Polri Bantah Tim Gabungan Kasus Novel Punya Motif Politik 

Polri berdalih hanya menindak lanjuti rekomendasi Komnas HAM

Jakarta, IDN Times - Polri membantah tim gabungan untuk mengungkap kasus tindak kekerasan yang menimpa penyidik Novel Baswedan memiliki motif politik. Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen (Pol) Muhammad Iqbal menjelaskan tim itu dibentuk untuk menindak lanjuti rekomendasi yang dilakukan oleh Komnas HAM pada 21 Desember 2018 lalu. Iqbal menegaskan tim itu bukan formalitas jelang debat capres belaka. 

"Mungkin kebetulan saja (waktu terbentuknya tim) dekat dengan pesta demokrasi. Tapi, tidak ada kaitannya sama sekali," ujar Iqbal yang ditemui di Mabes Polri pada Senin (14/1) dan dikutip dari Antara

Ia kembali menggarisbawahi tim gabungan yang terdiri atas unsur personel Polri, warga sipil sebagai tim pakar dan pegawai KPK hanya menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM. 

"Jadi, tidak ada political framing," katanya lagi. 

Oleh sebab itu, Polri meminta kepada publik agar bersabar menunggu proses penyelidikan. Walaupun, dalam tim yang sebelumnya juga dibentuk Polri dan berisi 177 penyidik, tidak ada progres apa pun. Padahal, proses penyelidikan sudah berlalu hampir dua tahun. 

Lalu, apa dalih Mabes Polri soal lamanya pengungkapan kasus pelaku penyerangan terhadap Novel?

1. Polri sibuk dalam menangani kasus, tapi tetap mempriotaskan kasus Novel

Polri Bantah Tim Gabungan Kasus Novel Punya Motif Politik (Penyidik senior Novel Baswedan) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Alasan sibuk menangani ribuan perkara dan karakteristik masing-masing kasus yang berbeda, jadi dalih yang sama Polri sejak hampir dua tahun lalu. Padahal, banyak pihak yang menduga Polri memang sengaja tidak ingin mengungkap teror terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. 

Kini, kasus Novel belum terungkap, Polri turut dihadapkan kepada perkara baru yakni teror bom terhadap dua pimpinan KPK. Apa Polri sanggup menuntaskan kasus teror terhadap pimpinan KPK, sedangkan kasus Novel juga belum rampung?

"Kami sangat profesional. Kasus memang overload. Itu sudah tugas kami melakukan penegakan hukum. Kami sudah terbiasa, apalagi Polda Metro Jaya. Bayangkan per harinya kasus yang masuk bisa mencapai ratusan. Teror terhadap dua pimpinan KPK akan kami terus dalami," ujar Iqbal di Mabes Polri. 

Sejauh ini, ia menambahkan, Polri sudah mengantongi petunjuk lain untuk mengungkap pelaku. 

"Tapi, itu tidak bisa kami ungkap karena khawatir dapat menganggu penyelidikan," kata kata dia. 

Baca Juga: Pimpinan KPK: Kasus Teror Novel Baswedan Tetap Jadi Utang Kami

2. Polri kesulitan mengidentifikasi sidik jari pada bom molotov di kediaman Wakil Ketua KPK

Polri Bantah Tim Gabungan Kasus Novel Punya Motif Politik (Ilustrasi teror pimpinan KPK) IDN Times/Sukma Shakti

Walau baru berjalan hampir satu pekan, namun, Polri sudah mengakui menemui kesulitan dalam mengungkap teror terhadap pimpinan KPK. Kesulitan pertama diakui dalam mengidentifikasi sidik jari di botol bom molotov yang dilempar ke kediaman Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif. Hal itu, lantaran sudah banyak orang yang ada di sana dan memegang botol tersebut. 

Padahal, botol itu merupakan barang bukti yang penting. 

"Karena kejadiannya sudah terlalu banyak dari (warga) sekitar yang pegang itu. Kemudian, karena dari api, disiram air, sehingga untuk memunculkan sidik jari butuh teknisi INAFIS untuk mencari sidik jari itu," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Mabes Polri kemarin. 

3. Polri mengaku juga tidak mudah menggambar sketsa wajah terduga pelaku

Polri Bantah Tim Gabungan Kasus Novel Punya Motif Politik (Fakta dan data teror terhadap pimpinan KPK) IDN Times/Sukma Shakti

Kesulitan lain dialami ketika menggambar sketsa wajah terduga pelaku yang meletakan bom palsu di pagar rumah Ketua KPK, Agus Rahardjo. Polisi, kata Dedi, hingga saat ini masih terus mengupayakan membuat sketsa wajah yang tepat berdasarkan keterangan para saksi. 

"Sketsa wajah itu kan dibuatnya tidak bisa hanya sekali atau dua kali atau tiga kali. Artinya, harus berulang kali dan tim sketsa membutuhkan kesabaran untuk menanyakan ke para saksi itu. Kemudian diklarifikasi lagi mukanya. Ternyata sudah satu bulan sebelumnya fake bomb itu (terjadi). Pemilik warung sudah mencurigai ada apa, ada apa ini," kata dia lagi. 

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes (Pol) Argo Yuwono sempat menyampaikan salah satu saksi sempat berkomunikasi dengan orang yang diduga pelaku di kediaman Ketua KPK. Saksi tersebut adalah seorang penjual bubur. 

"Ada saksi penjual bubur di sana yang disebut memiliki kesaksian cukup kuat. Tukang bubur itu mengaku sempat ditanya orang tak dikenal mengenai lokasi rumah pimpinan KPK. 

"Dia sempat menanyakan di mana rumah Pak RT dan rumah pimpinan KPK," ujar Argo pada (10/1) kemarin. 

4. KPK hanya fokus kepada pengungkapan kasus Novel dan tak mau ambil pusing mengenai sisi politis

Polri Bantah Tim Gabungan Kasus Novel Punya Motif Politik (Juru bicara KPK, Febri Diansyah) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Sementara, juru bicara KPK enggan mengait-ngaitkan kritik terhadap pembentukan tim gabungan yang dibentuk Polri dengan isu politik. Yang menjadi fokus saat ini yaitu mereka menggunakan berbagai upaya dan cara agar kasus teror yang menimpa Novel Baswedan bisa segera terungkap. Sebab, kuasa hukum Novel Baswedan sudah lebih dulu kecewa dan berpandangan tim gabungan tersebut hanya sekedar untuk memenangkan simpati publik jelang debat capres. 

"KPK tidak melihat terkait dengan isu politiknya. Konsern kami adalah agar pelaku (peneror Novel) ditemukan. Sehingga, saya merasa tidak perlu direspons apabila isu ini dikait-kaitkan dengan politik," kata Febri di gedung KPK semalam. 

Baca Juga: Petunjuk Cari Pelaku Teror Pimpinan KPK: Penjual Bubur dan Sidik Jari

Topik:

Berita Terkini Lainnya