RI-Tiongkok Bahas Jalur Cepat Pertukaran Pekerja di Tengah Pandemik 

Diharapkan kebijakan 'fast lane' bisa diterapkan akhir Juni

Jakarta, IDN Times - Di tengah pandemik COVID-19 yang masih terus melanda Indonesia dan Tiongkok, kedua negara kini membahas jalur cepat agar pertukaran SDM tetap bisa dilakukan. Bahkan, pembicaraan mengenai pertukaran SDM ini tengah dibahas di tingkat Menteri Luar Negeri Tiongkok dengan Menko Kemaritiman dan Investasi.

Konselor bidang ekonomi dan perdagangan Kedutaan Tiongkok di Jakarta, Wang Liping mengatakan diskusi mengenai kebijakan tersebut untuk mendorong kerja sama kedua negara di bidang ekonomi bisa pulih. Kedua pemerintah, kata Wang, berharap kebijakan jalur cepat itu bisa diterapkan pada akhir Juni. 

"Saat ini Tiongkok dan Indonesia sedang membahas 'jalur cepat' atau fast lane untuk memfasilitasi pertukaran personel yang diperlukan. Diharapkan jalur ini dapat dibangunkan secepat mungkin agar kerja sama ekonomi dan perdagangan kedua negara dapat dipulihkan," ungkap Wang dalam konferensi pers virtual yang digelar pada Rabu (24/6). 

Di dalam forum itu, Wang sekaligus memastikan agar Indonesia tak perlu khawatir terhadap risiko penyakit COVID-19 yang muncul. Seperti diketahui virus Sars-CoV-2 meluas dimulai dari Kota Wuhan, Tiongkok.

"Perusahaan-perusahaan Tiongkok telah menyerap pengalaman melawan pandemik COVID-19 dan terbukti sukses. Personel yang akan berangkat ke Indonesia juga sudah menjalani tes COVID-19 lebih dulu (di negara asalnya)," kata dia lagi. 

Lalu, apakah betul kebijakan ini tidak akan menjadi bumerang bagi Indonesia di tengah pandemik COVID-19 yang masih menjadi momok?

1. Menlu Tiongkok menghubungi Luhut untuk membahas jalur cepat kedatangan TKA

RI-Tiongkok Bahas Jalur Cepat Pertukaran Pekerja di Tengah Pandemik (Menko Kemaritikan Luhut Panjaitan) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Untuk mempercepat proses kembalinya TKA asal Tiongkok ke Tanah Air, maka Menteri Luar Negeri Wang Yi sudah mengontak Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan. Dengan adanya jalur cepat ini, diharapkan pembatasan pergerakan orang di kedua negara tidak lagi ada kendati kedua negara dilanda pandemik COVID-19. 

"Saat ini sedang dibahas fast lane atau jalur cepat untuk personel yang dibutuhkan. Diharapkan jalur ini bisa dijalankan secepat mungkin dan perkembangan kerja sama kedua negara bisa dipulihkan," tutur Wang. 

Sedangkan, Konselor Bidang Politik, Qiu Xinli menyebut jalur cepat itu diharapkan sudah bisa tersedia pada akhir Juni. Hal itu dibahas dalam pembicaraan telepon antara Menlu Wang dengan Menko Luhut. 

"Menlu Tiongkok sudah melakukan pembicaraan telepon dengan Pak Luhut untuk mendiskusikan 'jalur cepat' dan melancarkan kunjungan (personel) dua arah kedua negara," kata Qiu. 

Sesungguhnya, kendati tak ada 'jalur cepat' TKA asal Tiongkok sudah memperoleh pengecualian untuk bisa masuk ke Indonesia. Asal TKA itu terlibat dalam pengerjaan proyek strategis nasional. Salah satu proyek nasional yang turut melibatkan banyak TKA Tiongkok adalah proyek kereta cepat Jakarta - Bandung. Direktur utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Chandra Dwiputra pernah mengatakan pada Januari lalu, dari total 14 ribu pekerja proyek strategis itu, sebanyak 2.000 di antaranya merupakan warga Tiongkok. 

Baca Juga: Tiongkok Akui Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Terhambat Pandemik

2. 500 TKA asal Tiongkok yang bekerja di Konawe sudah mendapat restu pemerintah pusat

RI-Tiongkok Bahas Jalur Cepat Pertukaran Pekerja di Tengah Pandemik TKA sedang bekerja di sebuah perusahaan pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara. (ANTARA FOTO/Jojon)

Salah satu contoh TKA asal Tiongkok yang sudah direstui masuk ke Tanah Air di tengah pandemik yakni 500 pekerja yang bekerja di Konawe, Sulawesi Tenggara. Mereka tiba di Konawe secara bertahap, dimulai pada (23/6) lalu. Ada sekitar 146 TKA Tiongkok yang sudah tiba di Tanah Air dan menuai aksi protes yang luas dari kalangan mahasiswa. 

Menurut Konselor Bidang Ekonomi dan Bisnis Kedutaan Tiongkok di Jakarta, Wang Liping, semua TKA yang tiba di Indonesia sudah menjalani tes COVID-19 lebih dulu dan memperoleh sertifikat kesehatan.  

"Mereka juga didampingi empat tenaga medis ketika tiba di Indonesia," kata Wang. 

Ia mengatakan kelompok pekerja gelombang pertama yang datang mengerjakan bidang teknik untuk jangka waktu enam bulan. Wang juga menyebut perusahaan Tiongkok di Konawe akan mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia dengan melakukan transfer teknologi secara aktif. 

Kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia diduga meniru kebijakan serupa yang diteken oleh Korea Selatan dan Negeri Tirai Bambu yang berlaku pada (1/5) lalu. Harian Singapura, The Straits Times (29/5) lalu melaporkan ada sekitar 1.000 tenaga kerja asal Korea Selatan yang diuntungkan dengan kebijakan 'jalur cepat' ini. Mereka bekerja di 10 area di Tiongkok. 

Perbedaan dengan kebijakan sebelumnya yaitu protokol kesehatannya tidak terlalu ketat. Bila seorang pengusaha asal Korsel ingin ke Tiongkok maka mereka harus mengikuti prosedur kesehatan yang berlaku. Pertama, mereka harus memantau kondisi kesehatannya sendiri selama 14 hari jelang keberangkatan. Kedua, melakukan tes COVID-19 tiga hari sebelum terbang ke Tiongkok di rumah sakit yang sudah ditunjuk. 

Ketiga, ketika tiba di Tiongkok, maka mereka harus tinggal selama satu atau dua hari di fasilitas khusus lalu menjalani tes darah di sana. 

3. Kebijakan 'jalur cepat' bagi TKA Tiongkok dinilai tidak sehat bagi investasi

RI-Tiongkok Bahas Jalur Cepat Pertukaran Pekerja di Tengah Pandemik Instagram.com/@bhimayudhistira

Sementara, ekonom dari INDEF, Bhima Yudhistira mengaku bingung mengapa Pemerintah Indonesia malah menganakemaskan investasi dari Tiongkok. Padahal, investasi asing yang masuk ke Indonesia bukan dari Negeri Tirai Bambu semata. 

"Ini membuktikan bahwa pemerintah mengutamakan investasi dari Tiongkok. Karena ada kok negara lain yang memberlakukan moratorium tenaganya ke Indonesia. Ini kan gak sehat bagi dunia investasi," kata Bhima ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Rabu (24/6). 

Hal lain yang menjadi kekhawatiran Bhima dengan masuknya TKA asal Tiongkok yaitu masyarakat akan semakin abai dengan protokol kesehatan selama pandemik COVID-19. Padahal, Indonesia belum mencapai puncak gelombang pertama pandemik ini. 

"Nanti kan yang ada di dalam pikiran masyarakat; 'TKA China aja boleh masuk kok. Kenapa kita harus takut dengan virus?'" kata Bhima memprediksi. 

Seharusnya, kata Bhima, pemerintah berpikir secara komprehensif dan tidak semata-mata memikirkan investasi. Alih-alih mendatangkan TKA dari Tiongkok mengapa tidak memberdayakan tenaga kerja lokal melalui program kartu prakerja yang menelan anggaran mencapai triliunan rupiah. 

"Kalau memang mau mengajarkan tenaga kerja kita ya udah pakai online melalui program itu saja (kartu prakerja). Tak perlu mendatangkan 500 TKA dari Tiongkok," ujarnya lagi. 

Selain itu, Bhima melanjutkan, kebijakan pemerintah yang kerap maju mundur dan menunjukkan keberpihakan terhadap satu negara, malah akan membuat calon investor dari negara lain kabur. 

Baca Juga: Demo Penolakan Kedatangan 500 TKA di Sulawesi Tenggara Ricuh 

Topik:

  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya