Profil Rizka Andalusia, Jubir BPOM yang Tangkis Hoaks Vaksinasi COVID

BPOM pastikan independen saat rilis EUA vaksin COVID-19

Jakarta, IDN Times - Lucia Rizka Andalusia tak pernah menyangka akan diberi kepercayaan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny F. Lukito, untuk berbicara ke publik dan menangkis hoaks soal vaksinasi COVID-19. Tidak mudah untuk membuat publik paham, sebab pandemik ini merupakan hal baru yang terjadi dalam kurun waktu 100 tahun. 

Kepada IDN Times yang menghubunginya, Senin malam (18/1/2021), Lucia yang sehari-hari menjabat sebagai Direktur Registrasi Obat di BPOM dipercaya menjadi jubir lantaran sudah sejak awal terlibat dalam penanganan pandemik COVID-19.

Kementerian Komunikasi dan Informatika mengumumkan Rizka sebagai jubir vaksinasi pada 7 Desember 2020. Di dalam cuitan Kemenkominfo, Rizka diberi tugas menyampaikan informasi terkait legalitas dan perizinan vaksin COVID-19 serta kebijakan BPOM. 

"Memberikan tanggapan, untuk isu terkait perizinan, keamanan, khasiat, serta mutu vaksin," demikian ditulis oleh Kemenkominfo. 

Rizka menjelaskan, ide penunjukan jubir itu bermula dari rapat yang digelar oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN). 

"KPC PEN membentuk tim untuk komunikasi publik. Dari KPC PEN meminta ke masing-masing lembaga terkait yaitu ke Kemenkes, BPOM, dan Bio Farma. Dari pimpinan lembaga menunjuk, yang ditunjuk itu saya karena kebetulan saya adalah yang menangani masalah vaksin ini mulai dari uji klinis, registrasi, karena posisi saya sebagai direktur registrasi obat," ungkap Rizka. 

Rizka tidak menampik sejak menjadi jubir mewakili BPOM, ia kerap dikejar-kejar oleh media untuk memperoleh informasi. Ponselnya kerap berdering mulai dari pagi hingga malam hari. 

"Pasti (dikejar-kejar media). Kadang-kadang saya jam 06.00 sudah harus on air di radio, malam jam 20.00 kadang harus siaran, wawancara di televisi. Belum juga pertanyaan-pertanyaan yang mengejar. Namun, di BPOM ada tim komlik (komunikasi publik), maka sering kali teleponnya gak langsung ke saya tapi ke tim itu dulu," tutur dia lagi. 

Apa informasi yang kerap ditanyakan oleh publik selama masa pandemik dan proses vaksinasi ini?

1. Deretan pertanyaan yang sering disampaikan ke BPOM, termasuk independensi ketika rilis EUA

Profil Rizka Andalusia, Jubir BPOM yang Tangkis Hoaks Vaksinasi COVIDJuru bicara vaksinasi COVID-19 dari BPOM, Dr. dra. Lucia Rizka Andalusia (Dokumentasi KCP PEN)

Rizka tercatat menjabat sebagai Direktur Registrasi Obat berdasarkan keputusan Kepala BPOM Nomor KP.05.01.1242.01.19.0236 Tanggal 14 Januari 2019. Mengutip situs resmi BPOM, Rizka bertanggung jawab kepada Deputi I BPOM bidang pengawasan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif. 

Ia mengakui sejak ditunjuk menjadi jubir BPOM mengenai vaksinasi, pertanyaan bertubi-tubi datang. Sebagian besar mempertanyakan mengenai efikasi vaksin CoronaVac atau vaksin Sinovac yang diimpor langsung dari Tiongkok. 

"Waktu sebelum pemberian EUA (izin penggunaan darurat) yang ditanyakan kapan (EUA keluar). Terus, apa kendalanya (agar EUA bisa dirilis). Pertanyaan lain yang disampaikan bagaimana nanti bila (vaksin) gagal," kata Rizka menyampaikan curahan hatinya.

Sering kali Rizka tak bisa menutupi kekesalannya. Alhasil, ia meminta kepada media agar tidak berandai-andai. Situasi vaksinasi yang kini sedang berjalan, katanya, dihadapi secara optimistis saja. 

EUA untuk CoronaVac akhirnya dirilis pada 11 Januari 2021, dua hari sebelum Presiden Joko "Jokowi" Widodo disuntik vaksin pada 13 Januari 2021. Dalam pemberian keterangan pers, BPOM menyebut efikasi dari hasil sementara uji klinis tahap ketiga CoronaVac mencapai 65,3 persen. Jauh lebih rendah bila dibandingkan hasil uji klinis tahap ketiga yang dilakukan oleh Turki yakni 91,25 persen. 

Kepada IDN Times, Rizka juga tak menampik sering mendengar pertanyaan yang mempertanyakan independensi BPOM ketika merilis EUA. Hal itu dipicu lantaran Kementerian Kesehatan sudah menetapkan tanggal vaksinasi. Sementara, EUA ketika itu belum dirilis oleh BPOM. 

"Ada pertanyaan mengenai itu. Sudah kami jelaskan bahwa kami me-report kepada pimpinan, Presiden, dan kami sering melakukan rapat koordinasi. Kalau rapat dengan KPC PEN dalam seminggu bisa dua kali. Waktunya bisa pagi, malam, bahkan hari Minggu pun kami rapat. Tujuannya kan agar koordinasi berjalan," katanya. 

Pemilihan tanggal 13 Januari 2021 sebagai penetapan vaksinasi perdana juga sudah diketahui oleh BPOM. Maka, Rizka membantah dengan tegas bila BPOM ditekan agar secepatnya mengeluarkan EUA. 

"Enggak (dipaksa menyesuaikan jadwal vaksinasi presiden). Kami sudah memprediksi tanggal segitu sudah selesai," tutur dia lagi. 

Selain memperhatikan hasil uji klinis tahap ketiga di Bandung, BPOM juga berkoordinasi dengan mitranya di Turki dan Brasil. Dua negara itu juga melakukan uji klinis tahap ketiga vaksin CoronaVac. 

Baca Juga: Jelang Vaksinasi, BPOM Diminta Objektif saat Rilis Izin Edar CoronaVac

2. BPOM banyak menangkis hoaks terkait vaksinasi

Profil Rizka Andalusia, Jubir BPOM yang Tangkis Hoaks Vaksinasi COVIDPetugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 saat simulasi pelayanan vaksinasi di Puskesmas Kemaraya, Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (18/12/2020). Simulasi tersebut dilaksanakan agar petugas kesehatan mengetahui proses penyuntikan vaksinasi COVID-19 yang direncanakan pada Maret 2021. (ANTARA FOTO/Jojon)

Selain harus memberi penjelasan ke publik dan mengajak mereka agar mau divaksinasi, BPOM juga kebagian tanggung jawab melawan hoaks. Salah satu yang banyak beredar yakni alat kelamin pria akan membesar usai disuntik vaksin CoronaVac. Mendengar hal itu, Rizka tertawa. 

"Di awal-awal kan khawatir dampak negatif vaksin. Sekarang setelah mulai vaksinasi pada ribut dan mempertanyakan mengapa yang lansia tidak ikut disuntik vaksin. BPOM juga dituntut mengapa kaum lansia tidak diberikan hak yang sama," ujar Rizka. 

Sesuai dengan rencana vaksinasi yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, yang menjadi prioritas untuk divaksinasi adalah individu yang berusia 18-59 tahun. Hal itu lantaran relawan saat uji klinis berasal dari golongan tersebut. Meskipun berdasarkan hasil uji klinis tahap ketiga di Brasil menunjukkan vaksin CoronaVac aman dikonsumsi oleh kaum lansia. 

Usai warga menerima suntikan vaksin, tugas Rizka belum usai. Ia tetap harus mengingatkan warga agar protokol kesehatannya tetap dijalankan. Hal itu lantaran efikasi vaksin yang masih berkisar 65,3 persen. 

"Karena meskipun setinggi apapun efikasi suatu vaksin tapi tetap saja pasti ada risiko itu (tetap terpapar COVID-19). Itu berlaku untuk semua vaksin ya mau yang efikasinya 60 persen atau 90 persen sama, pasti ada kelompok yang tidak terproteksi," tutur dia. 

Ia menyadari kondisi pandemik saat ini terus memburuk. Namun, dengan keberadaan vaksin CoronaVac sudah cukup berarti sebab bisa menurunkan 65 persen kasus.

"Angka positivity ratenya mencapai 800 ribu, nanti akan turun sampai 65 persen. Jadi, akan berkurang sekitar 500 ribu lebih," ujarnya. 

"Kalau tidak kita mulai sekarang (vaksinasi) ya akan terus naik kasusnya, tidak akan ada penurunan," katanya lagi. 

3. Rizka menegaskan usai divaksinasi kasus COVID-19 di Indonesia tidak serta merta menurun

Profil Rizka Andalusia, Jubir BPOM yang Tangkis Hoaks Vaksinasi COVIDHumas RS Kanker Dharmais Anjari Umarjiyanto mengikuti vaksinasi COVID-19 (Dok. Pribadi/Anjari Umarjiyanto)

Rizka juga mengingatkan publik, meski proses vaksinasi sudah dimulai tidak lantas bisa serta merta menurunkan penularan COVID-19 di kalangan masyarakat. Sebab, jumlah warga yang divaksinasi masih terbatas. Pada kelompok pertama yang diberi prioritas adalah tenaga kesehatan. 

"Pertama, warga belum disuntik dosis kedua. Kedua, kita baru punya 3 juta dosis vaksin sekarang untuk diberi ke tenaga kesehatan. Penduduk kita ada 270 juta, kalau butuh 70 persen yang harus divaksinasi maka perlu 180-an juta jiwa. Proses distribusi vaksin yang ada saat ini pun masih dilakukan secara bertahap," tutur Rizka. 

"Gak mungkinlah dalam waktu satu dua hari akan langsung terjadi penurunan kasus," ujarnya. 

Hal itu terlihat usai vaksinasi, Indonesia justru mencetak rekor penambahan kasus sebanyak tiga kali. Bahkan, pada Sabtu, 16 Januari 2021, Indonesia mencatatkan rekor tertinggi penambahan kasus dalam 24 jam yaitu 14.224. Kini kasus COVID-19 di Indonesia sudah menembus angka 900 ribuan kasus. 

4. Setelah pandemik berlalu, manusia harus hidup lebih sehat dan bersih

Profil Rizka Andalusia, Jubir BPOM yang Tangkis Hoaks Vaksinasi COVIDIlustrasi dokter di Aceh meninggal karena COVID-19. ANTARA FOTO/Ampelsa

Rizka menyampaikan, bila nanti manusia akhirnya berhasil keluar dari pandemik COVID-19, maka kehidupan tetap tidak akan bisa kembali normal. Menurutnya, manusia harus memetik pelajaran selama pandemik yaitu harus menerapkan pola hidup bersih dan sehat. 

"Protokol kesehatan tetap dijalankan, mengonsumsi makanan sehat itu penting," ujarnya. 

Ia tak menampik bisa saja pandemik berlangsung lebih lama, karena virus Sars-CoV-2 sudah mulai bermutasi. Maka pola hidup sehat menjadi kunci utama untuk mengakhiri pandemik. 

Rizka juga menyebut, ia tidak termasuk kelompok prioritas yang menerima vaksin COVID-19. "Saya kan pegawai, jadi masuk prioritas kelompok kedua. Jadi, sampai saat ini masih belum dapat (jadwal kapan divaksinasi)," tutur dia. 

Baca Juga: Menkes: Vaksinasi Tidak Akan Dilakukan Sebelum Keluar Izin BPOM

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya