Pemangkasan Waktu Karantina Ancam Varian Baru COVID-19 Masuk RI

Gelombang ketiga COVID-19 diprediksi tak separah sebelumnya

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman mewanti-wanti risiko masuknya varian baru COVID-19 ke Tanah Air ketika pemerintah melonggarkan waktu karantina. Dalam aturan yang baru, waktu karantina bagi warga yang tiba dari luar negeri dipangkas dari semula delapan hari menjadi lima hari. Pemerintah berharap kebijakan ini bisa meningkatkan kunjungan turis asing ke Bali. 

Kebijakan itu diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada Oktober 2021, usai menggelar rapat terbatas secara internal dengan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Pemangkasan waktu karantina sejalan dengan langkah pemerintah yang kembali membuka Bali dan Kepulauan Riau untuk turis asing. 

Menurut Dicky, pemangkasan karantina selama lima hari saja tidak efektif untuk menyaring orang-orang yang membawa masuk virus Sars-CoV-2 ke Indonesia. Hal itu sudah dibuktikan berdasarkan penelitian di Selandia Baru. 

“Kita harus belajar dari pengalaman. Riset yang dilakukan di Selandia Baru menunjukkan karantina selama lima hari tidak efektif, 25 persen kasus (COVID-19) tetap bobol dan masuk ke wilayah. Itu kan juga sudah kita buktikan ketika varian Delta, Kappa dan jenis varian lainnya karena pada tahun 2020 hingga awal tahun ini, durasi karantina yang diberlakukan lima hari. Ini berbahaya," ungkap Dicky kepada IDN Times melalui pesan suara pada Sabtu, 16 Oktober 2021. 

Pemerintah akhirnya memberlakukan kebijakan karantina selama delapan hari usai varian Delta merebak luas dari India. Varian Delta itu akhirnya menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Dicky menyebutkan idealnya masa karantina bagi pelaku perjalanan internasional adalah tujuh hari. Durasi itu pun harus sudah memenuhi standar protokol kesehatan yang ketat. Para pelaku perjalanan internasional menunjukkan tes swab PCR dengan hasil negatif, telah divaksinasi lengkap, dan diawasi ketat selama karantina. 

Bila syarat dan ketentuan tersebut tak dipenuhi, kata Dicky, kemungkinan varian baru masuk ke Tanah Air semakin tinggi. Apalagi saat ini masih banyak negara atau wilayah yang kondisi pandemiknya belum terkendali. 

Dicky juga menyebut varian dari mutasi virus Sars-CoV-2 tetap terus bermunculan dan malah memperburuk kondisi pandemik COVID-19 di Tanah Air. Maka, kedatangan pelaku perjalanan internasional, kata dia, sangat berpotensi membawa masuk varian baru COVID-19. 

"Karantina ini jatuhnya sangat efektif, karena bukan suatu intervensi yang (membutuhkan) high technology. Kita hanya perlu tempat dan pemantauan sistem yang efektif," tutur dia. 

Menurut Dicky, potensi masuknya varian baru COVID-19 di Indonesia semakin besar karena penegakan hukum di Tanah Air masih korup. Akibatnya, masih terdengar cerita warga yang datang dari luar negeri namun lolos dari kewajiban melakukan karantina. 

Lalu, apakah ini dapat memicu lonjakan kasus COVID-19 yang semula diprediksi terjadi pada akhir tahun jadi lebih cepat?

1. Epidemiolog prediksi lonjakan kasus COVID-19 gelombang ketiga terjadi pada akhir Desember 2021

Pemangkasan Waktu Karantina Ancam Varian Baru COVID-19 Masuk RIEpidemiolog Griffith University, Dicky Budiman (dok. Dicky Budiman)

Dicky memprediksi kasus COVID-19 kembali naik pada akhir Desember 2021 hingga pertengahan Januari 2022. Salah satu yang menjadi faktor karena warga sudah mulai libur merayakan Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 sejak pertengahan Desember. Maka, secara otomatis diperkirakan warga akan menggunakan waktu libur untuk bepergian dalam waktu bersamaan. 

Selain itu, kata Dicky, jumlah cakupan warga yang telah divaksinasi masih tergolong rendah. Mengutip Our World in Data pada 15 Oktober 2021, jumlah cakupan warga yang telah divaksinasi lengkap hanya 38,1 persen. Sedangkan, cakupan penerima dosis pertama masih berada di angka 22,22 persen. 

"Selain itu, Indonesia masih di tahap di mana masih belum bisa mendeteksi sebagian besar kasus COVID-19. Belum lagi kemampuan 3T (tes, lacak dan isolasi) di daerah masih rendah. Kemampuan pencegahan COVID-19 di daerah juga rendah," tutur dia. 

Dicky pun mewanti-wanti varian Delta COVID-19 belum selesai. Sebab, penambahan kasus virus corona harian masih tetap ada. Begitu pula angka kematian harian, meski jumlahnya kini berada di bawah 100 jiwa. 

"Belum lagi varian baru seperti Mu atau C.1.2. Bisa jadi, varian ini sudah ada di Indonesia tetapi belum terdeteksi," kata dia. 

Diketahui, varian baru C.1.2 telah diumumkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) teridentifikasi kali pertama di Afrika Selatan pada Mei 2021. Dari sana, varian baru tersebut dilaporkan muncul di sejumlah negara lain seperti Republik Demokratik Kongo, Mauritius, China, Inggris, Selandia Baru, Portugal, dan Swiss. 

Menurut seorang ahli virus dan dosen di bidang imunologi dan penyakit menular di Central Clinical School University of Sydney, Dr. Megan Steain, varian C.1.2 mengandung mutasi yang terdapat dalam variant of concern (VOC) atau variant of interest (VOI).

Baca Juga: Kata Epidemiolog soal Kasus COVID-19 di RI Mendadak Turun Drastis

2. Epidemiolog prediksi lonjakan kasus harian pada gelombang ketiga tak separah gelombang kedua

Pemangkasan Waktu Karantina Ancam Varian Baru COVID-19 Masuk RIIlustrasi tim Gugus Tugas Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 mengusung jenazah pasien positif COVID-19. (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Di sisi lain, Dicky memprediksi jumlah lonjakan kasus pada gelombang ketiga tidak akan sebesar saat gelombang kedua yang terjadi pada Juli 2021. Hal itu lantaran sebagian masyarakat sudah divaksinasi atau merupakan penyintas COVID-19. 

"Kombinasi vaksinasi dan penyintas menyebabkan potensi lonjakan di gelombang ketiga tidak sebesar dampak di gelombang kedua. Hal itu dicatat dari segi infeksi kasus maupun angka kematian," ujarnya. 

Tetapi, ia memprediksi area yang paling terdampak dari lonjakan gelombang ketiga wilayah di luar Jawa. Maka, harus disiapkan mitigasinya. "Kini yang jadi pertanyaan, sampai berapa jumlah lonjakan kasusnya, dari mulai 1.000 kasus per hari hingga yang buruk mencapai 30 ribu kasus per hari," kata Dicky. 

Ia optimistis lonjakan kasus harian tidak akan melebihi 54 ribu seperti yang terjadi pada Juli 2021. "Namun, angka itu baru diperoleh bila dilakukan tes dan pelacakan. Tapi, bila tes dilakukan sekedarnya, paling tidak sama lah jumlah tesnya dengan sekarang-sekarang ini, maka kasus yang ditemukan sekitar 20 ribu," tutur dia. 

3. Jokowi minta jajarannya atasi prediksi lonjakan kasus COVID-19 gelombang ketiga

Pemangkasan Waktu Karantina Ancam Varian Baru COVID-19 Masuk RIPresiden Joko Widodo (tengah) bersiap disuntik dosis pertama vaksin COVID-19 produksi Sinovac oleh vaksinator Wakil Ketua Dokter Kepresidenan Prof Abdul Mutalib (kanan) di beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (13/1/2021). ANTARA FOTO/HO/Setpres-Agus Suparto

Sebelumnya, Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah memberikan instruksi kepada seluruh jajarannya untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 gelombang ketiga pada akhir 2021. Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, pihaknya mengatakan telah menyiapkan langkah-langkah antisipasi. 

Ia menyebut, berdasarkan salah satu studi di scientific report berjudul “Multiwave pandemic dynamics explained: how to tame the next wave of infectious diseases”, kunci menahan gelombang ketiga COVID-19 adalah mengendalikan jumlah kasus pada masa strolling atau ketika kasus sedang rendah.

Dalam studi tersebut, Luhut menjelaskan, jumlah kasus disarankan ditahan pada tingkat 10 kasus per juta penduduk per hari atau dalam kasus Indonesia di sekitar 2.700 atau 3.000-an kasus.

"Saya yakin kita bisa mengendalikan kasus pada angka tersebut dan kuncinya adalah 3T, 3M, serta penggunaan PeduliLindungi," kata Luhut pada 27 September 2021.

Ia mengklaim jumlah tracing dari hari ke hari terus meningkat. "Saat ini proporsi kabupaten kota di Jawa-Bali dengan tingkat tracing di bawah 5 hanya sebesar 36 persen dari total," kata pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) itu. 

Pencapaian target cakupan vaksinasi, kata Luhut, juga terus digenjot. Namun, kata dia, kinerja beberapa kabupaten/kota masih perlu dikejar untuk mencapai target 70 persen dosis 1 dan terutama 60 persen dosis 1 lansia.

"Kami akan bekerja dengan keras untuk mencapai target tersebut," tutur Luhut. 

Baca Juga: Pemerintah Susun Strategi Antisipasi Lonjakan Kasus COVID Akhir Tahun

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya