Pengamat: Usia Pesawat Tak Ada Kaitannya dengan Faktor Keamanan

Pesawat Sriwijaya Air pernah digunakan dua maskapai di AS

Jakarta, IDN Times - Pakar penerbangan Alvin Lie menegaskan, usia pesawat tidak ada sangkut pautnya dengan keselamatan burung besi tersebut. Pernyataan Alvin sekaligus menepis pendapat tentang usia pesawat Boeing 737-500 menjadi salah satu faktor Sriwijaya Air jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu, 9 Januari 2021. 

Dihubungi IDN Times melalui telepon pada Senin (11/1/2021), pria yang juga merupakan komisioner Ombudsman itu menyebut justru yang harus diperhatikan adalah catatan di logbook mengenai perawatan pesawat. 

"Kalau mau mengawasi safety yang diawasi adalah pemeliharaannya. Setiap pesawat memiliki jadwal perawatan. Semua tindakan dalam perawatan dicatat di maintenance logbook, setiap kali pesawat mendarat, maka pilot akan menulis bila ditemukan discrepancy, yang kurang berfungsi adalah alat ini, yang rusak adalah alat itu, sebelum pesawatnya terbang lagi," kata Alvin. 

Berdasarkan data dari manajemen Sriwijaya Air, pesawat dengan nomor registrasi PK-CLC ini pada tahun 2020 lalu sudah berusia 26 tahun. Namun demikian, Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Irwin Jauwena memastikan pesawat yang jatuh itu dinyatakan sehat untuk terbang. 

Di sisi lain, Alvin juga menjelaskan adanya Peraturan Menteri Perhubungan nomor 155 tahun 2016 mengenai batas usia pesawat udara untuk kegiatan angkutan udara niaga tidak lagi berlaku. Sebab, di bawah kepemimpinan Budi Karya sebagai Menteri Perhubungan, ia mengeluarkan aturan Permenhub nomor 27 tahun 2020. 

Aturan itu berisi Permenhub nomor 155 tahun 2016 sudah tak lagi berlaku. Salah satu poin yang tertulis di dalam Permenhub tahun 2020 yaitu maskapai diberikan relaksasi menggunakan pesawat bekas berusia lebih tinggi dari batasan minimum yang sebelumnya telah ditetapkan. 

Apakah kondisi pesawat yang dibeli bekas dari maskapai lainnya turut berpengaruh terhadap faktor keselamatan?

1. Pesawat Boeing 737-500 dengan nomor registrasi PK-CLC sempat dimiliki dua maskapai Amerika Serikat

Pengamat: Usia Pesawat Tak Ada Kaitannya dengan Faktor KeamananPesawat Sriwijaya Air SJ18 (Dok. Pribadi/Panji Anggoro)

Berdasarkan data yang dimiliki situs Planetspotters.net, sebelum dibeli Sriwijaya Air, Boeing 737-500 dengan kode registrasi PK-CLC dimiliki dua maskapai asal Amerika Serikat. Pertama, pesawat itu dimiliki maskapai asal Continental Air yang dioperasikan perdana pada 31 Mei 1994 dengan kode registrasi N27610.

Kedua, pesawat ini berpindah kepemilikan oleh United Airlines pada 1 Oktober 2010 dengan kode registrasi yang sama. Sriwijaya Air sendiri baru menggunakan pesawat ini pada 15 Mei 2012 dengan kode registrasi PK-CLC. Dalam situs yang memuat data penerbangan sipil itu, status pesawat saat ini sudah dinyatakan 'crashed' usai diduga jatuh di wilayah Kepulauan Seribu.

Alvin berpandangan, membeli armada bekas adalah praktik umum dalam dunia penerbangan sipil. Itu merupakan salah satu strategi untuk menekan biaya. 

"Itu sama sekali gak ada masalah, mau (pesawat) beli second atau baru. Gak ada masalah sama sekali," ujar Alvin. 

Ia menjelaskan masing-masing maskapai memiliki strategi bisnis untuk menggaet penumpang. Ia mencontohkan Singapore Airlines yang menggunakan strategi bisnis selalu menggunakan pesawat baru. Hal itu sejalan dengan citra yang dibangun maskapai nasional asal Singapura tersebut, bahwa pesawat Singapore Airlines modern dan didukung teknologi terbaru. 

"Average age (pesawat yang digunakan oleh Singapore Airlines) between four years to six years. Begitu pesawat mereka memasuki usia delapan tahun, langsung dijual," katanya. 

Ia menambahkan ketika pesawat bekas itu dibeli oleh maskapai lain maka sudah sepaket dengan data berupa logbook. "Aircraft logbook itu melekat dengan aircraftnya," lanjut dia.

Logbook pesawat milik Sriwijaya itu memaparkan bagaimana perawatan yang selama ini diberikan untuk burung besi tersebut sejak masih mengudara di langit Amerika Serikat. "Logbook tidak bisa diakses secara digital atau daring. Semua tersedia dalam format manual," tutur dia lagi. 

Pengamat: Usia Pesawat Tak Ada Kaitannya dengan Faktor KeamananSejarah penggunaan pesawat Boeing 737-500 yang dibeli oleh Sriwijaya Air (Tangkapan layar situs Planetspotters)

Baca Juga: Sejarah Sriwijaya Air, Ingin Satukan Nusantara Bak Kerajaan Sriwijaya

2. Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air mirip dengan tragedi AirAsia pada tahun 2014

Pengamat: Usia Pesawat Tak Ada Kaitannya dengan Faktor KeamananPuing Pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan Jawa pada 2015 (ANTARA/Zabur Karuru)

Menurut analisis pengamat penerbangan 14 Day Pilot Flight Academy, Gema Goeryadi, jatuhnya Sriwijaya Air SJY182 mirip musibah yang menimpa AirAsia QZ-8501 pada akhir tahun 2014 lalu. Dalam pemaparan secara virtual, pria yang juga menjadi pilot di maskapai Astronacci Aviation itu menjelaskan pesawat Sriwijaya Air dan AirAsia jatuh dari ketinggian puluhan ribu kaki dengan sangat cepat. 

Analisa dengan mengacu kepada data pemantauan penerbangan Flightradar24.com menunjukkan pesawat anjlok dengan kecepatan vertikal minus 4.544 ke minus 30,7 ribu feet per minute (FPM). Kejadian itu diperkirakan terjadi pada pukul 14:40 WIB detik kedelapan hingga detik ke-16. Ia menjelaskan angka minus menandakan pesawat sedang menurun. 

Ia mengatakan dalam kasus AirAsia penurunan kecepatan vertikal yang terjadi dalam waktu sangat cepat dan mendadak menyebabkan seluruh penumpangnya tewas seketika. 

"Jadi, saat nyungsep di kecepatan 30.720 FPM diperkirakan penumpangnya (maskapai Sriwijaya Air) sudah gone," katanya. 

Saat jatuh, Sriwijaya Air mengangkut 43 penumpang dewasa, 7 penumpang anak, 3 penumpang bayi dan 12 kru. Sedangkan, dalam musibah AirAsia menewaskan 155 penumpang, 5 kru kabin pesawat dan 2 pilot. 

3. Maskapai tidak akan pernah mengorbankan perawatan pesawat meski sedang kesulitan keuangan

Pengamat: Usia Pesawat Tak Ada Kaitannya dengan Faktor KeamananGrafis jatuhnya pesawat Sriwijaya Air dengan nomor kode SJY 182. IDN Times/Arief Rahmat

Alvin tidak membantah Sriwijaya Air sudah sejak lama mengalami kesulitan keuangan, khususnya setelah tak lagi di bawah manajemen Garuda. Sriwijaya Air bahkan sempat berutang.

Namun, Alvin menegaskan, dalam industri penerbangan tidak ada satupun maskapai yang bersedia mengorbankan faktor perawatan meski sedang mengalami kesulitan keuangan.

"Yang akan dikorbankan itu pegawai. Pilot dikurangi dengan cara dirumahkan, orang-orang yang bekerja di bagian administrasi dikurangi, kualitas pelayanan dikurangi. Maintenance itu ibaratnya jantung manusia," tutur dia. 

Ia menegaskan bila ada satu maskapai yang berani mengabaikan faktor keselamatan dengan mengurangi biaya perawatan, maka hal tersebut menjadi akhir dari airlines tersebut. Perusahaan asuransi bahkan enggan menalangi armada yang dimiliki maskapai itu.

"Ketika airlines tidak dicover oleh asuransi, maka selesai. Maskapai tidak akan lagi bisa beroperasi," ujar Alvin. 

****

Bagi keluarga penumpang yang ingin mendapatkan informasi terkait kecelakaan SJY 182, bisa menghubungi hotline Sriwijaya Air di nomor 021 806 37817. Ada juga posko di Terminal 2D kedatangan Bandara Soekarno-Hatta.⁣

Rumah Sakit Polri Kramatjati Jakarta juga membuka saluran khusus insiden jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJY 182 dan layanan psikologi bagi keluarga penumpang, dengan nomor hotline 0812 3503 9292.

https://www.youtube.com/embed/sKhsmGgBSe0

Baca Juga: Kisah Pramugari Nam Air Jadi Kru Tambahan Sriwijaya Air SJY 182

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya