Suap untuk Hakim Pengadilan Jaksel Gunakan Sandi 'Jadi Ngopi Gak?'

Maksudnya untuk membahas uang suap bagi hakim

Jakarta, IDN Times - Dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan satu panitera pengganti Jakarta Timur akhirnya ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis dini hari (29/11). Mereka diduga telah kongkalikong kasus perdata di bidang pertambangan yang bergulir di pengadilan. 

Dua hakim yang ditahan adalah Iswahyu Widodo dan Irwan. Sementara, panitera pengganti diketahui bernama Muhammad Ramadhan. Ketiganya kongkalikong perkara dengan seorang advokat bernama Arif Fitrawan yang mewakili penggugat di PN Jaksel bernama Isrulah Achmad. 

Dua hakim itu diduga telah menerima suap dari Arif sebesar Rp150 juta dan SGD$47 ribu. Suap diberikan oleh Arif melalui Ramadhan. 

"Suap itu diberikan agar bisa mempengaruhi putusan sela agar tidak diputus tidak menerima gugatan dan sidang segera dilanjutkan ke materi pokok perkara," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata ketika memberikan keterangan pers pada Rabu malam (28/11). 

KPK juga mengungkap kasus itu sempat disidangkan di PN Makassar, Sulawesi Selatan. Tujuannya sama agar gugatan perdata ditolak dan materi pokok perkara dilanjutkan ke proses persidangan. 

1. Perusahaan yang berseteru di Pengadilan Negeri Jaksel bergerak di bidang pertambangan

Suap untuk Hakim Pengadilan Jaksel Gunakan Sandi 'Jadi Ngopi Gak?'(Ilustrasi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) IDN Times/Santi Dewi

Menurut informasi dari juru bicara KPK, Febri Diansyah, awal mula kongkalikong pengaturan kasus dari PT berinisial CLM yang bergerak di bidang pertambangan memiliki kekayaan dan saham. Kemudian, salah satu pihak dari perusahaan PT CLM melakukan perjanjian dengan PT APMR. 

"PT berinisial APMR itu kemudian melakukan akuisisi saham milik PT CLM. Kemudian, penggugat yang bernama Isrulah Achmad keberatan dengan akuisisi dan ingin mengembalikan saham itu ke PT CLM. Itu yang diduga diurus oleh orang-orang ini, tujuannya agar putusan sela tidak NO (ditolak dan persidangan dilanjutkan ke materi pokok perkara)," ujar Febri di gedung KPK pada Rabu malam (28/11). 

Ada pula kejanggalan soal keterlibatan Ramadhan. Menurut Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, ia saat ini bekerja sebagai panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Timur. 

"Sebelumnya yang bersangkutan bekerja sebagai panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Lalu yang bersangkutan dimutasi ke Jakarta Timur. Tapi, ia masih mengenal beberapa hakim di sana (PN Jaksel) untuk minta bantuan," kata Alex. 

Informasi itu diketahui oleh advokat Arif Fitrawan. Ia pun meminta bantuan kepada Ramadhan agar bisa dihubungkan dengan hakim yang mengurus kasus perdata itu.  

Baca Juga: Sempat Sebut Izin Meikarta Tak Bermasalah, Ini Kata Luhut Usai OTT KPK

2. Negosiasi uang suap melibatkan sandi "Jadi Ngopi Gak?"

Suap untuk Hakim Pengadilan Jaksel Gunakan Sandi 'Jadi Ngopi Gak?'ANTARA FOTO

Untuk bisa terjadi kesepakatan jumlah suap yang diminta oleh panitera pengganti Jaktim, Muhammad Ramadhan, advokat Arif menggelar beberapa kali pertemuan. Dalam pertemuan itu, melibatkan sandi kalimat "Jadi Ngopi Gak?" 

Menurut Alex, maksud kalimat itu untuk memastikan apakah pihak panitera dan advokat jadi bertemu. Rencananya dalam pertemuan itu akan dibahas soal kesepakatan uang yang diterima panitera Ramadhan dan didistribusikan kepada dua hakim. 

Data dari KPK, semula komitmen fee antara pemilik uang yakni Martin P. Silitonga dengan advokat Arif mencapai Rp2 miliar. Tetapi, ketika Arif bertemu dengan Ramadhan, nilai kesepakatan uang yang diserahkan menurun jadi Rp950 juta. 

Sementara, realiasi dari panitera Ramadhan ke hakim yakn Rp150 juta dan SGD$47 ribu. 

"Uang dollar Singapura itu sebelumnya merupakan penukaran dari uang tunai Rupiah senilai Rp500 juta. Rencananya SGD$47 ribu akan diserahkan usai putusan yang dibacakan pada 29 November," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah. 

3. Komisi Yudisial mencatat ada 21 hakim terjaring OTT KPK pada periode 2005-2018

Suap untuk Hakim Pengadilan Jaksel Gunakan Sandi 'Jadi Ngopi Gak?'telegrafi.com

Ini bukan kali pertama hakim terjaring dalam operasi senyap KPK. Di dalam catatan Komisi Yudisial (KY) pada periode 2005-2018, sudah ada 21 hakim yang diproses oleh lembaga antirasuah. 

"Catatan ini berdasarkan laporan tahunan KPK, terdapat 17 hakim yang sudah kena OTT sepanjang 2005 hingga 2017. Ditambah dua hakim PN Medan, kini menjadi 19 orang," ujar juru bicara KY Farid Wajid ketika dikonfirmasi media pada (30/8) lalu. 

Angka itu masih pada Agustus lalu ketika KPK menggelar OTT di Pengadilan Negeri Medan. Kini, angka itu bertambah lagi menjadi dua orang lainnya menjadi 21 hakim. Ia pun menyesalkan mengapa para penegak hukum justru malah ikut tertangkap tangan KPK. 

"Hakim yang seharusnya bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara korupsi, justru melakukan korupsi," katanya lagi. 

KY menilai perlu adanya pembenahan rekrutmen dan pengawasan terhadap hakim adhoc Tipikor.

Baca Juga: Gaji Hakim Sudah Tinggi, Tapi Kok Masih Terima Suap?

Topik:

Berita Terkini Lainnya