Ribka Tjiptaning Tolak Divaksinasi COVID-19, PDIP: Itu Sikap Pribadi

Ribka bilang lebih pilih bayar denda ketimbang divaksinasi

Jakarta, IDN Times - Ketua DPD PDI Perjuangan wilayah Sumatera Utara, Djarot Saiful Hidayat, menilai apa yang disampaikan Ribka Tjiptaning soal penolakan vaksin COVID-19 bukan sikap resmi partai.

Pria yang sempat menjabat Ketua DPP PDI Perjuangan itu menjelaskan apa yang disampaikan Ribka ketika rapat dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Selasa, 12 Januari 2021, merupakan sikap pribadi.

"Itu sikap pribadi kok," ungkap Djarot melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Rabu (13/1/2021). 

Sementara Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengatakan publik keliru menangkap pernyataan Ribka ketika rapat perdana kemarin. Dalam rapat tersebut, koleganya itu justru tengah menegaskan agar negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya. 

"Bila melihat pernyataan secara menyeluruh sebagai satu kesatuan pesan, yang disampaikan adalah garis kebijakan politik kesehatan yang seharusnya dikedepankan yaitu kepentingan dan keselamatan masyarakat. Mbak Ribka Tjiptaning menegaskan jangan sampai pelayanan kepada rakyat seperti yang terlihat dari pelayanan PCR," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Rabu (13/1/2021). 

Ia mengulangi kembali pernyataan Ribka yang mengungkit durasi waktu untuk bisa mengetahui hasil tes swab PCR semakin pendek bila publik membayar lebih mahal. Sedangkan rakyat biasa harus menunggu dengan durasi 3-10 hari untuk tahu hasil tes swab PCR. 

"Komersialisasi pelayanan inilah yang dikritik oleh Ribka Tjiptaning. Sebab, pelayanan kesehatan harus untuk semua dan mengedepankan rasa kemanusiaan," kata Hasto. 

1. Menkes Budi mengajak masyarakat, termasuk anggota DPR, mau divaksinasi

Ribka Tjiptaning Tolak Divaksinasi COVID-19, PDIP: Itu Sikap PribadiMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Dok. Humas KPK)

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kembali melanjutkan rapat dengan komisi IX di DPR, Senayan pada Rabu. Ia menghadiri rapat usai menerima suntikan vaksin CoronaVac di Istana Negara. 

Ditanya mengenai respons Ribka, Budi menjelaskan sudah menjadi tugasnya dan Kementerian Kesehatan untuk mengajak anggota DPR bersedia divaksinasi COVID-19. Sebab, vaksin COVID-19 masuk dalam kategori public good

"Vaksin ini sepemahaman saya, selain dia public goods dari definisinya sebagai barang, ia juga memiliki public goods dalam definisinya sesuai fungsinya. Artinya, public goods yang diberikan untuk kebaikan publik," ujar pria yang sempat menduduki posisi sebagai Wakil Menteri BUMN itu. 

Budi mengatakan vaksin COVID-19 tidak hanya berfungsi untuk melindungi diri sendiri tapi juga untuk melindungi keluarga dan orang lain. "Karena memang target vaksinasi adalah herd immunity. Kalau memang tidak tercapai ya tadi itu fungsi dari public goods itu tidak pas," tutur dia lagi. 

Meski sudah mengajak secara persuasif, namun Budi menyadari tidak bisa memaksa semua anggota DPR agar bersedia divaksinasi.  "Itu memang tugas kami untuk meyakinkan, mengajak bapak-ibu untuk bersama-sama menunaikan fitrahnya kita sebagai manusia untuk do good for the public, tapi memang itu kembali juga ke bapak-ibu sekalian," ungkapnya. 

Baca Juga: Anggota DPR Peringatkan Menkes Budi untuk Tak Berbisnis dengan Rakyat

2. Pernyataan Ribka berpotensi meningkatkan warga yang enggan divaksinasi COVID-19

Ribka Tjiptaning Tolak Divaksinasi COVID-19, PDIP: Itu Sikap PribadiAnggota DPR Komisi IX dari fraksi PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning (Tangkapan layar YouTube DPR RI)

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai apa yang disampaikan oleh Ribka justru membuat blunder baru. Sebab, malah akan menjadi pembenar bagi warga yang enggan disuntik vaksin. 

"Ujung-ujungnya, pandemik malah semakin lama di Indonesia," kata Lucius ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Rabu (13/1/2021). 

Menurut Lucius, sikap penolakan vaksinasi COVID-19 seharusnya tak perlu disampaikan oleh Ribka di ruang publik. Sikap tersebut seharusnya disimpan untuk diri sendiri saja.

"Sebab, itu kan sikap pribadi bukan cerminan komisi IX," katanya. 

Ia mengaku khawatir pernyataan Ribka justru dijadikan justifikasi oleh kelompok yang menolak untuk divaksin. Akibatnya kasus COVID-19 terus bertambah di Indonesia.

"Jadi, ada pembenar dari publik yang sedang kontra dengan pemerintah dan menolak vaksin. Tentu saja bila kita ingin keluar dari pandemik, sikap semacam ini berbahaya karena dengan segala kekurangannya pemerintah masih bisa dipercaya ingin mengantarkan kita untuk secepatnya pulih dari pandemik," tutur dia. 

Ribka sebagai mitra Kemenkes, katanya, tidak sepatutnya menyampaikan penolakan untuk divaksin. Ia menilai bila Ribka ingin menolak vaksinasi seharusnya suara itu disampaikan sejak Agustus atau Oktober 2020. "Saat itu kan vaksinnya belum dibeli. Jadi, meski berdebat panjang tapi akhirnya melahirkan solusi," ujarnya. 

3. Ribka ogah divaksinasi karena uji klinis tahap ketiga vaksin CoronaVac belum selesai

Ribka Tjiptaning Tolak Divaksinasi COVID-19, PDIP: Itu Sikap PribadiIlustrasi pengujian klinis tahap III vaksin COVID-19. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Ribka mengaku enggan disuntik vaksin CoronaVac pada Selasa kemarin karena vaksin yang diberikan ke publik belum selesai uji klinis tahap ketiga. Vaksin buatan Tiongkok itu dibolehkan untuk dikonsumsi oleh publik setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menilai efikasi vaksin mencapai 65,3 persen.

Artinya, vaksin CoronaVac bisa mencegah individu terpapar COVID-19 hingga 65,3 persen. Uji klinis tahap ketiga vaksin CoronaVac diperkirakan rampung pada Juli 2020. 

Alasan lainnya Ribka menolak divaksinasi karena sudah ada peristiwa buruk di masa lalu bagi yang menerima vaksin polio. Mereka mengalami lumpuh layu di Sukabumi. 

"Saya tetap gak mau divaksin, mau (ada vaksin) bisa disuntik untuk orang yang usianya 63 tahun, saya sudah 63 tahun (usianya). Misalnya kami hidup di DKI Jakarta lalu kami dikenakan sanksi Rp5 juta, mending gue bayar dengan jual mobil kek," kata Ribka saat rapat di Senayan. 

Baca Juga: Kemenkes Targetkan Vaksinasi 181,5 Juta Warga Selesai 15 Bulan 

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya