Pindad Siapkan 25 Ribu Pucuk Senjata untuk Program KomCad Kemhan 

Senjata bagi peserta KomCad berbeda dengan punya TNI

Jakarta, IDN Times - PT Pindad (Persero) mengaku kini tengah fokus memproduksi alat utama sistem pertahanan (alutsista) pesanan dari Kementerian Pertahanan. Ada beberapa alutsista yang dipesan antara lain amunisi, senjata api, dan kendaraan taktis pada tahun ini. 

Direktur Umum PT Pindad, Abraham Mose mengatakan sejauh ini pihaknya sudah menerima surat pemesanan untuk produksi 4 miliar amunisi. Tetapi, bila diperhatikan kapasitas produksi PT Pindad hanya sekitar 400 juta butir per tahun. Oleh sebab itu, untuk memenuhi target, maka perusahan pelat merah tersebut akan menambah kapasitasnya menjadi 600 juta butir per tahun. 

Abraham juga menjelaskan institusi tempatnya bekerja sudah merampungkan produksi 25 ribu pucuk senjata. Senjata itu, kata dia, salah satunya akan digunakan dalam program Komponen Cadangan (KomCad). 

"Kami sudah ada LoI (surat niat pembelian) dan surat pemesanan (dari Kemenhan)," ujar Abraham yang dikutip dari kantor berita ANTARA pada Kamis, 1 April 2021 lalu. 

Apakah senjata yang diproduksi untuk program KomCad sama seperti senjata organik bagi personel militer?

Baca Juga: PT Pindad: Pabrik Senjata Karya Anak Bangsa dan Bikin Bangga Indonesia

1. Senjata untuk program KomCad berbeda dari senjata organik yang digunakan TNI

Pindad Siapkan 25 Ribu Pucuk Senjata untuk Program KomCad Kemhan Infografis program tentara komponen cadangan (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, menurut Direktur Bisnis Pertahanan dan Keamanan PT Pindad Persero, Wijil Jadmiko Budi, senjata yang diproduksi dan akan digunakan di program KomCad, berbeda dengan organik untuk personel TNI.

Senjata untuk program KomCad berjenis SS2-V5 AI. Mengutip data dari situs resmi Pindad, SS2-V5 A1 berukuran 5,56 x 45 mm dengan berat tanpa peluru 3,35 kilogram, dan dengan full magazine 3,71 kilogram. Senapan itu dilengkapi dengan popor lipat sehingga memiliki jarak tembak efektif sejauh 200 meter.

"Selain itu, senjata tersebut dilengkapi vertical grip, jadi pegangan tangan tidak langsung hand grip. Ini lebih ringan karena (warga) sipil yang akan menggunakannya," ungkap Wijil. 

Kepala Biro Humas Sekretariat Jenderal Kemhan, Marsma Penny Rajendra mengatakan senjata yang digunakan dalam program KomCad tidak dibolehkan dibawa keluar dari area pelatihan. "Jadi, tidak dibawa-bawa (peserta). Tidak seperti itu," ujar Penny. 

Menurut Penny, senjata tersebut hanya akan dimanfaatkan untuk kepentingan pelatihan dasar militer. 

Baca Juga: Millennial Sebut Pasukan Komcad Hanya Program Buang-buang Anggaran

2. Pembentukan program KomCad dikritik karena bisa picu konflik antar warga

Pindad Siapkan 25 Ribu Pucuk Senjata untuk Program KomCad Kemhan Ilustrasi personel TNI (ANTARA FOTO/Budi Candra Setya)

KomCad merupakan program Kementerian Pertahanan. Program tersebut merupakan realisasi dari UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) Nomor 23 Tahun 2019 yang disahkan pada 26 September 2019. Rencananya, Kemhan berencana untuk merekrut 25 ribu warga sipil melalui program KomCad pada tahun ini. 

Tetapi, program tersebut dikritik oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Mereka yang terdiri dari beberapa LSM itu pun mempertanyakan urgensi pembentukan KomCad.

"Kami memandang pembentukan Komponen Cadangan Pertahanan Negara merupakan langkah yang terburu-buru, selain urgensi pembentukannya yang dipertanyakan, kerangka hukum yang digunakan di dalam UU PSDN juga memiliki beberapa permasalahan yang cukup fundamental karena mengancam hak-hak konstitusional warga negara," demikian keterangan tertulis koalisi pada 26 Januari 2021 lalu. 

Alih-alih membentuk Komcad, mereka mengusulkan agar pemerintah fokus menuntaskan pekerjaan rumah pada komponen utamanya, yakni TNI. Di antaranya terkait dengan kesejahteraan prajurit TNI.

Selain itu, koalisi masyarakat sipil khawatir dengan program pemberian pelatihan militer selama tiga bulan bagi warga. Mereka menilai akan ada ancaman yang luas bila program KomCad direalisasikan. 

"Hal ini berpotensi menimbulkan terjadinya konflik horizontal di masyarakat. Padahal, pembentukan dan penggunaan komponen cadangan seharusnya diorientasikan untuk mendukung komponen utama pertahanan negara, yaitu TNI, dalam menghadapi ancaman militer dari luar Indonesia," tutur mereka.

3. Komponen cadangan berbeda dengan wajib militer

Pindad Siapkan 25 Ribu Pucuk Senjata untuk Program KomCad Kemhan IDN Times/Irfan Fathurohman

Juru bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan warga yang tergabung dalam komponen cadangan akan membantu komponen utama yaitu TNI dan Polri. Namun, konsepnya berbeda dengan wajib militer. 

"Kami sifatnya sukarela, seperti bila Anda yang mau masuk tentara kan tidak ada paksaan. Asal memenuhi persyaratan, lulus seleksi maka bisa masuk tentara," ujar Dahnil kepada IDN Times melalui pesan pendek pada 22 Januari 2021 lalu. 

Warga yang nantinya disebut tentara cadangan baru akan dikerahkan bila ada instruksi dari presiden dan DPR yang melihat ada situasi darurat. Dahnil tak membantah bila kriteria usia yang bisa direkrut rentang 18 hingga 35 tahun. Bila lulus, nantinya akan diberi pelatihan militer selama tiga bulan. 

"Jadi, nanti akan diberikan pelatihan dasar militer termasuk penggunaan senjata," tutur dia.

Setelah mereka lulus dari pelatihan tiga bulan, maka akan ditetapkan sebagai komponen cadangan. Dia menambahkan, bila dinilai tidak ada situasi genting, maka warga bisa kembali ke masyarakat dan beraktivitas biasa. 

"Tapi, bila situasinya genting ada perang, bencana alam, maka Anda bisa dimobilisasi sebagai komponen cadangan. Status Anda ketika itu adalah militer aktif," ujarnya lagi.

Baca Juga: Kemhan akan Rekrut 25 Ribu Warga untuk Gabung Jadi Komponen Cadangan

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya