Revisi UU ASN: PNS Nyalon Jadi Kepala Daerah Tak Perlu Mundur

Revisi UU ASN sempat ditargetkan bakal tuntas pada 2021

Jakarta, IDN Times - Pemerintah dan Komisi II DPR sepakat untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) nomor 5 tahun 2014. Revisi itu sempat ditargetkan rampung pada 2021 lantaran sudah dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021, tetapi pada kenyataannya tidak terpenuhi.

Panitia kerja RUU ASN kemudian sudah sempat melakukan rapat konsinyering pada 21 hingga 22 Maret 2022 lalu. Hasilnya kemudian dibahas dalam rapat tertutup dengan komisi II di gedung parlemen pada Kamis (19/5/2022). 

Wakil Ketua Komisi II Syamsurizal mengatakan, dalam rapat internal pada pagi tadi, disepakati bahwa RUU ASN bakal mengakomodasi tiga keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ASN. 

"Rapat panja (panitia kerja) RUU ASN tidak mengambil keputusan apapun. Isinya, hanya memberikan penjelasan tentang apa yang sudah ditetapkan oleh MK. Kami akan mengakomodasi putusan MK tersebut di dalam revisi UU ASN," ungkap Syamsurizal seperti dikutip ANTARA,  Kamis, (19/5/2022). 

Salah satu putusan MK yang bakal diakomodir di dalam RUU ASN yakni terkait pasal 119 dan pasal 123 ayat (3) di UU ASN. Di dalam UU tersebut, setiap ASN yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, presiden dan wakil presiden wajib mengundurkan diri. Tetapi, hakim konstitusi menyatakan ASN wajib mundur sejak ditetapkan panitia pilkada atau pemilu sebagai calon peserta pemilihan gubernur, bupati, walikota dan pemilu presiden atau wakil presiden serta pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. 

"MK itu sudah benar (isi putusannya). Kalau kemudian mereka daftar lalu tidak lolos kan kasihan. Padahal, mereka sudah mengundurkan diri," kata dia. 

Lalu, apa lagi putusan MK yang bakal diakomodir komisi II di dalam revisi UU ASN?

1. MK berikan waktu ASN selama 5 tahun untuk mencari lowongan pekerjaan usai tuntas menduduki posisi pejabat negara

Revisi UU ASN: PNS Nyalon Jadi Kepala Daerah Tak Perlu MundurIlustrasi Mahkamah Konstitusi (MK). IDN Times/Axel Joshua Harianja

Putusan MK lainnya yang bakal diakomodir di dalam RUU ASN yakni putusan nomor 8/PUU/XIII/2015. Putusan itu mengubah pasal 124 ayat (2) di dalam UU ASN. 

Di dalam ketentuan yang lama, PNS yang diangkat menjadi pejabat negara seperti untuk posisi ketua, wakil ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; ketua, wakil ketua dan anggota Komisi Yudisial; ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi; kepala perwakilan di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar, maka akan diberhentikan sementara dari jabatannya. Meski begitu, mereka tidak akan kehilangan status sebagai PNS. 

Bila nantinya mereka sudah menuntaskan amanah pada jabatan tersebut maka dapat diaktifkan kembali sebagai PNS. Di ketentuan yang lama, ketika mereka aktif kembali sebagai PNS maka dapat menduduki posisi jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi atau jabatan fungsional. Tetapi, dengan catatan, bila lowongan pekerjaan di posisi tersebut tersedia. 

Seandainya posisi itu dalam waktu dua tahun tidak tersedia, maka PNS tersebut bakal diberhentikan dengan hormat. Sementara, di putusan MK pada 15 Juni 2016 lalu, memberikan kelonggaran bagi PNS tersebut untuk menunggu selama lima tahun. Bila dalam lima tahun tidak ada lowongan pekerjaan yang tersedia di posisi tersebut, maka PNS itu bakal diberhentikan dengan hormat. 

Baca Juga: 4 Pelanggaran yang Diprediksi Terjadi pada Pemilu 2024

2. ASN yang melakukan tindak kejahatan umum dapat diberhentikan dengan hormat

Revisi UU ASN: PNS Nyalon Jadi Kepala Daerah Tak Perlu Mundurilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)

Poin lain yang bakal diakomodir di dalam revisi UU ASN yakni putusan MK nomor 87/PUU/XVI/2018. Putusan itu menyinggung soal UU ASN di pasal 87 ayat 4. 

Di dalam ketentuan lama PNS bakal diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan putusan tetap dari pengadilan karena telah melakukan tindak pidana yang terkait jabatan dan atau tindak pidana umum. Sementara, di putusan MK, PNS yang terbukti di pengadilan melakukan tindak kejahatan umum, bisa tidak diberhentikan atau seandainya diberhentikan statusnya dengan hormat. 

"Jadi, kalau ada PNS yang terbukti maling ayam, maka dia akan diberhentikan biasa (dengan hormat). Maling ayam kan tidak ada sangkut pautnya dengan jabatan dia sebagai PNS," kata Syamsurizal. 

Tetapi, bila di pengadilan, majelis hakim menyatakan PNS tertentu terbukti melakukan tindak kejahatan terkait jabatan seperti korupsi atau penyalahgunaan, maka bisa diberhentikan tidak dengan hormat. 

Putusan MK ini pula yang menyebabkan pemerintah segera memecat PNS yang sudah terbukti di pengadilan melakukan tindak pidana korupsi. 

3. Manajemen ASN bakal menggunakan sistem digitalisasi

Revisi UU ASN: PNS Nyalon Jadi Kepala Daerah Tak Perlu MundurIlustrasi ASN (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Poin lain yang bakal dimasukkan ke dalam revisi RUU ASN yakni manajemen ASN dengan menggunakan sistem digitalisasi. Dengan adanya manajemen yang digital bisa mengurangi unsur subyektivitas dalam pengambilan keputusan. 

"Dalam rapat panitia kerja (panja) revisi UU ASN turut dibahas terkait rencana melakukan transformasi digitalisasi manajemen ASN. Diharapkan bisa menggunakan platform tunggal. Dengan begini, maka diharapkan ketika dilakukan penilaian untuk promosi jabatan bisa mengurangi faktor subyektivitas," kata Syamsurizal kemarin. 

Ia menambahkan ke depan dengan adanya platform tunggal itu, semua kegiatan ASN bisa terpantau dan diawasi semua pihak. Sehingga, tidak ada potensi penyalahgunaan wewenang pimpinan. 

"Konsep manajemen ASN (yang digital) juga untuk menghilangkan politisasi saat pilkada berlangsung dan sikap suka-suka pimpinan terhadap stafnya," ujarnya lagi. 

Baca Juga: MK: Prajurit TNI Aktif Dilarang Isi Posisi Penjabat Kepala Daerah

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya