Pengesahan UU PPP untuk Lindungi Pasal Bermasalah di UU Cipta Kerja

LBH Jakarta desak presiden segera batalkan revisi UU PPP

Jakarta, IDN Times - LBH Jakarta menyesalkan dan mengkritik keras langkah pemerintah dan DPR yang mengesahkan revisi Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) pada Selasa, 24 Mei 2022 lalu. Di dalam aturan baru tersebut, menambahkan ketentuan tentang omnibus, yaitu mengubah dan mencabut materi sejumlah peraturan perundang-undangan dalam satu produk peraturan perundang-undangan.

Revisi UU PPP nantinya bakal dijadikan landasan hukum oleh pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Padahal, pada November 2021 lalu, UU itu dinyatakan oleh MK inkonstitusional bersyarat.

Proses pembahasan UU yang penting itu dilakukan oleh DPR hanya dalam waktu sekitar lima bulan. LBH Jakarta mengaku khawatir aturan main dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di masa mendatang semakin kacau. Hal itu, kata LBH Jakarta, berbahaya bagi masa depan demokrasi dan negara hukum di Indonesia.

"Apalagi, proses penyusunan UU dilakukan secara tertutup, ugal-ugalan dan melanggar prinsip partisipasi publik. Tetapi, hal itu justru dibenarkan oleh pemerintah dan DPR sehingga yang terbit adalah regulasi yang berkarakter represif konservatif," ungkap Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana melalui keterangan tertulis yang dikutip pada Kamis, (26/5/2022). 

Ia juga menambahkan pengesahan revisi UU PPP oleh parlemen kembali menunjukkan bahwa watak pemerintahan yang berkuasa saat ini adalah rezim represif otoriter. Hal itu ditandai dalam membuat kebijakan maupun peraturan tak lagi berpijak pada prinsip konstitusi serta aturan main negara yang demokrasi. 

"Jadi, ketika yang keliru adalah kebijakan dan undang-undang yang dibuat, yang diganti justru aturan mainnya," kata dia.

Arif juga menggaris bawahi revisi UU PPP sengaja disahkan secara ugal-ugalan agar pemerintah dan DPR dapat melegitimasi metode omnibus law UU Cipta Kerja yang dinyatakan tak sah oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, instruksi hakim MK pada 25 November 2021 lalu yaitu meminta kepada pemerintah dan DPR untuk memperbaiki Omnibus Law UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Jadi, sebenarnya pemerintah dan DPR tak serius untuk membenahi tata kelola regulasi di Indonesia," tutur dia lagi. 

Lalu, apa saja poin-poin yang ditambahkan di dalam UU PPP versi revisi?

1. Di dalam UU PPP versi revisi terdapat pembentukan peraturan perundang-undangan dengan metode omnibus

Pengesahan UU PPP untuk Lindungi Pasal Bermasalah di UU Cipta KerjaPasal-Pasal Krusial Omnibus Law, UU CIpta Kerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Ketua DPR Puan Maharani menyebut revisi UU PPP dilakukan pemerintah dan DPR karena sebelumnya tidak mengatur mengenai mekanisme pembentukan UU secara omnibus law atau gabungan. Sebelumnya, Badan Legislasi DPR sepakat revisi UU PPP mencantumkan 19 poin perubahan. 

Beberapa poin perubahan itu di antaranya mengatur terkait penyusunan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus law, penanganan pengujian peraturan perundang-undangan, serta asas keterbukaan. Pembentukan aturan dengan metode omnibus law itu diatur di dalam pasal 42 A.

Baca Juga: Hakim MK Nilai UU Ciptaker Bertentangan dengan UUD 1945 

2. PKS jadi satu-satunya fraksi yang tolak pengesahan UU PPP

Pengesahan UU PPP untuk Lindungi Pasal Bermasalah di UU Cipta KerjaAnggota Badan Legislasi DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori Yusuf, ketika membacakan pandangan fraksi soal revisi UU PPP pada Februari 2022. (Tangkapan layar YouTube DPR)

Sementara, dari sembilan fraksi yang ada di DPR, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak pengesahan revisi UU PPP. Pandangan PKS itu sudah disampaikan ketika digelar sidang paripurna pada Februari 2022 lalu. 

Juru bicara sekaligus anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, mengungkapkan pembahasan RUU PPP di badan legislasi selama ini dilakukan secara tergesa-gesa. Selain itu, baleg juga sedikit sekali melibatkan partisipasi publik. Maka, fraksi PKS mendorong agar dilakukan pendalaman lebih lanjut sebelum disahkan menjadi RUU inisiatif dari DPR.

Salah satu yang disorot oleh PKS terkait revisi UU PPP yakni tujuannya harus untuk mereformasi proses pembentukan peraturan perundang-undangan agar menjadi lebih baik, berkualitas, dan berpihak pada kepentingan rakyat serta negara. Ia mewanti-wanti agar tidak ada kepentingan selundupan di balik revisi UU PPP.

"Jangan sampai dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan dijadikan sarana untuk menyelundupkan berbagai kepentingan yang dapat merugikan rakyat dan negara. Berdasarkan pengalaman penyusunan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang disusun dengan menggunakan metode Omnibus, alih-alih mengejar percepatan dan kepentingan penciptaan lapangan kerja, hal itu justru mengabaikan kualitas. Itu merupakan hasil karena kurangnya partisipasi dari masyarakat dan para stakehorders," ujar Bukhori seperti dikutip dari situs resmi fraksi PKS pada Kamis, (26/5/2022).

3. LBH Jakarta desak presiden agar batalkan revisi UU PPP

Pengesahan UU PPP untuk Lindungi Pasal Bermasalah di UU Cipta KerjaPresiden Joko "Jokowi" Widodo ketika membuka rapat kerja nasional Relawan ProJo di Magelang pada 20 Mei 2022 lalu. (Dokumentasi Biro Pers Istana)

Lantaran proses revisi UU PPP dilakukan secara ugal-ugalan, maka LBH Jakarta mendesak Presiden Joko "Jokowi" Widodo agar UU PPP yang disahkan pada 24 Mei 2022 lalu dibatalkan. Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana juga menyerukan kepada publik untuk terus mengadvokasi penolakan terhadap UU yang disusun secara serampangan. 

"Apalagi bila UU itu sudah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya," ujar Arif.

Baca Juga: Inkonstitusional, Apa Dampaknya bagi Substansi UU Cipta Kerja?

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya