Cerita Devianti Faridz, Sosok di Balik Pengisi Suara Kereta MRT

Kalian bisa dengar suaranya di dalam gerbong dan stasiun MRT

Jakarta, IDN Times - Selama 20 tahun lamanya, warga Jakarta memimpikan untuk memiliki fasilitas transportasi massal bernama "Mass Rapid Transit" (MRT). Kehadirannya ibarat oase di tengah kemacetan jalan di ibukota yang semakin bertambah parah setiap harinya. 

Direktur PT MRT Jakarta, William Subandar mengatakan sesungguhnya Indonesia mulai merealisasikan proyek itu sejak tahun 1990an lalu. Namun, langkah pertama untuk mewujudkannya baru terealisasi pada tahun 2013. 

"Ini proyek yang diinisiasi cukup panjang dan sejak tahun 90an sudah mulai diinisiasi tetapi kemudian baru mulai dikerjakan di 2013 lalu," ujar William pada Juni 2018 lalu ketika mendampingi Menlu Jepang Taro Kono meninjau progres proyek tersebut. 

Bisa dibilang Pemerintah Jepang memiliki andil besar di dalam realisasi proyek tersebut. Negeri Sakura ikut berkontribusi dimulai dari perencanaan hingga peminjaman dana untuk pembangunan MRT. 

Kini, proses pengoperasian kereta MRT yang diberi nama "Ratangga" sudah di depan mata. Rencananya Pemprov DKI Jakarta akan mulai mengoperasikannya pada akhir Maret 2019. Rute yang akan dioperasikan di bagian awal yakni Bunderan Hotel Indonesia hingga Lebak Bulus. 

Selama berada di dalamnya, publik juga bisa mendengar pemberitahuan soal di mana posisi kereta tersebut. Walau kadang banyak yang gak ngeh dengan announcement, tak bisa dipungkiri perannya sangat penting. 

IDN Times sempat berbincang dengan pemilik suara di balik announcement yang akan kalian dengar di dalam gerbong kereta dan stasiun MRT. Ia adalah Devianti Faridz, mantan jurnalis senior yang sudah lama memiliki pengalaman sebagai pengisi sebagai voice over

Di sebuah kafe di area Cikini, Devi mengisahkan awal mula suaranya bisa didengar oleh seluruh pengguna kereta MRT. Ia mengatakan memang sejak lama membayangkan suaranya bisa didengar di fasilitas transportasi publik. Devi yang sempat bekerja untuk media Singapura mengaku selalu terngiang-ngiang suara milik Juanita Nelson, suara yang ada di balik kereta MRT di Singapura. 

"Menurut saya, suaranya itu hangat, menenangkan dan sangat bulet. Enak aja didengernya," ujar Devi yang ditemui pada (30/1) lalu. 

Ia menjelaskan akhirnya memberanikan diri mengirimkan contoh suara ke PT MRT ketika melihat kereta itu tengah melintas di sepanjang area Lebak Bulus. Tidak mudah untuk terpilih menjadi announcer di dalam kereta MRT, sebab sudah ada kompetitor yang ikut mengirimkan sampel suara. 

"Tapi, akhirnya MRT menjatuhkan pilihannya ke saya," kata Devi lagi. 

Lalu, bagaimana proses perekaman suara hingga akhirnya bisa didengar di gerbong kereta MRT? Apa pesan Devi bagi warga Jakarta terhadap fasilitas publik yang sudah lama diidam-idamkan itu?

1. Proses perekaman suara hanya dilakukan selama satu hari

Cerita Devianti Faridz, Sosok di Balik Pengisi Suara Kereta MRTIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Devi berkisah proses pengambilan suara hanya berlangsung selama satu hari di area Tebet, Jakarta Selatan. Proses perekaman memakan waktu selama 3,5 jam. 

Ia mengaku ketika mengisi suara untuk kereta "Ratangga", Devi merujuk kepada pengisi suara untuk kereta MRT di Singapura yakni Juanita Nelson. Ia melakukan riset dan menemukan video wawancara Juanita di akun media sosial. 

"Jadi, pas saya menemukan video itu, langsung terlintas di benak:' ini dia sosok yang suaranya udah saya dengar dari zaman baheula (dulu),'" ujar Devi. 

Perempuan yang juga sudah pernah mengisi iklan di televisi, radio, dan film dokumenter itu mengaku dulu ia tidak kenal siapa Juanita Nelson. Ia hanya merasa suaranya empuk dan enak didengar. 

"I just refer to her because I like her best. Kalau kita mau belajar, maka belajar lah dari yang terbaik," tutur dia. 

Proses perekaman suara, kata Devi, berjalan dengan lancar. Saat itu, sempat ada bimbingan mengenai apa saja yang perlu dilakukan, antara lain mengenai intonasi suara dan pemilihan kata per kata yang akan disampaikan. 

"Jadi, nanti announcement dimulai dari penyambutan (bagi pengguna MRT), kalimat selamat datang, pengarahan untuk membeli tiket, siapa saja yang diproritaskan saat naik eskalator, perilaku yang diharapkan ketika menggunakan eskalator, bagaimana ketika dalam kondisi darurat, saat di dalam gerbong akan diinformasikan kereta mengarah ke mana. Apakah ke Lebak Bulus atau Bunderan Hotel Indonesia misalnya," kata dia.  

Baca Juga: Mengenal Ratangga, Nama Baru Kereta MRT dari Kitab Sutasoma

2. Devi juga sempat mendengarkan suara di balik transportasi Bus Trans Jakarta dan KRL

Cerita Devianti Faridz, Sosok di Balik Pengisi Suara Kereta MRTANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Kendati merujuk kepada suara Juanita Nelson, namun Devi juga sempat mendengar suara yang ada di transportasi Trans Jakarta dan KRL. Tetapi, akhirnya Devi menjatuhkan pilihan ke cara Juanita membacakan pengumumannya. 

"Every announcer has their own style dan itu lah keunikan, kita harus mencari cara yang enak membacanya," kata dia. 

Masing-masing announcer untuk alat transportasi memiliki gaya yang berbeda. Kalau diperhatikan, gaya suara announcer kereta cepat di Jepang, dipilih yang suaranya sedikit cempreng. 

"Kalau membandingkan dengan pengisi suara alat transportasi di Singapura, di Jepang terdengar lebih cempreng. Bagi saya agak sedikit high tone. Tapi, saya memang tetap merujuk ke Juanita Nelson," ujar Devi. 

3. Jakarta diakui memang terlambat memiliki fasilitas kereta MRT

Cerita Devianti Faridz, Sosok di Balik Pengisi Suara Kereta MRT(Data dan Fakta Proyek MRT Fase I) IDN Times/Sukma Shakti

Devi mengamini Jakarta memang terlambat memiliki fasilitas transportasi massal seperti MRT. Negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura, Thailand dan Filipina. Tapi, menurut Devi yang merujuk "better late than never". Walaupun dari sudut pandangnya, kebutuhan terhadap transportasi massal seperti MRT sangat tinggi. Apalagi sudah muncul riset yang memprediksi Jakarta akan macet parah apabila pembelian kendaraan tidak dikendalikan. 

"Jadi, menurut riset itu, bahkan begitu keluar dari rumah, kita sudah tidak bisa lagi keluar. Kita akan stuck dan grid lock," katanya. 

Kehadiran MRT yang sudah lama diidamkan oleh warga Jakarta bisa jadi alternatif untuk menembus kemacetan. Devi menilai warga Jakarta termasuk orang-orang dengan tingkat kesabaran tinggi, sebab masih bersedia berkendara walaupun sudah tahu akan terjebak macet. 

Kendati begitu, Devi memiliki harapan besar warga Jakarta yang bekerja di sepanjang rute yang dilalui MRT akan memarkir kendaraannya dan beralih ke transportasi massal itu. Selain karena euforia alat transportasi baru yang berkualitas, perjalanan jauh terasa lebih cepat. 

"So, it will works, now you'll see di sekitar rute MRT, akan berpindah ke sana. Karena terjebak macet sangat gak nyaman," tutur perempuan yang juga tak sabar ingin mencoba naik MRT itu.  

4. Kehadiran MRT bisa membangun budaya baru

Cerita Devianti Faridz, Sosok di Balik Pengisi Suara Kereta MRT(Panduan menggunakan kereta MRT) IDN Times/Sukma Shakti

Menurut Devi, akan ada budaya baru yang tercipta di tengah warga Jakarta dengan kehadiran MRT yakni mereka ikut belajar memiliki fasilitas umum tersebut. Sebab, kalau tidak, MRT akan rusak dalam jangka waktu pendek. Oleh sebab itu, Devi menilai perlunya kampanye bagi warga Jakarta sebagai pengguna. 

"Harus ada sense of belonging, bahwa MRT itu milik kita. Fasilitas itu ya bermanfaat untuk kita semua. Kalau dari kecil kita sudah ikut memiliki dan menganggap itu bagian dari kita, maka kita akan ikut bertanggung untuk menjaganya bersama. Gak akan coret-coret, gak akan buang sampah sembarangan," tutur Devi. 

Selain itu, akan terbentuk pula kultur untuk antre. Walaupun masih perlu dibentuk kultur lain seperti mendahulukan para penumpang yang hendak turun dari MRT baru kemudian masuk, apabila berada di eskalator, maka berdiri di sisi sebelah kiri apabila tidak terburu-buru sehingga bisa memberikan jalan sisi sebelah kanan bagi calon penumpang lainnya. 

"Kita bisa mencontoh Singapura yang pernah membuat kampanye mengenai sopan santun soal penggunaan transportasi umum. Negara semaju Singapura saja masih perlu mendidik warganya, apalagi warga kita yang belum pernah punya pengalaman memiliki MRT," katanya. 

5. Pengamat menilai perlu diberlakukan kebijakan integrasi transportasi massal

Cerita Devianti Faridz, Sosok di Balik Pengisi Suara Kereta MRTIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Sementara, dalam pandangan pengamat transportasi Djoko Setijowarno, MRT bagi warga Jakarta dan sekitarnya bukan lah transportasi massal dan cepat yang baru. Sebelumnya, publik sudah mengenal KRL yang sistemnya mirip. Tantangan ke depannya, menurut Djoko, yakni bagaimana bisa mengintegrasikan berbagai moda transportasi umum dan publik bisa membayar dengan satu harga. 

"Jadi, bagaimana warga bisa naik MRT, KRL (kereta listrik), Transjakarta lalu nanti ada LRT dan cukup berlangganan untuk membayar satu bulan. Bisa naik semuanya," ujar Djoko ketika dihubungi oleh IDN Times pada (23/2) lalu melalui telepon. 

Salah satu negara yang sudah menerapkan ide tersebut adalah Prancis. Warga di sana, kata Djoko cukup membayar biaya harian, mingguan atau bulanan lalu sudah bisa menggunakan semua moda transportasi. 

Pada tahun 2013 lalu, per bulan ia membayar sekitar 108 Euro atau setara Rp1,7 juta. Sementara, gaji warga di Prancis pada umumnya 1.600 Euro (setara Rp25,3 juta). 

"Jadi yang perlu dikeluarkan biayanya hanya sekitar 3 persen dari gaji. Satu kali bayar, itu sudah bisa naik apa pun," kata dia. 

6. Pengamat menyarankan harga tiket MRT dijual Rp8 ribu hingga Rp10 ribu

Cerita Devianti Faridz, Sosok di Balik Pengisi Suara Kereta MRTIDN Times/Gregorius Aryodamar

Djoko juga menyarankan agar harga tiket kereta MRT tidak terlalu mahal. Tujuannya supaya mengajak publik berpindah moda transportasi dari kendaraan pribadi ke MRT. Lalu, berapa idealnya harga tiket itu sebaiknya dijual? 

"Antara Rp8 ribu sampai Rp10 ribu lah. Dulu itu sempat ada ide tarifnya dipatok Rp15 ribu, tapi kemudian dianggap terlalu tinggi," kata Djoko. 

Biaya itu, menurutnya, sudah mencakup biaya perawatan MRT agar alat transportasi tersebut menjadi awet. Hal lain yang diusulkan Djoko yakni menyiagakan relawan atau petugas untuk mengawasi titik seperti fasilitas eskalator agar tertib. 

"Selain ditulis di sebelah kiri untuk berdiri, sebelah kanan untuk mendahului memang harus dijaga. Sehingga, nantinya akan tertib. Di Kuala Lumpur sudah dipraktikan dan tertib," tutur dia. 

Djoko berpendapat untuk mengatur calon pengguna transportasi MRT tidak akan sulit, sebab di setiap plafon sudah ada pintu untuk menuju ke kereta. Pintu tersebut baru akan terbuka setelah kereta tiba. 

Jadi, kalian siap untuk menjajal kereta MRT?

Baca Juga: Ini 4 Sumber Penghasilan PT MRT Jakarta Jika Kereta Sudah Beroperasi

Topik:

Berita Terkini Lainnya