Pengamat: Abaikan Saja Protes China soal Pengeboran Laut Natuna Utara

Hubungan RI-China tak terpengaruh karena protes pengeboran 

Jakarta, IDN Times - Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menyarankan pemerintah tak perlu lagi menanggapi protes yang disampaikan China soal pengeboran minyak di lepas pantai Laut Natuna Utara. Sebab, area rig penambangan itu masih berada di wilayah kedaulatan Indonesia.

Hikmahanto bahkan menyebut Negeri Tirai Bambu itu tak memiliki dasar hukum yang jelas, untuk melayangkan protes secara tertulis. Termasuk meminta Indonesia agar menyetop pengeboran minyak tersebut. 

Protes perdana secara tertulis itu diketahui ketika diberitakan kali pertama oleh kantor berita Reuters yang mendapat konfirmasi dari tiga orang yang tak ingin disebutkan identitasnya. Anggota Komisi I DPR dari fraksi Partai Nasional Demokrat, Muhammad Farhan, mengonfirmasi soal keberadaan surat tersebut. Kepada IDN Times, dia mengaku mendapatkan informasi itu dari sumber yang terpercaya. 

Farhan mengatakan nota diplomatik berisi protes itu dikirim diplomat China kepada pejabat di Kementerian Luar Negeri. Momennya bersamaan dengan laporan dari Badan Keamanan Laut (Bakamla) ketika ada kapal berbendera China yang wara-wiri di sekitar area pengeboran minyak di Laut Natuna Utara.

Bakamla pada Agustus 2021 lalu menduga aksi kapal penjaga perbatasan laut China dan kapal survei dikerahkan untuk mengintimidasi pengeboran minyak. 

Farhan mengatakan China menilai area pengeboran Laut Natuna Utara itu berada di wilayah kedaulatan mereka yang diklaim sepihak, dan disebut sembilan garis putus-putus (Nine Dash Line). Area yang diklaim China berbentuk huruf U itu tidak diakui di hukum laut internasional (UNCLOS). 

"Isi suratnya sedikit mengancam karena itu upaya perdana China untuk menegaskan area di dalam sembilan garis putus-putus bertentangan dengan wilayah kedaulatan kita. Sudah dijawab bahwa kita menolak protes itu," kata Farhan ketika dihubungi pada Rabu, 1 Desember 2021. 

Senada dengan Farhan, Hikmahanto turut mendorong agar pengeboran terus dijalankan. Menurutnya, justru sudah tepat bila Indonesia mengeksplorasi sumber daya alam yang ada di sana. 

Apakah yang dilakukan Indonesia akan membahayakan hubungan bilateral dengan China? Apalagi China tercatat memiliki banyak investasi di dalam negeri. 

1. Hubungan China dan Indonesia tetap baik meski China layangkan protes

Pengamat: Abaikan Saja Protes China soal Pengeboran Laut Natuna UtaraPresiden Joko "Jokowi" Widodo ketika bertemu Presiden Xi Jinping di KTT APEC 2018 lalu (Dokumentasi Biro Pers Istana)

Menurut data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai investasi China per 2020 mencapai 2,4 miliar dolar AS atau setara Rp35 triliun. Nominal investasi ini lebih rendah dibandingkan pada 2019 yang mencapai 4,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp70 triliun. 

Salah satu proyek strategis nasional yang melibatkan China dan hingga kini menjadi sorotan adalah kereta cepat Jakarta-Bandung. Bahkan, proyek tersebut bakal dibantu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tidak mangkrak. 

Farhan menilai China tidak akan menggunakan investasinya di Tanah Air untuk dipolitisasi. Sebab, ia juga membutuhkan agar investasinya di Indonesia memperoleh keuntungan. 

"Saya sih gak yakin mereka akan investasi di Indonesia untuk memaksa kita mengikuti tuntutannya. Kan mereka juga bakal diuntungkan dari investasi itu," kata dia. 

Di sisi lain, kata Farhan, Indonesia pun sudah menetapkan batasan yang jelas. Bila hal tersebut menyangkut kedaulatan negara, maka tidak ada toleransi apapun. 

Sementara, Hikmahanto tak yakin China tidak menggunakan instrumen utang yang diberikan ke Indonesia demi bisa memenuhi tuntutan mereka. Praktik serupa sudah pernah dilakukan Badan Moneter Dunia (IMF) dan Amerika Serikat. 

"Banyak negara melakukan hal itu kok. China kan juga saat ini memiliki kepentingan dengan Indonesia. Bukan tidak mungkin mereka bakal melakukan hal serupa. Bisa saja tiba-tiba China menagih utang ke Indonesia atau tidak akan ada lagi pinjaman yang diberikan," kata Hikmahanto. 

Baca Juga: Tiongkok Tak Ambil Pusing RI Mau Akui Nine Dash Line Atau Tidak

2. China harus layangkan protes, bila tidak maka diartikan mereka akui Laut Natuna Utara wilayah Indonesia

Pengamat: Abaikan Saja Protes China soal Pengeboran Laut Natuna UtaraInstagram/@hikmahantojuwana

Sementara, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, ketika dikonfirmasi mengatakan tak bisa membenarkan isi pemberitaan yang dimuat Reuters. Sebab, komunikasi diplomatik bersifat tertutup, sehingga ia tak ingin mengomentari lebih lanjut.

Hikmahanto juga menambahkan protes yang dilakukan China sudah menjadi prosedur standar. Sebab, bila tak ada protes dari China, maka mereka dianggap mengakui area di landas kontinen itu bagian dari Indonesia. 

"As of matter of SOP ya mereka memang harus melakukan itu," kata dia.

Ia tak menampik ketegangan antara Indonesia dengan China sudah terjadi sejak lama. China menganggap area di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna Utara bagian wilayah mereka. Sedangkan, Indonesia mengklaim bolak-balik hal tersebut tidak benar.

"Mereka kan akhirnya protes karena Indonesia ngebor di situ. Dengan melakukan pengeboran itu sekaligus memberikan tanda bahwa secara de facto, Indonesia ada di sana," tutur pria yang kini menjadi rektor di Universitas Jenderal Ahmad Yani, Cimahi.

Ke depan, Hikmahanto menyarankan, bila muncul protes serupa dari China tak perlu lagi direspons. Dengan mengabaikan protes dari Negeri Tirai Bambu, maka Indonesia sudah konsisten tidak mengakui klaim China mengenai sembilan garis putus-putus. 

Sedangkan, mengutip data dari laman Energy Voice, pengeboran minyak lepas pantai di rig Noble Clyde Boudreaux di Blok Tuna, Laut Natuna Utara itu, dilakukan perusahaan bernama Harbour Energy, berasal dari Rusia. Mereka menjalin kerja sama dengan Kementerian ESDM.

Noble Clyde Boudreaux diketahui memiliki kontrak dua sumur yang diperkirakan akan berlangsung selama 120 hari di Blok Tuna. 

3. China juga memprotes latihan bersama TNI AD dengan militer Amerika Serikat

Pengamat: Abaikan Saja Protes China soal Pengeboran Laut Natuna UtaraPasukan Amerika Serikat dan TNI AD mengibarkan bendera merah putih dan AS saat penutupan latihan Garuda Shield 2021 (www.twitter.com/@penkodiklatad)

Selain meminta agar pengeboran di Laut Natuna Utara disetop, China juga memprotes latihan militer bersama antara TNI Angkatan Darat (AD) dengan militer Amerika Serikat, yang dilakukan dengan sandi Garuda Shield. Latihan militer bersama yang dilakukan di tiga kota di Indonesia itu dinilai telah memprovokasi China. 

Garuda Shield yang digelar pada Agustus 2021 menjadi latihan bersama terbesar yang pernah digelar antara TNI AD dan militer AS. Sebab, melibatkan 4.500-an prajurit. 

"China bisa jadi menduga apakah ini langkah untuk memprovokasi kami. Ya, memang itu kan pesan yang ingin dikirim oleh AS agar China tidak macam-macam di Laut China Selatan. Tapi, kan karena Indonesia menganut politik bebas aktif, kita melakukan latihan militer dengan siapa saja gak masalah," kata Hikmahanto. 

Farhan menambahkan penyebab China ikut memprotes latihan bersama Garuda Shield diduga lantaran mereka khawatir komunikasinya di sepanjang area Laut China Selatan bisa dipantau militer Negeri Paman Sam. Ia bahkan menyebut bukan tidak mungkin ada alat tertentu yang dipasang di tiga lokasi latihan bersama itu, dan China tahu hal tersebut. 

Baca Juga: Curhat Bakamla: Kapal China Ganggu Tambang Minyak RI di Laut Natuna

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya