Profil Kopassus, Pasukan Elite Baret Merah Kebanggaan TNI AD

Setiap 16 April diperingati sebagai hari jadi Kopassus

Jakarta, IDN Times - Setiap 16 April Indonesia memperingati hari jadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Pasukan elite milik TNI Angkatan Darat itu dilatih menjadi satuan komando tempur yang siap berperang dalam berbagai medan dan situasi. Mereka bahkan dilatih memiliki kemampuan menembak jitu, mengintai, hingga anti-teror. 

Dikutip dari situs resminya, Kopassus memiliki slogan "lebih baik pulang nama daripada gagal di medan laga." Prajurit Kopassus juga kerap disebut pasukan baret merah lantaran mengenakan baret berwarna merah.

Selain itu, ada pula brevet komando yang disematkan di seragam Kopassus yang menandakan prajurit sudah ditempa dalam kancah pendidikan dan latihan seperti melewati api, sehingga punya keberanian, kecekatan, dan keterampilan sebagai prajurit yang memiliki kemampuan di bidang operasi darat, laut, dan udara. 

Meski citranya sempat tercoreng karena kasus penculikan aktivis 1998, namun Kopassus diakui sebagai salah satu pasukan elite yang disegani di kawasan Asia Tenggara dan dunia.

Pada laman Kopassus yang dikutip pada Jumat (15/4/2022) menjelaskan cikal bakal terbentuknya Kopassus, berawal dari berdirinya Kesatuan Komando III berdasarkan Instruksi Panglima Tentara dan Teritorium III No.55/Instr/PDS/52 tanggal 16 April 1952. Dari situlah HUT Kopassus diperingati setiap 16 April. 

Komandan pertama saat itu dijabat Mayor Moch Idjon Djanbi. Idjon sebelumnya adalah mantanTentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) yang pernah bergabung dengan Korps Speciale Troopen. Idjon pun sempat ikut perang melawan musuh saat Perang Dunia II. 

Sebagai pasukan elite, Kopassus terbukti sudah menorehkan beberapa prestasi. Bahkan, mereka pernah diterjunkan dalam misi operasi pembebasan sandera pembajakan pesawat Garuda Indonesia di Bandara Don Mueang, Thailand pada 1981. Bagaimana misi itu dituntaskan pasukan baret merah?

1. Kopassus lahir dari pasukan pemukul yang melawan pemberontakan RMS

Profil Kopassus, Pasukan Elite Baret Merah Kebanggaan TNI ADSejarah terbentuknya Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat (IDN Times/Aditya Pratama)

Jauh sebelum pasukan khusus, semua bermula dari adanya pemberontakan di Maluku oleh Republik Maluku Selatan (RMS) pada 1950. Ketika itu, pimpinan Angkatan Perang RI mengerahkan pasukan untuk menumpas kelompok tersebut.

Operasi penumpasan itu dipimpin langsung oleh Panglima Tentara Teritorium III Kolonel A.E Kawilarang. Sedangkan, Letkol Slamet Riyadi ditunjuk sebagai komandan operasinya.

Operasi itu memang dinilai berhasil. Tetapi, jumlah korban cukup banyak dialami TNI. Musuh dengan kekuatan yang relatif lebih kecil justru dinilai mampu menggagalkan serangan TNI yang kekuatannya jauh lebih besar.

Setelah ditelusuri, penyebabnya selain perlengkapan musuh yang lebih lengkap, mereka memiliki taktik dan pengalaman tempur yang lebih baik. Musuh pun dianggap memiliki kemampuan tembak yang tepat dan gerakan masing-masing individu tergolong baik. 

Peristiwa itu yang kemudian mendorong Slamet membentuk suatu satuan pemukul yang dapat digerakan secara cepat dan tepat, untuk menghadapi berbagai sasaran di medan. Namun, Slamet gugur di medan peperangan di Kota Ambon. 

Gagasan itu kemudian diteruskan oleh Kawilarang. Hingga akhirnya terbentuk Kesatuan Komando Teritorium III pada 16 April 1952. Namun, sebelum akhirnya disebut Kopassus, pasukan elite itu sempat beberapa kali mengalami perubahan nama seperti berikut ini:

  1. Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) tahun 1953;
  2. Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) tahun 1952;
  3. Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) tahun 1955;
  4. Pusat Pasukan Khusus TNI-AD (Puspasus TNI-AD) tahun 1966;
  5. Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) tahun 1971;
  6. Komando Pasukan Khusus (Kopassus) tahun 1985 hingga sekarang.

Sementara, berikut adalah struktur organisasi Kopassus setelah mengalami perubahan nama:

  1. Makopassus, berkedudukan di Cijantung dengan sesanti Pataka “Tribuana Chandraca Satya Dharma”
  2. Grup-1/Parako, berkedudukan di Serang dengan sesanti Dhuaja “Eka Wastu Baladika”
  3. Grup-2/Sandha, berkedudukan di Solo dengan sesanti Dhuaja “Dwi Dharma Bhirawayudha”
  4. Grup-3/Shanda, berkedudukan di Cijantung dengan sesanti Dhuaja “Tri Kottaman Wira Naraca Byuda”
  5. Pudiklatpassus, berkedudukan di Batuajar dengan sesanti Sempana “Tri Yudha Cakti”
  6. Sat-81/Guitor, berkedudukan di Cijantung dengan sesanti Dhuaja “Siap setia berani”.

Baca Juga: HUT ke-68 Kopassus, Ini Fakta-Fakta Pasukan Elite yang Disegani Dunia

2. Kopassus tuntaskan misi pembajakan pertama pesawat di Bandara Don Mueang Thailand

Profil Kopassus, Pasukan Elite Baret Merah Kebanggaan TNI ADIlustrasi pembaretan Kopassus (ANTARA FOTO/Idhad Zakaria)

Salah satu misi menegangkan yang berhasil dituntaskan dengan sukses oleh Kopassus yakni misi penyelamatan 53 penumpang dan kru pesawat DC 9 milik Garuda Indonesia pada 28 Maret 1981. Pesawat yang menempuh rute Jakarta - Medan itu dibajak kelompok yang menamakan diri "Komando Jihad."

Mengutip data dari harian Kompas, pesawat bernomor penerbangan 206 itu dibajak oleh enam orang yang dapat berbahasa Indonesia.

"Mereka bersenjatakan pistol dan membawa beberapa buah granat," demikian ditulis Harian Kompas berdasarkan keterangan Menteri Pertahanan dan Keamanan saat itu, Muhammad Jusuf. 

Belakangan diketahui Komando Jihad hanya terdiri dari lima personel. Mereka menuntut agar 80 orang tahanan yang terlibat dalam penyerangan Kosekta 8606 Pasir Kaliki di Bandung dibebaskan. Selain itu, mereka juga meminta uang tebusan senilai 1,5 juta dolar AS.

Rute pesawat pun berubah. Mereka sempat berhenti di Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar. Pelaku pembajakan sempat menurunkan seorang penumpang bernama Hulda Panjaitan (76 tahun). 

Akhirnya, pada 31 Maret 1981, pesawat mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand. Kopassus pun telah menyusun rencana matang saat berada di Jakarta. Ketika sudah memperoleh lampu hijau dari Pemerintah Negeri Gajah Putih, operasi penyelamatan pun dimulai. 

Para personel yang dikerahkan merupakan Pasukan Sandi Yudha (Koppasandha) yang dipimpin Letkol Infanteri Sintong Panjaitan. Dalam operasi yang berlangsung sekitar 3 menit, pasukan Kopassus berhasil menewaskan semua pembajak.

Mereka juga berhasil menangkap pimpinan "Kelompok Jihad" dalam keadaan hidup, dan diketahui bernama Imran bin Muhammad Zein. Imran kemudian dijatuhi hukuman mati pada 1983.

Namun, dalam operasi itu, dua orang tidak bisa diselamatkan. Mereka adalah pilot pesawat Garuda, Kapten Herman Rante, dan anggota Koppasandha Achmad Kirang. Keduanya mengalami luka tembakan dan tidak dapat diselamatkan meski sudah tiba di rumah sakit.

3. Kopassus sempat jadi dalang penculikan aktivis pada 1998

Profil Kopassus, Pasukan Elite Baret Merah Kebanggaan TNI ADPasukan elite Kopassus (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Di balik prestasinya yang mentereng, Kopassus tidak bisa dilepaskan dari peristiwa penculikan aktivis pada 1998. Operasi itu merupakan bagian dari upaya preventif ABRI (TNI) untuk menjaga stabilitas nasional.

Sejak peristiwa 27 Juli 1996, ketika para preman didukung tentara merampas kantor dan menyerang simpatisan PDI pro-Megawati di Jl. Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, ABRI memburu kelompok yang mereka sebut “radikal”, yakni “PRD Bawah Tanah”. Itu merupakan istilah terbatas pemerintah saat itu untuk jaringan kolektif Komite Pimpinan Pusat-PRD.

Menurut informasi intelijen di kelompok ABRI, kelompok itu berencana menggagalkan Pemilu 1997 dan sidang umum MPR. Hal itulah yang membuat Danjen Kopassus Mayor Jenderal Prabowo Subianto menugaskan secara khusus melalui perintah lisan kepada Mayor Bambang Kristiono, Komandan Batalyon 42 di bawah Grup 4/Sandi Yudha Kopassus, untuk menjabat Komandan Satgas Merpati. Tugas tim ini yaitu mengumpulkan data dan informasi tentang kegiatan kelompok radikal.

Mengutip data KontraS, ada 23 warga sipil yang diculik personel Kopassus yang disebut Tim Mawar. Dari 23 warga sipil yang berhasil ditemukan hanya sembilan orang. Sisa 13 lainnya hingga kini belum ditemukan. 

Satu dari 23 orang yang diambil paksa yakni Leonardus Nugroho (Gilang) dinyatakan hilang. Tiga hari kemudian ia ditemukan meninggal dunia di Magetan, Jawa Timur. Jenazahnya ditemukan ada luka tembak. 

Akibat perbuatan itu, 11 anggota Kopassus divonis bersalah oleh Mahkamah Tinggi Militer Jakarta pada 1999. Mereka divonis bui mulai dari 12 bulan hingga 22 bulan. Namun, Prabowo yang disebut KontraS sebagai pihak yang paling bertanggung jawab, tidak terbukti bersalah di meja hijau.

Baca Juga: Diperiksa Polisi, Eks Danjen Kopassus Soenarko Dicecar 28 Pertanyaan

Topik:

  • Sunariyah
  • Bella Manoban
  • Rochmanudin
  • Anata Siregar
  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya