Presiden Teken PP yang Lindungi Penegak Hukum dari Aksi Terorisme

Ada satu pasal yang dinilai karet dalam aturan itu

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2019 mengenai pencegahan tindak pidana terorisme dan memberi perlindungan terhadap aparat penegak hukum. Personel penegak hukum yang dimaksud meliputi penyidik, penuntut umum, hakim dan petugas lembaga pemasyarakatan. 

Sayangnya, di dalam PP tersebut tidak diatur juga bagaimana perlindungan terhadap advokat yang membela terdakwa kasus terorisme. Padahal, mereka juga rentan terpapar paham radikalisme. PP yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly pada (13/11) lalu memuat 78 pasal. 

Namun, ada satu pasal di dalam PP tersebut yang bias dan semua orang bisa dijerat dengan aturan tersebut yakni di pasal 22 ayat 2. Isi pasal tersebut memuat kriteria orang atau kelompok yang rentan terhadap paham radikal terorisme. Ada empat kriteria yang diatur di dalam aturan tersebut. Pertama, memiliki akses terhadap informasi bermuatan paham radikal terorisme. Kedua, memiliki hubungan dengan orang atau kelompok yang diindikasikan memiliki paham radikal terorisme. Ketiga, memiliki pemahaman kebangsaan yang sempit yang mengarah pada paham radikal terorisme. Keempat, memiliki kerentanan dari aspek ekonomi, psikologi dan atau budaya sehingga mudah dipengaruhi oleh paham radikal terorisme. 

Menurut Koordinator nasional jaringan Gusdurian Alissa Wahid, kriteria orang yang rentan terhadap paham radikal terorisme bisa saja menjadi bias. 

"Tapi, kalau semua kriteria itu harus ada, mungkin tidak terlalu loose ya (untuk aksi terorisme)," ujar Alissa ketika dihubungi IDN Times melalui pesan pendek pada Senin malam (25/11). 

Lalu, mengapa Alissa turut berpendapat pasal di dalam aturan tersebut bisa saja menjadi karet dan memasukan siapapun ke dalam golongan rentan terhadap paham radikalisme?

1. Di dalam pasal 22 itu hanya satu ayat saja yang dinilai jelas

Presiden Teken PP yang Lindungi Penegak Hukum dari Aksi TerorismeAlissa Wahid Tim Pakar Program Bina Sakinah Kementerian Agama (tengah) (IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya)

Menurut Alissa di dalam pasal 22 itu hanya ayat 3 saja yang cukup jelas kriterianya yakni memiliki pemahaman kebangsaan yang sempit yang mengarah pada paham radikal terorisme. Sedangkan, ayat lainnya di pasal tersebut rentan dipahami secara keliru. 

"Pasal 22 ayat a misalnya memiliki akses terhadap informasi bermuatan paham radikal terorisme, berarti orang-orang seperti kita dan peneliti juga bisa dikategorikan rentan disusupi paham radikal," tutur putri Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid itu. 

Selain itu, Alissa melanjutkan pemahaman yang keliru rentan terjadi di pasal 22 ayat d. 

"Sekarang yang jadi pertanyaannya kan kalau dari aspek ekonomi ukurannya kan? Dita S (pelaku pemboman di Surabaya) sekeluarga berasal dari keluarga menengah. Sementara, pembom di Srilanka malah miliuner, satu keluarga pula," tutur dia. 

Baca Juga: Cerita Eks Napi Teroris Arif Tuban Belajar Radikalisme Lewat Internet

2. Pemerintah dinilai seharusnya tidak perlu membuat definisi orang yang mudah terpapar paham radikalisme

Presiden Teken PP yang Lindungi Penegak Hukum dari Aksi Terorisme(Ilustrasi lawan radikalisme) IDN Times/Sukma Shakti

Sementara, menurut Direktur Eksekutif Institute Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju menilai pemerintah seharusnya tak perlu mengatur mengenai kriteria orang-orang yang mudah terpapar paham radikalisme. Seharusnya, kata Anggara, pemerintah fokus saja untuk mencegah para penegak hukum terpapar paham tersebut dan melindungi mereka serta keluarganya. 

"Jadi, sebenarnya aturan ini mengatur hal-hal yang sebenarnya tidak perlu diatur. Lagipula kalau kasusnya penegakan hukum pidana dalam kasus terorisme, sudah jelas siapa saja yang terpapar paham itu," kata Anggara ketika dihubungi melalui telepon oleh IDN Times pada Senin malam (25/11). 

Ia menjelaskan seharusnya orang-orang yang tersangkut kasus terorisme dan diproses oleh Densus 88 Antiteror diberikan perlakuan khusus sebab mereka bisa menularkan pemikirannya kepada para petugas polisi di tahanan atau personel di lembaga pemasyarakatan. 

"Kalau orang itu ditangkap kan berarti sudah jelas berbahaya kan? Untuk apa lagi dibuat definisi bahwa ia rentan terpapar paham radikalisme," tutur dia. 

3. ICJR menilai aturan itu memang diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap penegak hukum agar tak terdampak paham radikalisme

Presiden Teken PP yang Lindungi Penegak Hukum dari Aksi TerorismeIlustrasi borgol (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih jauh, Anggara setuju dengan PP yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi personel penegak hukum dan keluarganya dari ancaman paham radikalisme dan sasaran perbuatan teror. Sebab, personel penegak hukum ini yang bersentuhan langsung dengan tersangka kasus terorisme. 

Perlindungan terhadap aparat penegak dalam perkara tindak terorisme diatur bab III dari pasal 58 - 73. Dalam pasal 58 misalnya diatur bahwa yang diberikan perlindungan oleh pemerintah meliputi istri/suami, anak, orang-orang yang tinggal serumah dan anggota keluarga lainnya dari aparat penegak hukum yang menangani kasus terorisme. 

"Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dapat dimulai tahapan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan pelaksanaan pidana," demikian bunyi PP tersebut. 

Yang memberikan perlindungan kepada aparat penegak hukum adalah personel kepolisian dalam kurun waktu 1X24 jam usai diputuskan dalam rapat. Aparat penegak hukum yang dilindungi oleh negara, disebut tak dipungut biaya atas perlindungan tersebut. 

Namun, Anggara mempertanyakan mengapa advokat yang turut mendampingi terdakwa kasus terorisme tidak masuk kategori yang perlu dilindungi oleh negara. 

"Bayangkan, kalau si advokat ini tak bisa memberikan pembelaan yang maksimal, maka bisa ikut disalahkan oleh si terdakwa," tutur dia lagi. 

Gimana, menurut kalian, guys? Apakah pasal di dalam PP itu karet dan dapat menjerat siapa pun?

Baca Juga: Ini 4 Kriteria Radikal Menurut BNPT yang Perlu Kalian Ketahui

Topik:

Berita Terkini Lainnya