Terima Suap, Politisi Golkar Fayakhun Andriadi Divonis 8 Tahun Penjara

Hak politik Fayakhun juga dicabut selama lima tahun

Jakarta, IDN Times - Anggota DPR dari Komisi I yang non aktif, Fayakhun Andriyadi dinyatakan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat bersalah dan telah menerima uang suap senilai US$911.480 atau setara Rp13.1 miliar (menggunakan kurs saat ini). Uang suap itu diterima oleh Fayakhun dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah agar anggaran Bakamla untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan 'drone' APBN Perubahan 2016 bisa ditambah. Fahmi sendiri saat ini sudah divonis 2 tahun dan 8 bulan. 

Sayangnya, hukuman itu sepertinya akan berlipat, karena suami dari aktris Inneke Koesherawati tersebut terjaring operasi senyap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyuap Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein beberapa waktu lalu. 

"Mengadili, menyatakan terdakwa Fayakhun Andriadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana dakwaan primer," ujar Ketua Majelis Hakim, Frangky Tumbuwun pada Rabu kemarin seperti dikutip dari Antara

Untuk perbuatannya itu, Fayakhun divonis 8 tahun penjara, dikenai denda Rp1 miliar dan hak politiknya dicabut selama lima tahun. Lalu, apa komentar Fayakhun usai divonis bersalah?

1. Majelis hakim cabut hak politik Fayakhun karena telah menciderai kepercayaan masyarakat

Terima Suap, Politisi Golkar Fayakhun Andriadi Divonis 8 Tahun PenjaraANTARA FOTO/Risky Andrianto

Walaupun dinyatakan bersalah, namun vonis yang dijatuhkan bagi Fayakhun lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni 10 tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Tetapi, di satu sisi, majelis hakim mengabulkan permintaan jaksa agar hak politik Fayakhun dicabut selama lima tahun usai ia menyelesaikan masa hukumannya. 

Mengapa hak politik Fayakhun akhirnya dicabut?

"Perbuatan terdakwa menciderai kepercayaan publik yang memberikan suara kepada terdakwa sehingga mendapat jabatan publik," ujar Frangky pada Rabu kemarin. 

Majelis hakim juga tidak mengabulkan permohonan Fayakhun untuk menjadi saksi pelaku bekerja sama atau justice collaborator. Menurut pertimbangan mereka, Fayakhun justru masuk ke dalam kategori pelaku utama dalam tindak kejahatan itu. 

"Terdakwa tidak dapat diklasifikasikan sebagai 'bukan pelaku utama' dan majelis tidak menemukan penuntut umum mengabulkan permintaan terdakwa sebagai justice collaborator baik di surat tuntutan atau surat-surat lain, sehingga dengan dasar itu permohonan JC tidak dapat dikabulkan," kata Hakim Ansyori Saifuddin. 

Baca Juga: Polisi Berhenti Usut Dugaan Korupsi Istri Bupati Pakpak Bharat

2. Jaksa dan Fayakhun memilih untuk berpikir soal putusan hakim

Terima Suap, Politisi Golkar Fayakhun Andriadi Divonis 8 Tahun Penjaratelegrafi.com

Sementara, atas putusan majelis hakim itu, baik Fayakhun dan jaksa sama-sama meminta waktu untuk berpikir. Mereka memiliki waktu untuk berpikir selama 7 hari. Selain itu, di dalam sidang, majelis hakim juga mengabulkan permintaan Fayakhun agar rekening di beberapa bank seperti di Bank Mandiri, CIMB Niaga, Bank Bukopin, Citibank dan Permata, dibuka kembali. 

"Rekening-rekening itu tidak terkait dengan perkara ini, terdakwa memiliki keluarga yang terdiri dari seorang istri dan tiga orang anak yang menjadi tanggungan terdakwa sehingga menurut majelis, rekening-rekening itu bisa dibuka agar keluarga dapat memanfaatkan pembukaan rekening untuk kehidupannya," ujar Hakim Ansyori.  

3. Keberadaan salah satu saksi penting bernama Ali Fahmi Habsyi masih menjadi misteri

Terima Suap, Politisi Golkar Fayakhun Andriadi Divonis 8 Tahun PenjaraIDN Times/Sukma Shakti

Di dalam kasus Bakamla, ada satu saksi penting bernama Ali Fahmi Habsyi yang hingga kini keberadaannya masih menjadi misteri. Ali merupakan staf khusus Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksmana Madya (Purn) Arie Sadewo. 

Direktur Utama PT Viva Kreasi Investindo itu tidak berhasil dihadirkan oleh penyidik KPK baik di proses penyidikan atau persidangan. Berdasarkan fakta yang muncul di persidangan, Ali lah yang menawarkan diri ke Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah agar perusahaannya mendapatkan proyek di Bakamla. Ia juga menjanjikan akan membantu meloloskan anggaran. 

Lalu, di mana keberadaan Ali Fahmi kini? Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengakui hingga saat ini pihaknya belum bisa menemukan keberadaan Ali. 

"Proses pencarian, pengecekan alamat, pengiriman surat sudah dilakukan, tapi belum kami temukan saat ini," ujar Febri pada (19/10) lalu di gedung KPK. 

KPK, kata Febri lagi, juga belum bisa memasukan nama Ali Fahmi ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena statusnya masih sebagai saksi. 

"Jadi, tentu belum bisa diletakan sebagai DPO," ujar mantan aktivis antikorupsi itu. 

Baca Juga: Cegah Korupsi di Daerah, Pemerintah Perkuat Pengawas Internal

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya