Pemerintah Bolehkan Konser dan Resepsi Skala Besar, Asal Taat Prokes

Apa kata epidemiolog soal rencana konser besar dibolehkan?

Jakarta, IDN Times - Pemerintah mulai melonggarkan satu demi satu pembatasan kegiatan masyarakat seiring kasus COVID-19 yang menurun. Salah satunya, pemerintah bakal memperbolehkan penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan orang banyak.

Kegiatan berskala besar yang dimaksud antara lain konferensi, pameran dagang, acara olahraga, festival, konser, pesta hingga acara pernikahan besar. 

Hal itu disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, dalam keterangan pers. Ia mengatakan keputusan tersebut diambil usai mempertimbangkan masyarakat perlu diberikan wadah agar tetap tetap produktif dan aman dari COVID-19. 

"Pemerintah kini dapat memberikan izin untuk mengadakan perhelatan dan pertemuan berskala besar yang melibatkan banyak orang. Asalkan, mematuhi pedoman penyelenggaraan yang telah ditetapkan," ungkap Johnny yang dikutip dari ANTARA pada Minggu (26/9/2021). 

Ia menambahkan saat ini sudah ada beberapa kegiatan seperti kompetisi sepak bola Liga 1 dan Liga 2 hingga Pekan Olahraga Nasional (PON) yang digelar di tengah pandemik COVID-19. Johnny mengklaim acara tersebut sudah dipikirkan secara menyeluruh sebelum mendapatkan restu. 

"Tentu saja penyelenggaraan kedua acara besar tersebut telah melalui berbagai diskusi guna menekan risiko penularan virus," tutur menteri dari Partai Nasional Demokrat tersebut. 

Lalu, apa kata epidemiolog soal keputusan pemerintah yang bakal membiarkan konser dan resepsi dalam jumlah besar di tengah kasus COVID-19 di Tanah Air yang mudah kembali melonjak?

1. Pemerintah bakal terbitkan pedoman bagi penyelenggaraan kegiatan besar

Pemerintah Bolehkan Konser dan Resepsi Skala Besar, Asal Taat ProkesMenteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. (Dok. Kominfo)

Johnny mengatakan bukan hal yang mustahil menggelar acara kegiatan besar tanpa menyebabkan lonjakan COVID-19. Oleh sebab itu, pemerintah sudah menyiapkan pedoman untuk kegiatan yang melibatkan orang banyak. 

Pertama, harus dilakukan edukasi kesehatan sebelum kegiatan dimulai, menyusun pedoman pelaksanaan dengan rencana kontijensi, serta memastikan fasilitas pendukung protokol kesehatan. Kedua, saat kegiatan berlangsung, penyelenggara wajib memastikan skrining kesehatan, memastikan alat kesehatan pendukung cukup dan mudah terakses, dan memastikan setiap partisipan mematuhi protokol kesehatan.

Ketiga, setelah acara selesai, penyelenggara wajib memastikan tidak ada kasus positif yang lolos kembali ke daerah asal dan mengoptimalkan karantina.

"Mari biasakan adaptasi perilaku baru hidup bersama COVID-19 agar seluruh partisipan dan penyelenggara bisa sehat datang, sehat pulang," kata Johnny. 

Ia juga menyebut penyelenggara harus memperhitungkan kondisi kasus COVID-19 di daerah tempat kegiatan. Kemudian, bagaimana potensi penularan selama kegiatan, durasi kegiatan, tata kelola ruangan, jumlah partisipan, serta kemungkinan peserta belum divaksinasi COVID-19. 

"Penyelenggaraan juga harus didukung kesiapan yang matang, serta komitmen tinggi penyelenggara dalam mengutamakan kesehatan dan keselamatan setiap orang yang terlibat, mengingat risiko penularan bakal meningkat jika ada interaksi antar manusia dalam kerumunan," tutur dia. 

Baca Juga: PON XX Papua Digelar saat Pandemik, Ledakan COVID-19 Mengancam!

2. Epidemiolog wanti-wanti pemerintah jangan menantang maut dengan adanya varian Delta

Pemerintah Bolehkan Konser dan Resepsi Skala Besar, Asal Taat ProkesEpidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman. (dok. Pribadi/Dicky Budiman)

Sementara, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai rencana pemerintah untuk memberikan izin penyelenggaraan konser dan resepsi pernikahan terburu-buru. Padahal, penurunan kasus COVID-19 baru berlangsung sebentar. 

"Di kita ini kondisi membaik sedikit tapi longgarnya lebih banyak. Padahal, (situasi) membaiknya hanya di sedikit wilayah, tapi pelonggaran pembatasannya di semua wilayah. Ini berbahaya dan menantang maut, varian Delta yang saat ini masih mendominasi di Indonesia," ungkap Dicky kepada IDN Times melalui pesan suara.

Ia menambahkan situasi itu bisa lebih cepat memburuk karena cakupan vaksinasi di Indonesia masih tergolong rendah. Angkanya di bawah 30 persen. 

Cakupan vaksinasi Indonesia sangat jauh bila dibandingkan Singapura yang sudah memberikan vaksin lengkap ke 82 persen penduduknya. Negeri Singa pun lebih siap mengatasi lonjakan karena kemampuan testing-nya dua kali lipat dibandingkan Indonesia. 

Alih-alih buru-buru memberikan izin untuk acara berskala besar, kata dia, pemerintah sebaiknya menunggu lebih lama, setidaknya empat minggu. Dicky mengusulkan agar pemerintah belajar dari kemunculan klaster Pembelajaran Tatap Muka (PTM). 

"Karena terjadi kontradiksi data dengan klaster PTM di sekolah," tutur dia lagi. 

3. Mayoritas kondisi COVID-19 di kabupaten dinilai belum membaik

Pemerintah Bolehkan Konser dan Resepsi Skala Besar, Asal Taat ProkesTim Gugus Tugas Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 memakamkan jenazah pasien positif COVID-19 (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Dicky juga menilai kondisi COVID-19 di mayoritas kabupaten belum membaik. Ada sejumlah kabupaten yang angka kasus hariannya masih tergolong tinggi. 

"Di sisi lain, memang angka positivity rate-nya di bawah tiga persen, rumah sakit mulai kosong, tetapi kok angka kematian masih tetap tinggi? Tesnya rendah, pelacakannya juga rendah, ditambah lagi sekarang sudah mulai muncul klaster. Ini kan kontradiktif," ungkap Dicky. 

Maka, ia mendorong agar pemerintah segera memperbaiki 3T di titik yang telah dilonggarkan. Bila tidak segera diperbaiki maka tingkat kepercayaan publik ke pemerintah semakin rendah. 

"Ini termasuk tingkat kepercayaan dari dunia internasional ke Indonesia. Kita harus belajar ke Singapura yang tingkat capaian vaksinasi sudah 82 persen saja masih mengalami lonjakan kasus. Apalagi Indonesia?" katanya lagi. 

Tingkat angka kematian di Negeri Singa sejak awal pandemik hingga kini berjumlah 60 jiwa. Sedangkan, angka kematian di Indonesia akibat COVID-19 sudah lebih dari 140 ribu jiwa. 

"Sehingga, ini logika programnya gak masuk (kalau pemerintah ingin cepat-cepat melongarkan)," tutur dia. 

Baca Juga: Jelang PON XX Masih Banyak Warga Papua yang Enggan Divaksinasi COVID

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya