah bekerja hingga puluhan tahun di BPPT, merasa dibuang begitu saja hanya dengan notifikasi verbal. Bahkan, notifikasi secara tertulis yang menyampaikan kontrak kerjanya tak akan lagi diperpanjang pada 2022, tidak ia dapatkan. 

Awak kapal Baruna Jaya yang baru saja tiba usai melaut pun langsung meneteskan air mata. Mereka saling berpelukan dan meluapkan kesedihan.

Sebab, hanya dalam hitungan detik, mereka kehilangan pekerjaan di tengah situasi pagebluk. Peristiwa pilu ini kemudian terekam kamera dan viral di media sosial. 

"Itu kami hanya diberi waktu dua hari untuk mengosongkan kapal dan angkat kaki. Emangnya gampang? Pegawai biasa saja minimal diberikan waktu 30 hari sebelum akhirnya mereka keluar. Kok, kami malah tidak diperlakukan sebagai pekerja yang layak," kata Andika yang hingga kini masih sulit percaya terhadap kejadian tersebut. 

Ia mengatakan, awak kapal yang bertugas di Kapal Baruna Jaya bukan sembarang SDM. Ada yang memiliki pendidikan hingga doktor dan telah puluhan tahun mengabdi. 

"Kalaupun mereka harus mencari pekerjaan lagi kan terbentur faktor usia," tutur dia. 

Alhasil, kini nyaris 60 awak kapal yang semula bekerja di Kapal Riset Baruna Jaya menganggur di awal 2022. Maka, pada Rabu 5 Januari 2022, mereka mengadu ke Komnas HAM. Mereka berharap bisa kembali bekerja seperti dulu.

Apakah mereka kecewa terhadap praktik peleburan beberapa lembaga penelitian ke dalam BRIN? Bagaimana tanggapan BRIN mengenai pemberhentian puluhan awak kapal KM Baruna Jaya?

1. Kepala BRIN tak sampaikan rencana masa depan awak KM Baruna Jaya usai kontrak diputus

Pegawai Honorer BPPT: Tanpa Notifikasi, Kami Harus Hengkang 1 JanuariIDN Times/Candra Irawan

Andika yang telah bekerja di BPPT selama lima tahun itu menjelaskan, sosialisasi sempat dilakukan oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko kepada awak kapal KR Baruna Jaya. Ia sempat berkunjung ke kapal pada Agustus 2021 lalu. 

"Teman-teman (di KR Baruna Jaya) mempertanyakan kelanjutan nasib mereka bila kontrak kerja tak diperpanjang. Dijawab oleh pihak BRIN, agar kami tidak keluar dulu dari BPPT selama tiga bulan. Sebab, BRIN akan melakukan evaluasi," ungkap Andika mengulang jawaban dari pihak BRIN pada Agustus 2021 lalu. 

Tetapi, awak KR Baruna Jaya masih kurang puas dengan jawaban BRIN akan melakukan evaluasi terhadap kelanjutan nasib mereka.

"Apakah ini artinya akan dilakukan seleksi ulang (sehingga bisa ditarik ke BRIN), atau bagaimana. Hal itu masih mengambang bagi kami," kata dia. 

Mereka berharap BRIN bisa membantu mencari 'rumah baru' agar mereka bisa kembali bekerja. "Kami hanya ingin menuntut kejelasan, apakah ada pihak ketiga atau vendor yang sudah masuk (dan siap memberi tempat baru) atau kita diminta keluar begitu saja," ujarnya.

Tetapi, kenyataannya mulai 1 Januari 2022, mereka menganggur. Tidak ada informasi lebih lanjut bagaimana soal janji evaluasi untuk dirujuk pekerjaan baru di tempat lain. 

"Kami pun juga tidak diberi pesangon atau upah karena sudah bekerja selama belasan tahun, gak ada sama sekali," tuturnya lagi. 

Baca Juga: Kronologi Penemuan Black Box Lion Air JT 610 dari Kapal Riset

2. Nakhoda kapal yang pernah dapat bintang jasa dari Presiden Jokowi ikut terdepak

Pegawai Honorer BPPT: Tanpa Notifikasi, Kami Harus Hengkang 1 JanuariPresiden Joko "Jokowi" Widodo ketika memberikan keterangan pers (www.twitter.com/@jokowi)

Andika mengisahkan salah satu kisah tragis yang dialami oleh Ishak Ismail. Ia sudah bertugas selama 19 tahun menjadi nakhoda KR Baruna Jaya. 

"Itu Pak Ishak sampai dapat bintang jasa dari presiden lho. Sekarang, usianya sudah 52 atau 53 tahun. Kalau misalnya Beliau harus diminta sekolah lagi agar bisa jadi peneliti PNS, ya udah keburu masuk usia pensiun lah," ungkap Andika blak-blakan. 

Sehingga, menurutnya lima opsi yang ditawarkan oleh Kepala BRIN bagi peneliti non-PNS tidak masuk akal dan sekedar formalitas. Ia menyebut, saat ini ada sekitar 500 PPNPN yang kini tiba-tiba menganggur lantaran terkena dampak peleburan BBPT ke dalam BRIN. 

"Tapi, itu belum semua. Ini saya masih terus melakukan pencatatan," kata dia. 

3. Penghentian sementara operasi KR Baruna Jaya berpotensi lemahkan peringatan dini bencana

Pegawai Honorer BPPT: Tanpa Notifikasi, Kami Harus Hengkang 1 JanuariIlustrasi Kapal Baruna Jaya IV memiliki perangkat teknologi canggih sinyal sonar yang mampu mendeteksi objek hingga ke kedalaman 2.500 meter di bawah permukaan laut. (Dok NOAA)

Mengutip situs resmi Baruna Jaya BPPT, kapal riset itu memberikan empat jenis pelayanan dan jasa. Pertama, survei hidro-oseanografi dan meteorologi. Kedua, survei geologi dan geofisika. Ketiga, survei lingkungan dan perikanan. Keempat, bareboat charter

Andika menjelaskan, pegawai yang bekerja di KR Baruna Jaya akan menghabiskan waktunya lebih lama di perairan ketimbang di darat. Waktu pelayaran rata-rata sekitar lima bulan. 

Selain itu, peneliti di Baruna Jaya juga bertugas melakukan pemetaan dan pemasangan alat-alat deteksi dini tsunami serta gempa. Pekerjaan ini merupakan bagian dari proyek InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) hasil pengembangan BPPT. Proyek itu krusial dalam mempercepat informasi peringatan dini potensi tsunami, yang menggunakan sensor di dasar laut guna melihat perbedaan-perbedaan tekanan air.

Bila operasional KR Baruna Jaya dihentikan sementara, maka dikhawatirkan membuat peringatan dini bencana jadi lebih lambat diterima publik. "Para petinggi yang membuat kebijakan ini gak berpikir sejauh itu. Sedangkan, seperti alat (pendeteksi) tsunami setiap 8 bulan harus dikontrol di lepas laut di seluruh dunia," kata Andika.

Ia menjelaskan, di dalam satu kapal terdapat beragam ahli, mulai dari seismograf hingga geolog. Andika juga mengatakan, tim di KR Baruna Jaya sudah sering dilibatkan dalam operasi SAR ketika terjadi kecelakaan seperti pesawat yang jatuh. 

Bahkan, KR Baruna Jaya lah yang berhasil menemukan kotak hitam pesawat AirAsia rute Surabaya - Singapura yang jatuh di perairan Laut Jawa pada 2014 lalu. Mereka juga terlibat dalam pencarian pesawat Sriwijaya Air yang jatuh pada awal 2021 lalu. Tim dari Baruna Jaya dikirim ke Bali untuk ikut dalam misi pencarian kapal selam Nanggala 402 di perairan Bali.

4. BRIN akan gunakan perusahaan fleet management untuk kelola eks kapal BPPT

Pegawai Honorer BPPT: Tanpa Notifikasi, Kami Harus Hengkang 1 JanuariKepala BRIN, Dr. Laksana Tri Handoko, M.Sc. (lipi.go.id)

Sementara, menurut Laksana, puluhan awak kapal di KR Baruna Jaya yang dipecat bukan PPNPN. Ia menyebut, mereka adalah tenaga kerja alih daya dari penyedia atau pihak ketiga. 

"Kualifikasi dan fungsi tenaga kerja yang disediakan oleh perusahaan penyedia ini bervariasi, mulai dari nakhoda hingga pelayan," ungkap Laksana seperti dikutip dari kantor berita ANTARA.

Ia menambahkan, ke depan perawatan dan pengoperasian kapal riset akan dilaksanakan melalui perusahaan manajemen armada (fleet management) yang berpengalaman. Perusahaan pengelolaan armada tersebut, katanya, harus memiliki reputasi tinggi dalam pengoperasian kapal di lingkup nasional.

"Fleet management ini akan bertugas untuk menyediakan ABK, melakukan operasional, dan perawatan kapal riset agar selalu siap sedia melayani riset," katanya.

Selain itu, awak kapal yang disediakan juga akan memenuhi standar keamanan dan keselamatan, serta tersertifikasi sesuai dengan kelasnya. Laksana menuturkan, proses pengadaan fleet management itu sedang berlangsung secara kompetitif melalui proses lelang terbuka.

Dalam skema tersebut, BRIN memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para awak kapal non-PNS untuk melamar kembali sebagai ABK Kapal Riset BRIN.

Para awak kapal non-PNS, katanya lagi, tidak hanya bisa melamar untuk bekerja di kapal-kapal eks-BPPT. Mereka bisa mengajukan lamaran ke seluruh kapal riset BRIN, melalui perusahaan fleet management yang memenangkan lelang.

Baca Juga: Lembaga Eijkman Dilebur dengan BRIN, 71 Staf Penelitinya Diberhentikan

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya