Saling Lempar Komentar Dewas VS Pimpinan KPK Soal Geledah Kantor PDIP

Pimpinan bilang sudah ajukan izin, dewas katakan hal berbeda

Jakarta, IDN Times - Di awal kepemimpinannya di KPK, Komjen (Pol) Firli Bahuri berharap ingin memberantas korupsi tanpa perlu ribut-ribut. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Di awal tahun 2020, penyidik komisi antirasuah menggelar dua operasi senyap, di mana satu di antaranya merembet ke partai penguasa, PDI Perjuangan. 

Satu hal yang kini menjadi sorotan yakni soal belum adanya aktivitas untuk menggeledah kantor PDI Perjuangan. Padahal, kantor parpol yang berlokasi di Jalan Diponegoro nomor 58, Jakarta Pusat itu sempat didatangi oleh penyelidik komisi antirasuah pada Kamis (9/1). Dengan membawa surat tugas, mereka mengatakan hendak menyegel ruangan tertentu di kantor tersebut. Namun, ditolak oleh petugas keamanan di kantor PDI Perjuangan. 

Sudah satu minggu berlalu sejak kejadian itu. Namun, aktivitas penggeledahan tersebut tak terjadi juga. Padahal, barang bukti yang dibutuhkan dalam penanganan kasus dikhawatirkan sudah hilang bila tak segera disita. Lalu di mana hambatannya?

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron pada Rabu (15/1) mengatakan izin penggeledaan kantor DPP PDI Perjuangan sudah diajukan ke Dewan Pengawas. Izin dari dewas wajib dimintakan karena itu prosedur yang diatur di dalam undang-undang baru nomor 19 tahun 2019. 

"Sampai saat ini, izin penggeledahan kantor PDI Perjuangan belum turun, namun kami sudah mengajukan permohonan izin kepada Dewan Pengawas sesuai dengan prosedur," ujar Ghufron seperti dikutip dari kantor berita Antara

Di sisi lain, Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Panggabean mengatakan hal yang justru berbeda. Ia seolah memberikan petunjuk izin untuk menggeledah kantor DPP PDI Perjuangan belum diajukan oleh pimpinan. 

"Kalau ada permintaan, maka kami akan berikan atau tidak berikan dalam waktu 1X24 jam, dan akan kami jawab. Jadi, janji saya itu," ujar Tumpak ketika berbicara di program Mata Najwa yang tayang di Trans 7 pada Rabu malam kemarin. 

Lalu, apakah artinya hingga sekarang izin itu belum ada?

"Saya tidak bilang begitu. Saya hanya bilang kalau ada izin, ada permintaan maka dalam waktu 1X24 jam, dewas akan memberikan atau tidak memberikan izin," katanya lagi menegaskan. 

Mengapa dewas dan pimpinan KPK malah tidak terlihat kompak begitu ya? Padahal, di awal kepemimpinan dua organ di tubuh KPK itu berjanji akan bekerja sama dengan baik. 

1. Ketua Dewas KPK menilai saling lempar pernyataan di publik sekedar salah ucap

Saling Lempar Komentar Dewas VS Pimpinan KPK Soal Geledah Kantor PDIPKetua Dewan Pengawas KPK Tumpak Panggabean (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Di program tersebut, Najwa Shihab selaku host menggaris bawahi di antara kedua organ itu saat ini malah saling lempar pernyataan di ruang publik. Terkesan kedua pihak saling menyalahkan sehingga saat ini kantor DPP PDI Perjuangan belum juga disegel dan digeledah oleh petugas KPK. 

Namun, Tumpak mengatakan itu sekedar salah ucap saja. 

"Ini mungkin terjadi slip of the tongue. Mungkin ya. Pimpinan juga baru, dewas juga baru, jadi salah ucap," tutur mantan Wakil Ketua KPK di jilid pertama. 

Namun, publik tak percaya itu, lantaran pernyataan yang terkesan menyalahkan dewas, muncul beberapa kali dari pimpinan. Tumpak tak merespons itu. Ia hanya menggaris bawahi dan sekaligus menepis dewas dianggap membuat kinerja KPK lebih lambat dalam memproses kasus korupsi. 

"Sehingga, semua sudah sepakat di tim penindakan, kami (dewas) bisa mengeluarkan izin 1 X24 jam," katanya lagi. 

Baca Juga: Maha Kuasa Dewan Pengawas KPK 

2. Dewan pengawas belum sempat bertemu dengan pimpinan KPK

Saling Lempar Komentar Dewas VS Pimpinan KPK Soal Geledah Kantor PDIPPimpinan KPK dan Menkopolhukam (IDN Times/Santi Dewi)

Uniknya, kendati dewan pengawas sudah bertemu dengan semua pegawai KPK di bagian penindakan, mereka justru belum sempat berbincang dengan pimpinan. Padahal, lima pimpinan adalah mitra kerja terdekat hingga empat tahun mendatang. 

"Ya, kami sudah telepon-telepon. Saya sudah sempat berhubungan dengan Pak Firli (Ketua KPK) lewat ponsel, karena sama-sama punya kesibukan. Mereka sibuk courtesy call ke mana-mana, kami juga sibuk dengan pembentukan organ dewan pengawas sesuai dengan perpres yang dikeluarkan," ujar Tumpak. 

Pengakuan Tumpak itu justru terlihat janggal, padahal seharusnya pimpinan melakukan konsolidasi di dalam dengan dewan pengawas dan para pegawai. Ia menyebut pertemuan itu akan terjadi pada Selasa (21/1) mendatang. 

"Kan masing-masing dari kami sibuk. Tapi, nanti tetap bertemu," kata pria yang sempat menjadi komisaris utama di Pelindo tersebut. 

3. PDI Perjuangan mengklaim upaya penggeledahan yang hendak dilakukan KPK tidak sah

Saling Lempar Komentar Dewas VS Pimpinan KPK Soal Geledah Kantor PDIPKonpers PDI Perjuangan Terkait OTT yang Dilakukan KPK (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Sementara, menurut PDI Perjuangan, upaya penyegelan dan penggeledahan yang hendak dilakukan oleh komisi antirasuah pada pekan lalu tidak sesuai aturan. Semua prosedur sudah dinilai oleh partai berlambang moncong putih itu janggal lantaran surat perintah penyelidikan diteken pada 20 Desember 2019. Ketika itu, sedang terjadi pergantian kepemimpinan dari jilid IV ke jilid V. 

Maqdir Ismail yang digandeng oleh PDI Perjuangan sebagai salah satu anggota kuasa hukum mengatakan surat perintah penyelidikan itu sudah tak lagi bisa ditanda tangani oleh pimpinan jilid IV. Sebab, Surat Keputusan Presiden (Keppres) yang mengatur pemberhentian pimpinan KPK jilid IV Agus Rahardjo Cs jatuh pada 21 Oktober 2019. Sementara, dalam Keppres itu juga dikatakan pengangkatan terhadap pimpinan baru akan dilakukan pada 20 Desember 2019. 

"Artinya apa? Ketika 21 Oktober 2019 mereka diberhentikan dengan hormat sampai dengan 20 Desember. Sebelum pimpinan baru disumpah, pimpinan KPK itu tidak diberi kewenangan secara hukum untuk melakukan tindakan-tindakan apa yang selama ini jadi kewenangan mereka," kata Maqdir semalam di gedung DPP PDI Perjuangan. 

Operasi senyap, ujarnya lagi, seharusnya tidak bisa dilakukan. Apalagi penyegelan dan penggeledahan. Lantaran, sejak 21 Oktober 2019, pimpinan KPK jilid IV sudah tak lagi memiliki kewenangan sebagai nahkoda organisasi antirasuah tersebut. 

Baca Juga: Tangis Saut Situmorang di Bahu Laode Saat Hari Terakhir Kerja di KPK

Topik:

Berita Terkini Lainnya