Pimpinan Baru akan Tepis Persepsi Publik Soal Rencana Pelemahan KPK

Pimpinan baru KPK sudah punya grup WhatsApp

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengaku tidak mempermasalahkan apabila kinerjanya dan empat pimpinan baru diragukan oleh publik. Menurutnya, sikap skeptis publik justru menandakan mereka turut memberi perhatian. 

"Itu artinya kan dorongan juga buat pimpinan untuk bekerja dengan baik. Dibandingkan masyarakat misalnya cuek dan gak memperhatikan," kata Alex ketika ditemui di gedung KPK pada Selasa pagi (1/10). 

Mantan hakim ad hoc itu mengaku menyadari kinerja pimpinan jilid ke-V sudah diragukan sejak awal proses seleksi capim. Namun, ia mengakui keraguan serupa juga pernah ia hadapi ketika terpilih menjadi salah satu dari lima pimpinan jilid ke-IV. 

"Sebelumnya kan juga begitu (kinerja saya sempat diragukan) dan disebut KPK di bawah kepemimpinan sekarang akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi. Tetapi, kan kami berhasil membuktikan upaya penindakan yang kami lakukan nyatanya paling tinggi dibandingkan periode sebelumnya," tutur dia. 

Persepsi lain juga menyebut Alex merupakan pimpinan yang lemah. Dalam proses penentuan untuk menaikan status hukum seseorang sebagai tersangka, Alex kerap kali ragu dan menentangnya. 

Lalu, bagaimana komunikasi Alex dengan empat pimpinan baru KPK yang rencananya dilantik Presiden pada Desember mendatang?

1. Pimpinan KPK jilid ke-V sudah memiliki grup WhatsApp untuk memudahkan komunikasi

Pimpinan Baru akan Tepis Persepsi Publik Soal Rencana Pelemahan KPK(Capim petahana KPK Alexander Marwata) ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Kepada media, Alex mengaku komunikasinya dengan empat pimpinan baru lainnya yakni Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron tergolong lancar. Bahkan, untuk mempermudah komunikasi mereka berlima sudah tergabung dalam satu grup WhatsApp. 

"Wah, kami sudah sampai punya grup (WhatsApp) malahan. Tiap hari kan mereka juga butuh informasi mengenai KPK itu seperti apa. Saya juga memberikan perkembangan (informasi) di KPK seperti apa, sepanjang tentu informasi itu tidak bersifat rahasia. Dinamika di KPK seperti apa," kata Alex pagi tadi. 

Ia menyebut Firli Bahuri selaku Ketua baru KPK tentu lebih memahami kondisi di dalam komisi antirasuah. Sebab, sebelumnya, ia sudah pernah ada di dalam KPK ketika masih menjabat sebagai Deputi Penindakan selama satu tahun dan dua bulan. 

Komunikasi Alex dengan dua pimpinan lainnya juga lancar lantaran sebelumnya sudah saling mengenal. Alex mengaku cukup sering berkomunikasi dengan Lili Pintauli Siregar ketika ia masih menjabat Wakil Ketua LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) selama dua periode. 

"Dengan Pak Nawawi saya pernah satu majelis artinya sebetulnya tidak ada kendala (dalam hal komunikasi)," tutur dia. 

Alex pun terlihat lebih nyaman memiliki jeda waktu yang cukup panjang untuk bisa mengenal dengan empat pimpinan baru KPK. Sebab, dibandingkan pemilihan sebelumnya, ia hanya memiliki waktu empat hari untuk bisa berkoordinasi. 

Baca Juga: [BREAKING] Ini Lima Pimpinan KPK Baru Periode 2019-2023

2. Alex masih menanti kejelasan pemberlakuan UU baru KPK

Pimpinan Baru akan Tepis Persepsi Publik Soal Rencana Pelemahan KPKIDN Times/Biro Humas KPK

Sementara, ketika ditanya apakah komisi antirasuah akan mati usai diberlakukannya UU baru yang telah direvisi DPR, Alex mengaku masih menanti soal kejelasan poin-poin di dalam dokumen tersebut serta kapan akan mulai diberlakukan. Di dalam UU yang telah direvisi pada (17/9) lalu itu terlihat komisioner bukan lagi sebagai pimpinan tertinggi di KPK. Posisi tertinggi digantikan oleh Dewan Pengawas yang jumlahnya lima orang. 

"Nah, saya gak tahu nanti peranan di KPK seperti apa. Jangan-jangan saya menjadi bawahannya Dewan Pengawas. Itu kan gak lucu dan gak jelas," kata Alex sambil tertawa. 

Cara kerja Dewan Pengawas saja, kata dia melanjutkan, masih belum jelas. Apakah nantinya lima anggota Dewan Pengawas bekerja dengan sistem kolektif kolegial. 

"Kemudian, soal pemberian izin (untuk penyadapan), itu kan mekanismenya juga belum jelas. Apakah izin baru diberikan setelah dilakukan ekspos (gelar perkara). Kemudian, apakah Dewas ikut menyetujui nantinya apakah perkara ini naik ke tahap sidik atau tidak. Sebab, pemberian izin untuk penyadapan, penggeledahan dan penyitaan menjadi satu rangkaian," tutur dia memaparkan. 

Oleh sebab itu, Alex mengaku akan menantikan bagaimana keputusan akhir dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Ia mengaku mendengar UU baru itu akan dibuat lebih jelas dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah. Ada pula sinyalemen dari Istana, Presiden Jokowi akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang alias Perppu. 

"Isi Perppunya seperti apa, itu kan juga belum jelas. Karena kami tidak diajak untuk berdiskusi (mengenai isu Perppu)," ujarnya. 

Alex menggaris bawahi pada dasarnya pimpinan KPK hanya merupakan bagian dari pelaksana UU. Artinya, apa pun yang dimandatkan di dalam UU yang telah direvisi itu harus dijalankan. 

3. Alex setuju dan mendorong apabila ada publik yang tak puas dengan UU baru KPK maka dipersilakan melakukan Judicial Review ke MK

Pimpinan Baru akan Tepis Persepsi Publik Soal Rencana Pelemahan KPK(Poin-poin di UU baru KPK yang melemahkan) IDN Times/Arief Rahmat

Di sisi lain, Alex mengaku setuju apabila ada yang tidak puas dengan pemberlakuan UU baru KPK lalu mereka mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Opsi tersebut, kata dia, masih terbuka. 

Namun, dalam pandangan pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Charles Simabura, JR akan memakan waktu yang lama hingga diputuskan di MK. Selain itu, syarat suatu UU bisa diuji di MK yakni aturan itu harus berlaku lebih dulu. 

"Kecuali diminta oleh hakim konstitusi agar pemberlakuan UU baru dihentikan, bisa jadi juga. Minta putusan sela kepada hakim. Tapi, ini praktik yang belum pernah dilakukan," tutur Charles yang dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Senin kemarin. 

Oleh sebab itu, gugatan yang diajukan oleh 18 mahasiswa sempat diminta untuk dilengkapi kembali oleh hakim konstitusi. UU tersebut bahkan belum diberi nomor dan diberlakukan oleh Presiden. 

Majelis Hakim MK juga melihat ada inkonsistensi dalam isi petitum. Misalnya, pemohon mengajukan pengujian terkait UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, sementara dalam permohonan yang diajukan adalah tentang perubahan kedua atas UU tersebut terhadap UUD 1945.

“Ada ketidakkonstitenan, karena di permohonan menyebut dua yang diuji, di petitumnya pisah-pisah, dan surat kuasanya hanya untuk UU No. 30 Tahun 2002 bukan UU perubahan yang dalam proses pengesahan ini,” ujar hakim anggota Wahiduddin Adams. 

Baca Juga: Presiden Berencana Keluarkan Perppu KPK, Pengamat: Jangan Senang Dulu

Topik:

Berita Terkini Lainnya