Pemerintah Bakal Kenakan Biaya Rp1.000 Bagi Instansi yang Akses NIK

Dana itu untuk pemeliharaan server data kependudukan

Jakarta, IDN Times - Pemerintah berencana menarik biaya Rp1.000 bagi instansi yang ingin akses Nomor Induk Kependudukan (NIK). Aturan itu bakal diterapkan untuk instansi yang mengelola data kependudukan. Saat ini pemerintah tengah merumuskan rancangan peraturan pemerintah mengenai penerimaan bukan pajak (RPP PNBP). 

"Kami sudah menyosialisasikan juga ke berbagai lembaga. Ini berdasarkan rapat terdahulu, di mana untuk akses NIK dikenai Rp1.000," ungkap Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrullah, ketika dikonfirmasi pada Jumat (15/4/2022). 

Zudan menjelaskan dana itu bakal digunakan perawatan sistem data kependudukan. Selama ini, instansi pengelola data kependudukan mengakses data NIK secara gratis. 

Zudan mengatakan usia perangkat keras server data kependudukan sudah berusia lebih dari 10 tahun. Sudah tidak ada garansi bagi server tersebut. Suku cadang perangkat keras itu pun sudah tidak lagi tersedia di pasaran. 

"Sudah saatnya server ini diremajakan agar pelayanan publik menjadi lebih baik dan menjaga pemilu presiden, serta pilkada serentak agar bisa berjalan lebih baik dari sisi penyediaan daftar pemilih," tutur dia. 

Lalu, berapa dana untuk peremajaan server yang menyimpan data kependudukan tersebut?

1. Peremajaan server data kependudukan butuh dana mencapai miliaran

Pemerintah Bakal Kenakan Biaya Rp1.000 Bagi Instansi yang Akses NIKIlustrasi KTP (IDN Times/Umi Kalsum)

Isu soal kebutuhan Dirjen Dukcapil mengenai peremajaan server data kependudukan, sudah disampaikan oleh Zudan sejak 2019. Dana yang dibutuhkan untuk peremajaan server data kependudukan mencapai miliaran rupiah. 

"Pagu anggarannya (sebelumnya) sudah dialokasikan untuk perbaikan server dan alat penyimpanan data yang rusak. Bukan untuk pengadaan data centre baru," ungkap Zudan pada 2019, seperti dikutip dari kantor berita ANTARA

Usia pemakaian yang saat ini sudah 15 tahun digunakan, kata Zudan, memiliki potensi kerusakan yang besar. Server yang sama juga terdapat di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat dengan khusus untuk data center KTP elektronik. 

"Server yang di Medan Merdeka Utara, dibangun pada 2009-2010 sebagai server pertama KTP-el. Kalau ada uang, beli baru, kalau tidak ada, ya perbaikan sarana prasarana," katanya.

Menurut Zudan, barang elektronik memiliki tingkat perkembangan produk yang sangat cepat. "Pendek kata, alat kita ini sebenarnya sudah out of date," tutur dia. 

Baca Juga: Kemendagri Ingatkan Ancaman Bui Bagi Warga yang Unggah Swafoto e-KTP

2. Kemendagri sudah pernah empat kali ajukan anggaran peremajaan data centre, ditolak Kemenkeu

Pemerintah Bakal Kenakan Biaya Rp1.000 Bagi Instansi yang Akses NIKDirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh (dukcapil.bangka.go.id)

Sementara, ketika menggelar rapat kerja dengan Komisi II, Zudan menjelaskan, Ditjen Dukcapil sudah pernah mengusulkan pengajuan anggaran baru untuk keberlangsungan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) ke Kementerian Keuangan. Total ada empat kali pengajuan. Namun, kata dia, selalu ditolak. 

"Kami sudah empat kali mengusulkan penambahan anggaran sejak 2019, 2020, 2021 dan 2022 untuk peremajaan perangkat, namun tidak sekalipun dipenuhi oleh Kemenkeu" ujar Zudan ketika berbicara di gedung parlemen Senayan, 5 April 2022. 

Meski begitu, ia menjamin 273 juta data penduduk terjaga dengan baik dan aman. DRC (Data Recovery Centre) sudah menyimpan back up data. DRC itu berada di Batam.

"Storagenya pun masih relatif baru dengan kapasitas yang mencukupi," tutur dia. 
 
Ia juga merespons pernyataan dari Wakil Ketua Komisi II dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim, di rapat itu. Zudan menyebut ke depan DRC bukan cuma sebagai tempat penyimpan data semata. Tetapi, sebagai data centre seperti yang ada di daerah Kalibata dan Medan Merdek Utara. 
 

3. Sebanyak 2,7 juta warga diketahui masih belum punya KTP elektronik

Pemerintah Bakal Kenakan Biaya Rp1.000 Bagi Instansi yang Akses NIKIlustrasi KTP Elektronik atau E-KTP (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Sementara, sebanyak 2,7 juta warga diketahui belum memiliki KTP Elektronik. Jumlah tersebut lebih kecil dari pernyataan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 20,7 juta warga.

Komisi pemilihan itu sempat menyebut puluhan juta masyarakat tak dapat menggunakan hak pilih akibat tak miliki KTP. Zudan mengatakan bahwa data dari KPU tersebut terlalu besar. Ia memastikan masyarakat tak memiliki kartu tanda penduduk di bawah 3 juta orang.

"Data DPT dari KPU bahwa yang belum rekam KTP-el 20 juta lebih itu terlalu besar. Sehingga bisa mengganggu reputasi Dukcapil. Dalam hitungan kami yang belum rekam tersebut tidak akan lebih dari 3 jutaan," ungkap Zudan pada 2020. 

Berdasar data Dukcapil, tingkat perekaman KTP-el secara nasional sudah lebih 98 persen dari wajib KTP. Sisanya hanya tinggal 2 persen saja. 

Baca Juga: Viral Keluhan Warganet e-KTP Tetap Difotokopi, Ini Respons Kemendagri

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya