Quraish Shihab: Koruptor Terlalu Halus, Sebut Mereka Pencuri!

"Mereka harus dipermalukan, karena tak punya malu"

Jakarta, IDN Times - Cendikiawan Muslim Muhammad, Quraish Shihab, tegas menolak menyematkan label koruptor kepada para pelaku korupsi. Menurutnya, pencuri adalah sebutan yang pantas bagi pelaku korupsi, dibandingkan koruptor. 

"(Sebutan) koruptor itu terlalu halus. Mereka lebih pantas disebut pencuri," ujar Quraish seperti dikutip situs resmi NU Online pada Minggu (29/8/2021). 

NU mengambil pernyataan tersebut dari materi wawancara Quraish dan putrinya Najwa Shihab dari program Shihab dan Shihab. Quraish mengaku heran bila orang miskin yang mengambil yang bukan haknya malah disebut pencuri.

"Kenapa kalau pejabat atau pegawai kita namai koruptor? Padahal, dia itu pencuri," kata dia. 

Ia menambahkan koruptor sering tidak memiliki rasa malu meski sudah mengenakan rompi oranye Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, banyak fakta membuktikan koruptor justru masih melenggang dan tertawa saat menjalani masa hukumannya. 

"Jadi, intinya koruptor harus dipermalukan, karena mereka tidak punya malu," tutur dia. 

Lalu, cukupkah koruptor bila sekadar dijatuhi hukuman bui?

1. Koruptor baru jera bila dimiskinkan

Quraish Shihab: Koruptor Terlalu Halus, Sebut Mereka Pencuri!Ilustrasi Koruptor (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Quraish, para pelaku korupsi baru sadar bila hartanya dirampas oleh negara. Ia pun mendukung konsep koruptor harus dimiskinkan, tidak cukup hanya mengembalikan apa yang sudah dicuri. 

Bila mereka tak dimiskinkan, maka dipastikan terpidana kasus korupsi tetap dapat merasakan keuntungan dari hartanya yang diinvestaskan.

"Katakanlah (harta hasil korupsi) masuk ke bank diinvestasikan, kan ada untungnya,” ujar penulis Tafsir Al-Misbah itu.

"Jadi keuntungan yang diperoleh, walaupun bukan korupsi, harusnya diambil juga sehingga ia jadi miskin,” tutur dia lagi. 

Baca Juga: Kasatgas KPK Curhat 12 OTT Setahun Tapi Tidak Lolos TWK

2. Semua harta yang terkumpul dari aktivitas korupsi statusnya haram

Quraish Shihab: Koruptor Terlalu Halus, Sebut Mereka Pencuri!Ilustrasi harta (IDN Times/Sukma Shakti)

Quraish mewanti-wanti harta yang dikumpulkan dari perbuatan korupsi sifatnya haram dan buruk. Sehingga, bila diberikan kepada anak atau keluarga, bisa berdampak buruk pada karakternya. 

Ia pun mengisahkan ada seorang ibu yang dianugerahi anak-anak sukses. Ketika ditanya apa rahasianya, ibu itu menjawab tidak pernah sekali pun memberi makan haram pada anaknya.

“Kata Nabi, setiap daging yang tumbuh dari makanan haram maka neraka tempatnya,” kata Quraish.

Ia memandang, salah satu faktor yang penting digalakkan dalam masyarakat adalah peranan istri dan anak. Keluarga bukan sekadar mendorong suami agar tidak korupsi. Lebih jauh, anggota keluarga itu harus menghalangi anggota keluarga lainnya untuk tidak melakukan perbuatan haram tersebut. 

Menurut Quraish, anggota keluarga lainnya yang tidak tahu bahwa mereka hidup dari hasil korupsi tidak akan dibebani oleh Tuhan.

"Tetapi, orang tua berkewajiban mencari tahu setiap penghasilan lebih dari yang didapatkan anaknya. Ayah atau ibu kalau melihat anaknya mempunyai kelebihan, dia harus bertanya dari mana sumbernya ini. Istri juga begitu, kalau dia tahu gaji suaminya hanya terbatas sekian," ujarnya lagi. 

Menurut Quraish, dengan diketahui sumber penghasilan yang jelas, anggota keluarga akan lebih nyaman. 

3. Taji KPK semakin melempem, pada 2021 hanya gelar satu OTT

Quraish Shihab: Koruptor Terlalu Halus, Sebut Mereka Pencuri!Ilustrasi gedung Merah Putih KPK (www.instagram.com/@official.kpk)

Sementara, KPK lembaga yang diharapkan memberantas korupsi justru tidak memiliki taji. Selama 2021, komisi antirasuah itu hanya melakukan satu operasi tangkap tangan (OTT). 

Operasi senyap itu digelar pada Februari 2021, ketika menangkap Nurdin Abdullah selaku Gubernur Sulawesi Selatan. Pada Mei 2021, KPK sempat menangkap Bupati Nganjuk Novi Rahman. Namun, perkara itu langsung diserahkan ke Bareskrim Polri.
 
Minimnya OTT pada 2021 ini kemudian menjadi sorotan. Sebab, angka OTT ini terus turun dalam beberapa tahun terakhir.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut OTT biasanya berawal dari informasi masyarakat. Informasi itu lalu ditindaklanjuti dengan penyelidikan tertutup melalui penyadapan.
 
Proses penyadapan ini disebut membutuhkan waktu dan kerja yang cukup tinggi. Sebab, pemantauan diperlukan selama 24 jam. Jumlah target yang dipantau pun bisa lebih dari satu. 

"Selama ini pegawai di unit yang melaksanakan itu kan bergilir 24 jam kita lakukan, bergilir sekali itu misal sampai ratusan nomor. Nah, sekarang enggak begitu," ujar Alex ketika menggelar jumpa pers pada 24 Agustus 2021. 

Berdasarkan pertimbangan itu, kini KPK lebih memilih melakukan penyelidikan kasus terbuka dengan tidak mengandalkan alat sadap. Bahkan, Alex menyebut kini lebih sulit melakukan penyadapan karena koruptor juga sudah lebih berhati-hati dalam berkomunikasi.

Baca Juga: KPK Usulkan Kirim Tim untuk Bantu Satgas BLBI 

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya